
Oleh BAPAK JULIUS KARDINAL DARMAATMADJA SJ
Prakata
Keuskupan Agung Semarang (KAS) tanggal 25 Juni 2025 ini akan merayakan ulang tahun berdirinya yang ke-85 dengan misa syukur pada hari Minggu, 29 Juni 2025, di Stadion Jatidiri, Semarang. Untuk memperingati hari bahagia tersebut, keuskupan mengajak agar umat merayakannya dengan mengembangkan sikap seperti yang ditetapkan dalam tema “Bersama Berziarah, Berbagi Berkah”.
Berziarah Bersama Masyarakat
Kita diajak untuk menyadari bahwa kita hidup di dunia ini sebagai peziarah. Maksudnya, dunia ini bukan tempat tinggal kita yang sesungguhnya. Hanya tempat tinggal sementara. Tempat tinggal kita yang sesungguhnya adalah di surga mulia bersama Allah. Kita berziarah tidak sendirian. Tetapi juga bersama masyarakat di mana kita tinggal dan hidup. Maka pengaruh baik ataupun buruk dari masyarakat tak dapat kita elakkan. Syukurlah bahwa orang Jawa juga menyadari bahwa hidup didunia ini sebagai peziarahan, karena mereka sadar bahwa “sangkan paraning dumadi, yaiku Allah”. Asal dan tujuan yang ada, itu Allah. Maka orang Jawa juga mengibaratkan hidup di dunia ini bagaikan “mampir ngombe”, hanya tempat singgah untuk minum. Kita syukuri bahwa kita pun oleh masyarakat dibantu dalam mengembangkan keutamaan hidup bersama. Karena setiap peristiwa kelahiran, sunatan, pertunangan dan perkawinan dan akhirnya kematian, merupakan peristiwa bersama, dan karenanya masing-masing warga masyarakat akan menyumbang, Ada yang menyumbang uang, tetapi juga ada yang menyumbang bahan mentah, seperti beras, gula, teh, kelapa dan lain-lain. Ada sukarelawan yang datang untuk ikut masak, kaum muda untuk menyiapkan dan menyajikan minuman. Beban yang punya kerja sungguh diringankan. Maka sudah tidak asing bagi kita bahwa berziarah bersama masyarakat selalu ada sisi membagi berkah. Dan bagi umat Katolik, membagi berkah kepada yang lemah, miskin, sakit dan yang membutuhkan bantuan. Selanjutnya beberapa hal dapat ditambahkan:
a. Lama peziarahan
Pada umumnya umur kita sekitar 70-80 tahun. Tetapi memang ada yang mati sebelum dilahirkan, karena keguguran. Ada yang dikaruniai umur sangat pendek, ada yang dikaruniai umur sangat panjang. Fakta yang demikian seyogyanya membuat setiap orang selalu siap sedia kalau sewaktu-waktu Tuhan berkenan mengakhiri peziarahan hidupnya. Ingat selalu akan tiba-tibanya akhir peziarahan hidupnya membuat orang bijaksana dan hati-hati dalam hidupnya. Hiruk-pikuk kehidupan duniawi tidak perlu diikuti. Sebaliknya hidupnya selalu diarahkan kepada kemuliaan abadi di surga. Dengan demikian ia hidup baik, berbhakti kepada Tuhan, tetapi juga berbagi berkah berbuat kasih kepada sesama yang miskin dan membutuhkan bantuan. Rajin berdoa, merayakan Ekaristi dan menerima sakramen pengampunan dosa, berbelarasa kepada sesama dan berbagi berkah kepada mereka yang membutuhkan bantuan, merupakan cara hidup yang benar, karena perlu menjadi ciri semua orang Katolik.
b. Nilai sementara dijadikan nilai abadi
Karena seluruh nilai hidup kita di dunia ini hanya sementara karena hidup dalam peziarahan, maka salahlah kalau kita anggap mempunyai nilai tetap. Kekayaan tidak akan dibawa mati. Maka apa yang ada di dunia perlu kita jadikan bernilai abadi, yang akan dibawa mati dan menghiasi kita di hadapan Allah. Sehingga Allah berkenan kepada kita. Kekayaan dan apapun yang kita miliki, seperti bakat, kemampuan, ketrampilan berbuat sesuatu, kalau kita jadikan sarana pengabdian kita kepada sesama, demi pengabdian kepada Allah, itulah yang akan menjadi berkah bagi orang lain, tetapi juga menjadi berkah bagi kita yang akan dibawa kalau kita menghadap Tuhan. Dengan cara demikian hidup kita selalu terarah kepada Tuhan. Kita menggapai hidup kekal bersama Bapa. Berziarah, selayaknya berbagi berkah, supaya peziarahan kita sampai ke tujuan.
