Mensyukuri Anugerah Usia Lanjut

Kesaksian Selamat dari Serangan Penyakit Jantung dan Pandemi Covid-19

 

Saya tahu menderita sakit jantung setelah mengalami dua kali serangan jantung. Pertama, Sabtu petang, 4 Maret 2023, jelang pimpin doa tujuh harian almarhum Bpk Aloysius Pirnanto, warga Patihan. Kedua, Selasa, 7 Maret 2023, sekitar pukul 04.00, beberapa saat selesai buang air kecil setelah bangun pagi.

Secara medis, keduanya termasuk serangan jantung ringan. Pada pengalaman yang pertama, saat itu dada terasa ampeg, seperti penuh sehingga membuat nafas pendek, belum sampai terengah-engah, tak terasa nyaman. Tanpa dibarengi rasa nyeri. Petang itu, saya dalam hati bilang, “Jantungku bermasalah”. Petang itu saya tak terlalu menghiraukan, saya tetap memandu doa arwah sampai selesai. Tanpa seorang pun tahu apa yang sebenarnya saya alami.

Serangan jantung Selasa pagi, rasanya hampir sama, dada terasa ampeg, nafas pendek, sedikit terengah dan di dada sebelah kiri ada sedikit terasa ngilu, bukan nyeri. Tetapi di serangan ringan kedua ini, terasa lebih dibandingkan dengan yang pertama. Pagi itu, saya bangunkan isteri saya, “Mam, mam, bangun, ayo antar aku ke UGD, panti”. Maksudnya panti adalah RSK Santa Clara yang hanya berjarak 300 meter, dari rumah. Pagi itu, saya masih bisa naik motor. Di Santa Clara, diketahui saya terkena serangan jantung. Pagi itu saya dirujuk ke RS Dr. Soedono Madiun, ke unit pelayanan jantung. Langsung ditangani dan masuk perawatan intensif (ICCU) selama lima hari dan dua hari dirawat inap biasa untuk di rujuk RS Siloam Surabaya.

Tetapi benarkah tak ada petunjuk gejala saya sakit jantung sebelumnya?

Gejala sesak, nyeri dada, ngilu, atau nafas pendek, seperti terengah-engah, tidak saya alami. Tetapi ketika saya, di rawat di RS Siloam, Surabaya, saya baru sadar dan mengetahui bahwa empat bulan sebelum ada serangan jantung sebenarnya sudah ada gejala. Hanya saya tidak tahu, dan tak menyangka bahwa itu gejala sakit jantung. Selama empat bulan terakhir, lambung saya sering terasa perih, seperti gejala sakit maag. Bahkan saya beberapa kali membeli obat maag, obat nyeri lambung. Tiga atau empat bulan terakhir, saya merasa kurang enak badan, dua minggu sekali minta dikeroki, sebelumnya tidak pernah. Itu sebabnya dalam tiga bulan terakhir di meja makan tersedia obat sirup masuk angin. Dua minggu terakhir sebelum serangan jantung terasa ada energi yang berkurang. Gejalanya, saya biasa setiap hari joging 3 kali putaran di Lintasan Bantaran kali Madiun. Dua minggu terakhir setiap memasuki putaran ke-3, saya merasa lelah. Saya baru tahu, bahwa sakit jantung tidak selalu didahului gejala nyeri dada atau ngilu dada kiri, sesak nafas, dan sebagainya, tetapi, bisa yang lain.

Yang terjadi dengan jantungku

Selasa, 7 Maret 2023, saya mendapat kepastian medis menderita sakit jantung. Tetapi sakit jantung sendiri ternyata bukan satu atau dua macam. Ada bermacam-macam, saya termasuk jenis penyempitan pada pembuluh coroner. Kemungkinan besar karena pola makan yang tidak sehat sebelumnya, terlalu banyak konsumsi yang berkoresterol tinggi. Saya bukan perokok.

Melalui teknologi katerisasi jantung sekarang para dokter dapat memberikan diagnosa lebih canggih untuk penderita jantung. Melalui proses katerisasi itu saya menjadi tahu ada lima tempat pada pembuluh jantung yang bermasalah. Tiga di sisi kiri atas dan dua di sisi kanan bawah jantung saya. Yang darurat salah satu yang di sisi kiri atas, karena sudah lebih dari 90 persen tingkat penyempitannya. Sangat berisiko.

