HARI MINGGU BIASA XV
11 Juli 2021
Bacaan I : Am 7: 12-15
Bacaan II : Ef 1: 3-10
Bacaan Injil : Mrk 6: 7-13
Kita yang bukan siapa-siapa, dipercaya oleh Tuhan
Adalah seorang bapak yang sudah beranjak tua dan telah pensiun dari pekerjaan. Karena mengalami sakit dan pernah kritis, atas permohonan keluarga dan karena dia sendiri pernah mengatakan keinginannya, ia dibaptis darurat. Ketika sembuh dari sakit kritisnya, ia hidup penuh energi dan antusias, dan terutama soal iman kepercayaan. Saya tidak tahu pengetahuan imannya didapat dari mana, bagaimana dia mengajak teman lain untuk beriman, dan teknik evangelisasi apa yang dia miliki, nyatanya beberapa kali ia datang ke pastoran dan membawa jiwa yang siap diselamatkan. Dan dia bahagia dengan cara beriman seperti itu. Atas peristiwa itu dan fenomena lain saya berani menarik kesimpulan, betapa dahsyatnya Tuhan. Dia memakai orang-orang yang sederhana, yang tidak dihitung, bukan katekis bersertifikat, bukan guru agama di sekolah, dan juga bukan ketua bidang pewartaan paroki, untuk menjadi pewarta ulung yang mengetuk hati setiap pribadi yang melihat dan mendengar kesaksiannya.
Bacaan pertama sangat menarik untuk menjadi bahan refleksi bagi kita dan Gereja. Amos, seorang nabi yang diutus oleh Allah, diusir oleh imam Betel dengan kata-kata kasar dan menyakitkan, “Hai Pelihat, pergilah, enyahlah ke tanah Yehuda! Carilah di sana makananmu, dan bernubuatlah juga di sana. Tetapi jangan lagi bernubuat di Betel, sebab Betel adalah tempat kudus raja dan bait suci kerajaan” (Am 7: 12-13). Amos, yang merasa dirinya bukan nabi, namun mengalami pengutusan dari Allah, bahkan dianggap menjadi nabi hanya untuk mencari nafkah! Ungkapan ini menghinakan, sementara, Amos mewartakan Allah karena diperintah oleh Tuhan: “Tuhan berfirman kepadaku: Pergilah, bernubuatlah terhadap umatKu Israel” (Am 7: 15). Itu memang kisah masa lalu, ribuan tahun lalu. Namun kisah Amos tetaplah relevan untuk berkaca. Akan seseorang yang ‘bukan siapa-siapa’ kita sering tidak menghitung. Bahkan ketika dia sudah berbuat yang baik dan benar, kita pun masih memandang sebelah mata.
Struktur organisasi termasuk Gereja, paroki misalnya, jika tidak hati-hati akan menjadi pengadilan yang kejam. Yang mengadili mereka yang tidak melakukan kesalahan, namun tidak seirama dengan gerak Gereja, atau tidak dalam struktur kerja dewan paroki. Ketua lingkungan diberi ‘peringatan’ oleh ketua bidang pewartaan karena pernah di misa lingkungan, yang membacakan Kitab Suci bukan lektor, melainkan anak kelas enam SD. Seseorang tanpa status katekis, namun mendampingi persiapan baptis saudaranya yang ingin katolik, mesti harus dikoreksi dengan mengulang pembelajaran oleh katekis yang ‘direstui’ paroki jika ingin menerima pembaptisan.
Semoga Injil hari ini menggema di hati setiap pribadi untuk tergerak menjalankan perutusan, dan semoga firman-Nya mempertobatkan kita dan Gereja untuk melihat karya Roh Allah yang lebih luas dan kaya daripada yang bisa kita pahami. “Sekali peristiwa Yesus memanggil kedua belas murid dan mengutus mereka berdua-dua… Lalu pergilah mereka memberitakan bahwa orang harus bertobat. Mereka mengusir banyak setan, dan mengoles banyak orang sakit dengan minyak dan menyembuhkan mereka”. Setiap pribadi menerima perutusan itu.
Romo Agus Suryana Gunadi, Pr