c. Perlu suatu disiplin hidup
Untuk hidup yang demikian tadi, pasti dibutuhkan suatu disiplin hidup. Karena kecuali ada rahmat Allah, ada juga kuasa dosa yang menggoda. Godaannya ialah supaya kita menikmati sepuas-puasnya apa yang dapat dicapai di dunia ini. Ada tiga bidang godaan, yaitu kekayaan, kekuasaan dan kenikmatan inderawi. Ketiganya saling terkait. Untuk memburu kenikmatan, perlu biaya, perlu kaya. Kekuasaan pun membawa ke kekayaan, maka layak dikejar. Kita baru berbicara mengenai tiga nafsu yang menjadi godaan hidup para peziarah. Perlu disebut apa yang ditulis oleh Paulus kepada umat di Galatia. Kuasa dosa yang sangat kuat melawan orang-orang saleh, disebut Paulus dengan istilah: perbuatan daging. “Perbuatan daging telah nyata, yaitu: percabulan, kecemaran, hawa nafsu, penyembahan berhala, sihir, perseteruan, perselisihan, iri hati, amarah, kepentingan diri sendiri, percideraan, roh pemecah, kedengkian, kemabukan, pesta pora dan sebagainya.” (Gal 5:19-21). Di sini masih disebut: dan sebagainya. Berarti masih dapat ditambah. Paulus melanjutkan: “Terhadap semuanya itu kuperingatkan kamu — seperti yang telah kubuat dahulu — bahwa barangsiapa melakukan hal-hal yang demikian, ia tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah.” (Gal 5:21). Berarti tak sampai tujuan peziarahan kita. Kepada umat Korintus Paulus masih menyebut bahwa supaya kita tetap terarah kepada Allah dan surga, tujuan hidup kita yang sejati, kita perlu disiplin diri seperti halnya seorang atlet. Paulus juga bicara tentang lari untuk mendapat mahkota abadi. Kepada umat Korintus Paulus menulis: “Tidak tahukah kamu, bahwa dalam gelanggang pertandingan semua peserta turut berlari, tetapi bahwa hanya satu orang saja yang mendapat hadiah? Karena itu larilah begitu rupa, sehingga kamu memperolehnya!” (1Kor 9:24). Ini anjuran kepada setiap orang Katolik di Korintus. Selanjutnya ia mengajak untuk menguasai diri seperti yang telah disebut dengan istilah disiplin diri: “Tiap-tiap orang yang turut mengambil bagian dalam pertandingan, menguasai dirinya dalam segala hal. Mereka berbuat demikian untuk memperoleh suatu mahkota yang fana, tetapi kita untuk memperoleh suatu mahkota yang abadi. Sebab itu aku tidak berlari tanpa tujuan dan aku bukan petinju yang sembarangan saja memukul. Tetapi aku melatih tubuhku dan menguasainya seluruhnya, supaya sesudah memberitakan Injil kepada orang lain, jangan aku sendiri ditolak.” (1Kor 9:25-27). Di Indonesia, orang sulit disiplin diri untuk tidak korupsi, karena dengan korupsi, itu cara mudah untuk menjadi kaya. Supaya tabah dapat menguasai diri atau berdisiplin diri, Paulus dengan mengambil istilah penguasaan diri, mengingatkan kita bahwa kita membutuhkan bantuan rahmat Allah, yang disebut karunia Roh Kudus, atau singkatnya Buah Roh. Paulus menyebut ada 9 buah Roh, dan yang disebut terakhir adalah penguasaan diri: “… buah Roh ialah: kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemah-lembutan, penguasaan diri”. (Gal 5:22-23). Disiplin diri untuk menyebut usaha kita pribadi, yang dibantu rahmat Allah menjadi kemampuan menguasai diri.