Pemasangan ring jantung adalah cara mengatasi untuk jenis sakit jantungku. Menurut dokter perlu lima ring dipasang. Rabu (5/4/23) di RS Soetomo Surabaya dokter melakukan tindakan medis, memasang 3 ring di jantung saya sepanjang 9,4 cm. Dan, tiga bulan lagi akan dipasang 2 ring di sisi kanan bawah. Ring itu berfungsi membuka pembuluh yang mengalami penyempitan.

Di RS Siloam, dr Prof. Yudi memberitahu, bahwa pada pembuluh koroner saya yang telah mengalami penyempitan lebih dari 90%, tingkat keberhasilan pemasangan ring hanya 8-10%, tetapi akan dicoba. Jika gagal maka langsung tindakan medis bypass, operasi besar. Bergetar juga saat saya mendengar info itu. Tetapi, tidak ada pilihan. Anak pertama saya menyetujui tindakan medis itu.

Saya bersyukur, Allah menolong. Saya alami sebagai mukjizat-Nya. Pemasangan ring dengan tingkat keberhasilan 8-10%, sukses. Alhasil saya terbebas dari bypass yang lebih berisiko. Puji Tuhan, Allah mengabulkan doa begitu banyak sahabat, teman, keluarga dan umat yang berdoa, bahkan ada yang berpuasa untuk keselamatan saya. Saya berterima kasih, dan bersyukur atas semua doa. Allah mengizinkan saya mengalami hidup yang kedua.

Refleksi atas sakit jantungku

Sejak serangan jantung datang dengan seluruh dampak dan akibatnya, saya terima sakit ini dengan ikhlas hati. Sikap itu bukan sebagai sikap menyerah kalah, apalagi putus asa. Tetapi kenyataan sakit ini diterima secara positif, diterima dalam terang iman. Karena itu, selama saya sakit, entah ketika di UGD RS Santa Clara Madiun, di ICCU/rawat inap baik di RS Dr Soedono Madiun, RS Siloam Surabaya atau RS Dr Soetomo Surabaya, saya selalu tampak sukacita, tidak kehilangan kegembiraan. Saya selalu tertawa, dan semangat. Saya berkomunikasi baik dengan orang di sekitar saya, tidak memanjakan diri, dan jauh dari sikap mengeluh.

Refleksi saya tentang penderitaan, rasa sakit, ketidak nyamanan selama di RS, atau ketakutan, kecemasan atau kekhawatiran akan kematian atau kondisi buruk lainnya “sudah selesai” satu setengah tahun lalu. Pematangan iman saya ketika saya mengalami “Badai Sitokin Covid 19” di pertengahan tahun 2021, selama 11 hari di RSUD kota Madiun, membuat saya mampu melompat dapat bersahabat dengan sakit yang oleh Gereja dipandang sebagai pencobaan terberat bagi seorang manusia.

Pengalaman menderita Badai Sitokin Covid 19, tahun 2021, rasanya mimpi buruk dalam hidup saya. Sakit harus dihadapi sendiri, tanpa anggota keluarga di sampingnya, kehadiran tenaga medis yang sangat minim, problem makan-minum yang luar biasa yang bukan hanya kehilangan rasa dan penolakan perut, obat yang belum jelas, rasa sakit di seluruh sendi, kelemahan dan kelelahan fisik yang luar biasa, kecemasan akan kematian, dan masih banyak lagi.

Dalam kondisi buruk itu pun dalam terang iman, saya tidak kehilangan harapan, semangat bahkan saya dapat memberi kesaksian tentang kemenangan atas rasa sakit, bahaya kematian dan ketakutan akan maut. Maka, sakit jantung ini belum sebanding dengan penderitaan satu setengah tahun lalu. Bagi saya pengalaman Badai Sitokin Covid 19 merupakan latihan rohani yang mnghantar pada kematangan iman di usia lanjut ini.

Selama kurang lebih sebulan keluar masuk rumah sakit, mulai 7 Maret sampai dengan 3 April 2023, kebetulan Bunda Gereja sedang menjalani Retret Agung Prapaskah, tentu saja saya sangat mudah menyesuaikan dengan Retret Agung itu. Saat sakit menjadi saat teduh, memiliki banyak waktu untuk berefleksi atas hidup, pertobatan, mohon kerahiman Allah dan melalui pengalaman sakit jantung dengan suka cita menggabungkan dengan penderitaan Kristus. Sakit jantung yang membuat dekat dengan kematian, memudahkan menghayati wafat Tuhan di kayu salib.

