Oleh YB HARYONO*
Masa pandemi karena Covid-19 ini bagaimanapun juga bisa menenggelamkan kita dan keluarga kita dalam beragam perasaan. Ada gelisah, sepi, takut, sedih, bosan. Inilah realitas yang harus dihadapi saat ini. Kalau menggunakan istilah Evangelii Gaudium, kita bisa tenggelam dalam suasana prapaska (EG.6-7), suasana orang dari pemakaman (EG.10).
Menghadapi realitas Covid-19 ini bisa tanpa sadar menenggelamkan kita dalam kemurungan, kekurangan harapan, dan kelelahan batin. Kita sadar bahwa kita mesti bahagia dan bersukacita (bdk, EG. 83), namun kondisi pandemi yang berkepanjangan ini bukanlah realitas yang sederhana.
Karena tema yang kita bicarakan adalah iman, kiranya kita sebagai orang tua perlu kembali ke pengalaman iman kita sendiri. Kita perlu membangun komitmen perjumpaan dengan Yesus. Pengalaman inilah yang membuat para murid bersukacita, hati mereka berkobar-kobar. Dalam kisah dua murid Emaus, mereka tidak meneruskan perjalanan dan kembali ke Yerusalem. Mereka mewartakan sukacita kepada teman-temannya. Demikian pula kita semestinya. Dari pengalaman indah bersama Yesus mengalirlah pendidikan iman kepada anak.
Kini realitasnya, pandemi Covid-19 telah melingkupi kita selama dua tahun. Banyak keluarga Katolik tidak bisa melepaskan diri dari pengalaman prapaska seperti PHK, kebangkrutan, ekonomi keluarga tidak mapan, pekerjaan tidak menentu, anggota keluarga sakit dan sebagainya. Pengalaman ini membuat raut wajah keluarga Katolik menjadi muram, raut muka orang yang baru pulang dari pemakaman orang mati dengan berbagai sebab dan wujud yang berbeda-beda. Pandemi ini menyisakan banyak pengalaman kebingungan dan kemarahan orang tua untuk mendidik, pengalaman kesepian, kebosanan dan kebingungan anak menjalani sekolah di rumah dan jatuh dalam candu gadget dan lainnya.
Selengkapnya ada di edisi cetak Majalah INSPIRASI, Lentera yang Membebaskan no. 203 Juli Tahun XVII 2021. Hubungi +6285101923459