Berziarah Bersama Gereja
d. Peziarahan kita bersama-sama umat Katolik selingkungan, sewilayah, separoki, sekevikepan dan bahkan sekeuskupan, bersama masyarakat di mana kita tinggal dan hidup. Kita juga dapat berbicara mengenai peziarahan keuskupan kita masing-masing. Bagi Keuskupan Agung Semarang, yang merayakan ulang tahunnya yang ke-85 tahun ini, berarti sebagai keuskupan, peziarahan dimulai dari tahun 1940 ketika Indonesia masih dalam penjajahan Belanda. Uskup Pribumi dalam diri Mgr. Albertus Soegijapranata SJ telah disiapkan Vatikan untuk menghadapi perubahan zaman. Memang benar, dari tahun 1942-1945 Indonesia di bawah pemerintahan Jepang. Pemerintahan berakhir ketika Jepang dibom atom oleh Amerika. Maka Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945. Mgr. A. Soegijapranata SJ juga mencanangkan 100% Katolik dan 100% Patriot atau pencinta tanah air. Gereja Katolik mulai menyatakan peziarahannya bersama dengan Republik Indonesia yang berazaskan Pancasila. Yang sebelumnya (sejak tahun 1807) Gereja Katolik telah berbagi berkah bagi masyarakat lewat pemeliharaan anak-anak yatim piatu, karya pendidikan, kesehatan dan ketrampilan rumah tangga, sekarang diteruskan lagi. Bahkan Pemerintah RI mengizinkan Imam, Bruder dan Suster Belanda yang dibebaskan dari kamp tahanan Jepang boleh langsung berkarya di tempat semula, karena Pemerintah Indonesia sangat tahu sikap Gereja Katolik, meski agamanya dibawa oleh para missionaris Belanda, baik Imam, Bruder dan Suster. Tetapi kalau merdeka mereka memihak rakyat Indonesia yang telah lama mereka layani. Dalam periode sebelum kemerdekaan, peran penting pastor F. van Lith SJ sebagai pemikir ke depan sangat menonjol. Mewakili peran Gereja dalam masyarakat di bawah penjajahan Belanda ia sangat jelas menunjukkan ke mana Gereja berpihak, kepada siapa berbagi berkah. Ia menulis “Orang Jawa sekarang sudah mulai memandang Gereja Katolik sebagai kekuatan yang berdiri sendiri di luar nasionalisme Belanda. … Orang harus bertambah yakin bahwa Gereja Katolik menghendaki dan menuju perkembangan dan kemajuan bangsa Jawa sepenuh-penuhnya” (Sejarah Gereja Katolik IV hal. 239). Meski baru disebut bangsa Jawa, namun Pastor F. van Lith bercita-cita dari Jawa berkembang juga menjadi Nusantara. Ia mengatakan: “… tanah Jawa akan berkembang menjadi Hindia, ya menjadi seluruh Nusantara, akan menikmati kembali masa kejayaannya, dan akhirnya akan timbul, akan menduduki tempat terhormat di kalangan bangsa-bangsa” (ibid.). Gereja berziarah menyatu dengan bangsa dan negara yang dilayani, yaitu Indonesia. Sejak berdirinya Gereja di Indonesia 1807, Gereja berbagi berkah dengan langsung menangani anak-anak yatim piatu, sekaligus mendirikan sekolah. Bruder dan Suster yang ikut datang bersama imam-imam misionaris mendirikan sekolah, rumah sakit, karya kesehatan dan pendidikan ketrampilan, untuk ikut mencerdaskan, menyejahterakan rakyat miskin. Gereja dalam peziarahan tak pernah lupa membagi berkah. Mulai tahun 1902, mulailah wilayah-wilayah dipisahkan dari Gereja induk Jakarta (Batavia), dan menjadi keuskupan-keuskupan mandiri. Setelah selesai semua barulah wilayah Semarang dan Yogyakarta pada tahun 1940 dipisahkan dari Vikariat Apostolik Batavia dan berdiri sendiri. Sekarang telah berziarah membagi berkah selama 85 tahun.
Berziarah Bersama Yesus dan Roh Kudus
Syukurlah bahwa peziarahan umat Katolik bersama Gereja di dunia ini berarti juga disertai oleh Tuhan Yesus dan Roh Kudus. Tuhan Yesus dan Roh Kudus ikut serta berziarah mendampingi peziarahan kita. Tuhan Yesus dan Roh Kudus inilah justru andalan dan kekuatan kita, yang berkarya diam-diam tetapi nyata dalam Gereja. Tuhan Yesus yang adalah Allah Putra yang menjelma menjadi manusia 2 ribu tahun yang lalu telah menebus dosa kita dan mengalahkan kuasa dosa, sehingga siapapun yang berpaut pada-Nya, dalam peziarahan hidupnya di dunia ini tidak akan dikalahkan oleh godaan dunia yang ingin menghalangi peziarahan kita sampai tujuan. Dengan penjelmaan-Nya menjadi Manusia seperti kita, dan dengan sengsara, wafat dan kebangkitan-Nya, martabat kemanusiaan yang dinodai oleh dosa asal telah dipulihkan dan bahkan diangkat menuju martabat yang sangat luhur, yaitu kemanusiaan Yesus (bdk. GS 22). Setelah wafat di salib karena dosa kita, Ia bangkit mulia dan naik ke surga. Tetapi Yesus tidak meninggalkan kita di dunia. Sebelum naik ke surga Yesus berjanji bahwa Ia akan menyertai murid-murid-Nya sampai akhir zaman. Injl Matius mencatat demikian: “Yesus mendekati mereka dan berkata: “Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi. Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman.” (Mt 28:18-20).
Ternyata tidak hanya kehadiran Yesus yang telah mulia yang dikaruniakan kepada murid-murid-Nya. Sebelum sengsara, dalam Perjamuan Malam, Yesus telah membuat Korban Tubuh dan Darah-Nya, menjadi Sakramen Ekaristi. Termasuk Imamat Agung-Nya dihadirkan dalam diri para rasul, sehingga Korban Salib-Nya menyertai Gereja sepanjang masa. Kecuali itu setelah naik ke surga, Yesus juga mengutus Roh Kudus hinggap di atas para Rasul, dan berdirilah Gereja-Nya pada hari Pentakosta (bdk. Kis 2:1-13).
Penyertaan Yesus dan Roh Kudus inilah yang menjadi jaminan bahwa peziarahan umat-Nya akan sukses mencapai tujuan, yaitu mulia bersama Allah Bapa dalam Kristus, oleh Roh Kudus. Paulus menggambarkan penyertaan Yesus dan Roh-Nya, sampai mempengaruhi perilaku dan perbuatan kita supaya sesuai dengan ketetapan Allah. Kepada umat di Filipi Paulus menulis: “Hai saudara-saudaraku yang kekasih, kamu senantiasa taat; karena itu tetaplah kerjakan keselamatanmu dengan takut dan gentar, bukan saja seperti waktu aku masih hadir, tetapi terlebih pula sekarang waktu aku tidak hadir, karena Allahlah yang mengerjakan di dalam kamu baik kemauan maupun pekerjaan menurut kerelaan-Nya. Lakukanlah segala sesuatu dengan tidak bersungut-sungut dan berbantah-bantahan, supaya kamu tiada beraib dan tiada bernoda, sebagai anak-anak Allah yang tidak bercela di tengah-tengah angkatan yang bengkok hatinya dan yang sesat ini, sehingga kamu bercahaya di antara mereka seperti bintang-bintang di dunia, …” (Fil 2:12-15). Luar biasa. Kalau peziarahan kita tidak bercela, meski keadaan sekitar banyak dosa, itu karena Allah berkenan memengaruhi kemauan dan perbuatan kita. Sebelumnya karya Allah disebut sebagai yang memulai, tetapi juga yang menyelesaikan. “Aku mengucap syukur kepada Allahku karena persekutuanmu dalam Berita Injil mulai dari hari pertama sampai sekarang ini. Akan hal ini aku yakin sepenuhnya, yaitu Ia, yang memulai pekerjaan yang baik di antara kamu, akan meneruskannya sampai pada akhirnya pada hari Kristus Yesus.” (Fil 1:5-6).
Penutup
Maka sekali lagi perlu ditegaskan bahwa peziarahan hidup kita di dunia ini pasti berhasil, asal kita terbuka terhadap bimbingan Yesus dan Roh Kudus, karena kita berziarah bersama Tuhan Yesus dan Roh Kudus, yang berkenan juga berziarah di dunia bersama dengan Gereja-Nya, bersama dengan kita masing-masing. Karena rahmat-Nya, kita akan dapat disiplin diri dan karena kuasa Roh Kudus kita mempunyai keutamaan penguasaan diri, sehingga kita berlari mencapai mahkota surgawi, tujuan hidup kita yang sejati.