Salah satu contoh, yakni saat pemasangan ring di ruang kateterisasi jantung. Saya merasakan sakit, sesak dan nyeri yang luar biasa dalam detik-detik pemasangan ring jantung. Dalam kesadaran penuh, saat itu saya merasakan rasa sakit itu dalam kontemplasi menghayati penderitaan Tuhan saat tombak prajurit Romawi menghujam lambung Yesus. Karena itu saat rasa sakit itu terjadi, ada rasa syukur yang mendalam karena boleh mengambil bagian dalam penderitaan Tuhan pada Paskah 2023 ini. Terima kasih Tuhan untuk semua kebaikan-Mu.

Melewati masa lansia dengan sukacita, penuh syukur dan terus berkarya

Realita sekarang saya menjadi lansia. Usia terus merangkak di angka 60-an. Kemunduran fisik dan kerapuhan tubuh tak terhindarkan. Masa pensiun sudah dinikmati selama beberapa tahun. Sehari-hari tinggal berdua dengan istri, ditinggalkan anak-anak. Mereka sudah mandiri. Aktivitas pokok dalam hidup, seperti makan, istirahat atau bekerja pun mulai harus diatur. Bahkan, perasaan, gembira atau sedih pun ternyata juga harus dikelola. Buktinya, tempo hari saya mendapat nasihat dokter, “Bapak sekarang tidak boleh terlalu gembira, ataupun terlalu sedih. Hindari stres.” Kupikir benar, apapun yang serba ‘terlalu’ memang tidak baik.

Setiap usia ada tantangannya. Di usia lanjut ada tantangan khas yang tidak dialami pada usia sebelumnya. Tetapi masa lansia juga menyediakan sukacita berlimpah. Itu kalau tahu memanfaatkan dan si lansia mampu menemukan momen-momen sukacita itu. Sebab, sukacita itu sebagai bagian hidup, “sama seperti uap yang sebentar saja kelihatan lalu lenyap (Yak 4:14). Bagi mereka yang beruntung, salah satu yang tersedia melimpah di masa lansia adalah waktu. Tetapi waktu jika tidak bijak, dapat menjebak. Bisa membuahkan kejenuhan.

Saya bersyukur dan merasa bangga boleh menjalani panggilan sebagai seorang katekis sampai masa purnabakti. Katekis yang serasa ‘dosen’, sebab sejak pelantikan dan perutusannya sampai dinyatakan purna pada usia 58, saya memang hanya ditugaskan di kampus. Jatidiri saya bukan dosen, tetapi katekis. Pernah dua kali saya mencoba ajukan kepada uskup supaya boleh melayani umat di paroki tetapi dua kali pula uskup yang berbeda menjawab senada. “Pak Hardi, tetap di Widya Yuwana”. Ya, saya sadar bahwa saya seorang hamba Allah. Seorang hamba yang baik setia apa kata tuannya.

Saya bersyukur dan beruntung boleh mengalami menjadi katekis yang unik, sehari-hari saya di kampus, namun saya tidak pernah lepas dari pelayanan di paroki, kevikepan, dan Gereja Lokal, regional, bahkan nasional. Kiranya tidak ada yg meragukan, bahwa saya seorang aktivis Gereja. Tuhan memberi saya banyak talenta. Itu barangkali sehingga sering mendengar julukan yang disematkan pada saya sebagai katekis multitalent. Bahkan dalam masa puncak, 2004-2005, saya boleh berkeliling Indonesia disponsori oleh Kompas-Gramedia. Suatu pengalaman yang luar biasa. Ketika semua itu lewat, kini saya tinggal mensyukuri. Saya sungguh bersyukur karena telah boleh ditangkap, dipakai sebagai tangan-Nya.

Apakah aktivitas sekarang? Akan lebih banyak duduk di depan komputer. Biar tidak cepat pikun. Aktivitas fisik, sengaja saya kurangi, kecuali olah raga. Saya merasa perlu menyelesaikan beberapa buku yang sudah dimulai, tapi belum selesai pengerjaannya. Misalnya, masih ada 200-an judul lagu katekis anak-anak perlu direvisi dan diedit supaya layak terbit dan bisa dipersembahkan bagi Gereja.

 Hardi Sastra Atmaja

 

 

Bagikan:

Recommended For You

About the Author: redinspirasi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *