Parenting Kristiani

Materi ini disampaikan pada acara Rekoleksi untuk Keluarga, Kerja Sama KWI dan Komunitas Worldwide Marriage Encounter (ME) secara daring pada 8 Januari 2022

 

Oleh RD Adrianus Akik Purwanto*

Keluarga kristiani yang terkasih, parenting kristiani tidak pernah dilepaskan dari pemahaman iman kita. Dalam iman kita, parenting kristiani tidak dapat dilepaskan dari dua kunci dasar parenting. Pertama, adalah parenting kita berkiblat pada figur Allah yang adalah Bapa. Kedua, parenting kita melihat bahwa anak adalah anugerah dari Allah.

Di dalam Kitab Suci kita dapat menemukan banyak contoh bagaimana parenting itu dilakukan oleh tokoh-tokoh Kitab Suci. Mereka adalah figur-figur orang tua yang  mendidik anak pada zamannya. Mereka menjadi orang tua dalam pergumulan antara hidup di dalam rahmat Allah tetapi juga pergumulan melawan dosa. Walaupun Kitab Suci tidak berfokus pada kisah parenting atau contoh-contoh metode parenting yang seharusnya, Kitab Suci memberikan kepada kita nilai-nilai rohani dan luhur tentang parenting. Kita dapat menangkap di dalamnya bagaimana parenting itu erat kaitannya dengan sejarah keselamatan manusia. Ada misteri iman dan keselamatan di dalam parenting.

Keluarga kristiani yang terkasih, pengalaman hidup bersama Yusuf-Maria membuat Yesus mempunyai gambaran tertentu mengenai orang tua dan perannya. Figur parenting disarikan oleh Tuhan Yesus dalam figur Bapa yang baik dan figur gembala yang baik. Dua figur ini bukan sama sekali baru. Tetapi sudah ada di dalam Perjanjian Lama dan semakin kuat dan menonjol dalam penghayatan dan pemahaman hidup Tuhan Yesus.

Figur pertama adalah pendidik. Orang tua dalam bahasa Ibrani disebut sebagai Horim. Horim itu artinya pendidik. Parent dalam bahasa Inggris diturunkan dari kata Latin “parentum parere”, yang artinya melahirkan dan membesarkan. Istilah Ibrani kuat karena orang tua adalah pendidik utama dan pertama. Ayah laki-laki dengan anak laki-laki. Anak perempuan dengan ibunya sampai mereka menjadi “bar atau bat mitvah”. Artinya, anak yang sudah bisa bertanggung jawab atas hidupnya sendiri secara sosial. Seluruh pendidikan tertumpu pada orang tua walaupun juga ada pengajar-pengajar khusus. “Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan, haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring, dan apabila engkau bangun. Haruslah juga engkau mengikatkannya sebagai tanda pada tanganmu dan haruslah itu menjadi lambang di dahimu dan haruslah engkau menuliskannya pada tiang pintu rumahmu dan pada pintu gerbangmu” (Ul 6: 6-9).

Figur kedua adalah lovely leader –teladan: orang tua (abba) adalah pemimpin keluarga dalam banyak hal menyangkut hidup anggotanya (Hosea 11: 1-11). Namun, otoritas dan kewibawaan itu disandingkan dengan relasi personal dan emosional yang mendalam. Figur Bapa yang baik berhadapan dengan anak yang mencari kemandirian dapat kita cermati dalam kisah Bapa yang Baik yang digambarkan oleh Lukas dalam  Injilnya Luk 15.

Figur ketiga parenting adalah Gembala Yang Baik. Figur dan keutamaan gembala yang baik itu digambarkan begitu baik dalam Maz 23 dan Yoh 10. Kedua kutipan itu dengan sangat detil menunjukkan bagaimana tindakan sebagai seorang gembala yang baik, membaringkan, membimbing, menyegarkan, menuntun bersama, melindungi, mengajar, menghibur, menyediakan dan mengurapi. Ada relasi yang sangat dekat-pengenalan pribadi karena pemilik dan bukan orang upahan (bdk Yoh. 10: 11-13).

Sebagai gembala, orang tua berperan otoritatif (karena konsistensi hidup yang bisa diteladani) dan personal (kedekatan emosional), lembut serta juga tegas. Ketidakseimbangan tidak disebabkan oleh anak-anak, tetapi ketikdakseimbangan dari orang tua yang akan berpengaruh kepada ketidakseimbangan hidup anak-anak. Pendisiplinan itu penting bagi orang tua. Disiplin itu dasarnya adalah kecintaan dan kebaikan, koreksi, teaching, empowering dan training sampai kepada “ketahanan diri yang kokoh”.

“Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku, gada-Mu dan tongkat-Mu itulah yang menghibur aku” (Mzm 23:4). Gada adalah alat untuk melindungi domba dari bahaya dan tongkat adalah alat untuk menolong domba ketika domba itu jatuh atau tergelincir atau ke arah yang salah. Tuhan menggambarkan pendisiplinan itu sebagai bagian dari rencana Tuhan untuk merenda hidup (Mzm 103: 13).

Para pasutri, keluarga yang terkasih, secara garis besar Kitab Suci mengajarkan kepada kita gambaran orang tua itu sebagai gambaran Allah yang kelihatan kepada anak-anak mereka.

Para pasutri dan keluarga kristiani yang terkasih, perlu kita perhatikan adanya eror atau kekeliruan di dalam parenting. Eror yang pertama, di dalam parenting diawali dengan rusaknya hidup orang tua. Yaitu orang tua yang tidak takut akan Allah. Karena perannya sebagai “mohar” makan atau pemimpin dalam makan bersama, jika ia tidak benar makan ia mendidik anak-anak juga secara tidak benar.

Eror kedua adalah, menggambarkan diri sebagai orang upahan, pribadi yang telah berjasa dan kemudian mengharapkan jasa dari anak-anaknya. Dan yang lebih parah lagi adalah mempunyai kecenderungan yang tidak sadar untuk memanfaatkan bagi kepentingan hidupnya  sebagaimana digambarkan dalam Yeh 34:2-4. Demikian bunyinya, “ Celakalah gembala-gembala Israel yang menggembalakan dirinya sendiri. Bukankah domba-domba yang seharusnya digembalakan oleh gembala-gembala itu, kamu menikmati susunya, dari bulunya kamu buat pakaian, yang gemuk kamu sembelih, tetapi domba-domba itu sendiri tidak kamu gembalakan. Yang lemah tidak kamu kuatkan. Yang sakit tidak kamu obati. Yang luka tidak kamu balut. Yang tersesat tidak kamu bawa pulang. Yang hilang tidak kamu cari, melainkan kamu injak-injak mereka dengan kekerasan dan kekejaman.”

Eror ketiga adalah karena orang tua tidak bertumbuh dalam kedewasaan dan keseimbangan emosional. Ketidakseimbangan ini mempengaruhi kemampuan untuk memahami bahwa anak adalah anak. Ingat bahwa anak itu bukan miniatur orang dewasa. “Dan kamu, bapa-bapa, janganlah bangkitkan amarah di dalam hati anak-anakmu, tetapi didiklah mereka di dalam ajaran dan nasihat Tuhan (Surat Rasul Paulus kepada Umat di Efesus 6:4).

Para pasutri dan keluarga kristiani yang terkasih, walaupun dalam Kitab Suci kita dapat menemukan contoh parenting yang kurang baik dalam diri tokoh-tokoh hebat, Tuhan Yesus mau mengingatkan kita pada akar kekerasan. Yang pertama, menghalang-halangi datang kepada Allah (bandingkan dengan kewajiban horim). “Biarkah anak-anak itu datang kepada-Ku, jangan menghalang-halangi mereka, sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Allah (Mat 10:14).  Yang kedua, bahkan Tuhan mengingatkan bahwa menyesatkan (menggoncangkan, mengarahkan jalan yang salah, menjadi batu sandungan), serta menyebabkan mereka berdosa kepada anak-anak itu hukumannya besar yang membawa kematian. Batu kilangan (rekhayim) yang berat akan diberikan kepadanya.

 *Moderator ME Distrik IV Surabaya

 

Bagikan:

Recommended For You

About the Author: redinspirasi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *