
Oleh BAPAK JULIUS KARDINAL DARMAATMADJA, SJ
Gereja mempunyai kebiasaan setiap 25 tahun diadakan Yubileum Biasa. Maka Paus Fransiskus pada tanggal 20 Mei 2024, Pesta Kenaikan Tuhan Yesus Kristus ke Surga, meresmikan bahwa tahun 2025 adalah tahun Yubileum dan dimulai dari malam Natal 24 Desember 2024 dengan membuka pintu suci dari Basilika St. Petrus. Penutupannya pada Hari Penampakan Tuhan pada tanggal 6 Januari 2026. Sedangkan tema Yubileum adalah “Harapan tidak akan mengecewakan” (Rom 5:5).
Apa itu Tahun Yubileum?
Tahun Yubileum adalah tahun rahmat. Tahun khusus untuk pengampunan dan rekosnsiliasi. Umat diundang untuk kembali pada hubungan (relasi) yang benar dengan Tuhan, dengan sesama dan dengan lingkungan hidup. Hubungan baik dengan Tuhan berarti mohon pengampunan dari dosa-dosa kita dan selanjutnya mengembangkan bhakti kasih dan setia kepada kehendak-Nya. Kepada sesama berarti saling mengampuni dan mengasihi, hidup dalam damai. Kepada lingkungan hidup, berarti memulihkan apa yang telah kita rusakkan. Mengolah sampah menjadi berkah. Berupaya menyuburkan tanah dengan tanaman yang menghijaukan. Bahkan zaman dulu ada yang membiarkan tanah dan sawahnya tidak ditanami selama tahun Yubileum. Tidak ditanami supaya kemampuan tanah pulih, setelah 25 tahun dimanfaatkan hasilnya.
Yubileum tahun 2025
Pada tahun Yubileum 2025 ini, Paus Fransiskus berharap pada setiap umat beriman agar Yubileum ini menjadi saat perjumpaan pribadi yang tulus dengan Tuhan kita Yesus, yang menjadi “pintu” (bdk. Yoh 10:7-9) dari keselamatan kita, yang ditugaskan bagi Gereja untuk mewartakannya selalu, di manapun juga kepada semua orang sebagai “harapan kita (1 Tim 1:1) Lihat Bulla Spes Non Confundit No. 1. Bagi semua yang merayakan, semoga Yubileum menjadi kesempatan untuk membarui “harapan” kita. (Ibid.). Maka tema yang dipilih adalah kita ini “peziarah harapan” dan yakin bahwa “harapan tidak akan mengecewakan” (Rom 5:5).
Menyambut tahun Yubileum 2025
Maka ada beberapa hal yang dapat kita dalami, kalau kita mau manyambut Tahun Yubileum 2025 dengan baik.
- Pertama, tentu bersyukur dan berterima kasih kepada Tuhan, karena Tahun Yubileum adalah tahun rahmat. Simbolnya adalah dibukanya pintu suci di Basilika Santo Petrus. Para peziarah yang melewati pintu suci dengan mendoakan ujud-ujud Bapa Suci, menerima sakramen pengampunan dosa dan menerima komuni suci, dapat menerima pembebasan penuh dari siksaan sementara dari dosa yang telah diampuni lewat sakramen pengampunan dosa. Sehingga kalau dia meninggal dunia setelah itu, dia langsung naik surga, tanpa perlu dimurnikan di api penyucian. Itu yang sering disebut dengan istilah: menerima indulgensi penuh atau penghapusan siksa-siksa sementara (temporal) secara penuh dari dosa yang telah diampuni lewat sakramen pangampunan dosa. Di sini kita diingatkan pada ajaran Gereja bahwa setiap dosa yang tidak berat dan telah diampuni lewat sakramen pengampunan dosa, masih ada siksaan temporal/sementara yang melekat. Dalam KGK 1471 tercatat: “Apakah Indulgensi itu? Indulgensi adalah penghapusan dari siksa-siksa temporal di depan Allah untuk dosa-dosa yang telah diampuni.” Dengan menerima indulgensi, maka kalau orang meninggal, ia tidak masuk ke api penyucian, untuk memurnikan dia sebelum bersatu hidup dengan Allah yang mulia di surga. Kalau tidak menerima indulgensi, kalau orang meninggal, dia masuk ke api penyucian. “Penyucian ini membebaskan dari apa yang orang namakan ‘siksa dosa sementara’. … siksa ini tidak boleh dipandang sebagai semacam dendam yang Allah kenakan dari luar, tetapi sebagai sesuatu yang muncul dari kodrat dosa itu sendiri.” (ibid.). Untuk menjelaskan bagaimana siksa dosa itu melekat pada dosa itu sendiri, mungkin gambarannya berdosa itu umpama seperti orang yang naik motor melanggar aturan lalu-lintas dikejar polisi, jatuh sampai luka-luka. Dia diampuni kesalahannya, dengan membayar denda, tetapi luka-lukanya masih harus diobati supaya sembuh. Indulgensi ini juga dapat dimohonkan untuk orang lain yang telah meninggal dunia. Kemungkinan ini terbuka karena yang namanya ‘persekutuan orang kudus’ itu terdiri dari orang kudus yang ada di surga, yang masih di api penyucian, dan kita yang masih hidup di dunia. “Oleh karena umat beriman yang telah meninggal yang masih ada pada jalan penyyucian adalah juga anggota-anggota persekutuan para kudus ini, maka kita antara lain dapat membantu mereka dengan memperoleh indulgensi bagi mereka. Dengan demikian dihapuskan siksa dosa sementara para orang mati di purgatorium (api penyucian).” (KGK 1479). Kecuali itu pertobatan yang lahir dari cinta yang menyala-nyala, dapat mengakibatkan penyucian pendosa secara menyeluruh, sehingga tidak ada siksa dosa lagi yang harus dipikul. (bdk. Ibid). Begitu besar karunia Allah, bahwa siksa dosa yang terkumpul selama 25 tahun dihapuskan dalam Tahun Yubileum 2025. Kita menyambut Tahun Yubileum dengan gembira penuh syukur dan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya, karena ini berarti pemulihan hubungan kasih dengan Allah yang Maha Rahim. Tempat-tempat untuk menerima indulgensi Yubileum adalah Gereja Katedral dan gereja lainnya yang ditentukan oleh Uskup setempat. Demikian juga tempat-tempat peziarahan umat yang ditunjuk oleh Bapak Uskup.
- Kita selayaknya menyambut Tahun Yubileum dengan tobat yang sejati. Yang berarti juga berniat teguh untuk selanjutnya hidup lebih baik dari sebelumnya. Allah Bapa telah mendahului mengutus Allah Putra menjelma menjadi Manusia Yesus dua puluh abad lebih yang lalu untuk menebus dosa manusia. Ditambah jasa-jasa Bunda Maria dan semua orang kudus. Ini semua adalah ‘harta pusaka Gereja’ (bdk KGK 1476) yang pada Tahun Yubileum dibuka dengan diperagakan oleh Paus Fransiskus membuka Pintu Suci Basilika Santo Petrus. Mengalirlah secara melimpah rahmat penyucian serta penyilihan atas dosa-dosa kita yang sumbernya adalah Kristus sendiri yang telah memberikan silih atas dosa-dosa kita, dan lewat Gereja disampaikan kepada umat-Nya. Kalau Allah sudah mendahului berbuat kasih begitu rupa, selayaknya dari pihak kita sebagai umatnya, menyambut Tahun Yubileum 2025 dengan pertobatan sejauh-jauhnya, disertai remuk redamnya hati kita dan usaha memberi silih juga dengan pantang, puasa dan bentuk-bentuk matiraga lainnya. Dengan rahmat Allah yang melimpah kita pasti bisa membuat diri kita bertobat sejauh-jauhnya dan sungguh menjadi manusia baru. Kita bangun relasi kita dengan Tuhan sesuai dengan kehendak-Nya. Semoga Roh Kudus membimbing kita untuk selama Tahun Yubileum ini, kita mengembangkan cinta bhakti kita kepada Yesus yang mendahului mencintai dan mengorbankan Diri untuk kita.
- Dengan tobat dan penyesalan yang sama, kita bangun secara baru relasi kita dengan sesama. Terlebih dengan mereka yang sehari-harinya berinteraksi dengan kita. Hubungan kasih dalam keluarga kita perbarui dari retak-retak, gesekan-gesekan dan kurangnya kepercayaan satu dengan yang lain. Syukur jika rekonsiliasi yang penuh ini membuat kasih dalam keluarga pulih seperti pada awal-awal berkeluarga. Demikian juga hubungan kita dengan tetangga kita perbarui menjadi hubungan persaudaraan yang erat. Kalau ada kesalahan kita saling mohon ampun. Mengingat anjuran Paus Fransiskus yang berkunjung ke Indonesia, hendaknya kita kuat dalam iman, terbuka dalam berelasi dengan sesama untuk membangun persaudaraan yang sejati dan berdialog, dekat dengan sesama dengan semangat belarasa. Kita bangun persaudaraan antar umat beriman menjadi Umat Basis Kristiani, sekaligus membangun Umat Basis setempat di tengah masyarakat. Umat Basis yang dibangun dengan kasih sejati dengan berbelarasa dengan saudara-saudari kita yang miskin, sendirian, menderita dan difabel. Kita bangun persaudaraan kita sedemikian rupa sehingga tidak ada yang kelaparan, yang sakit mendapatkan perawatan, yang meninggal mendapatkan pendampingan yang hangat. Yang tak dapat kita jangkau kita doakan. Maka mari kita doakan para migran atau pengungsi, sehingga mereka menemukan tempat untuk memulai hidup barunya. Kita doakan agar perdagangan manusia dengan segala bentuknya dapat dihentikan. Kita hapus segala bentuk kekerasan, baik fisik maupun psikis. Kita kutuk perang dengan perdagangan senjata nuklirnya.
- Telah lama kita memiskinkan bahkan merusak lingkungan hidup, rumah kita bersama. Gejala pemanasan bumi dengan perubahan iklimnya telah terasa dan banyak bencana alam telah bermunculan. Mari kita pulihkan lingkungan hidup kita. Kita buat sampah menjadi berkah. Sampah yang organik kita jadikan pupuk. Sampah plastik kita kumpulkan dan kita olah menjadi barang-barang yang berguna. Kita hijaukan pekarangan kita dengan kita tanami pohon-pohon yang berbuah atau pohon yang dapat kita manfaatkan kayunya. Kita buat selokan-selokan menjadi bersih airnya karena sampah sudah kita kelola. Pupuk yang kita pakai semakin banyak dari pupuk kompos dan makin kita kurangi pupuk buatan yang tidak menyuburkan tanahnya; bahkan sebaliknya memiskinkan tanah, membuat tergantung pada pupuk buatan. Kita subur dan kembangkan hutan bakau di pantai. Lahan yang dapat ditanami pohon hendaknya tidak dibiarkan kosong. Hutan kita perlu kita jaga dan bukannya digunduli. Yang sudah terlanjur digunduli sekarang perlu ditanami pepohonan lagi supaya pulih. Sehingga akar-akar pepohonan dapat menahan air agar tanah tidak longsor pada musim hujan, dan air ditahan di tanah menjadi sumber-sumber air bagi kebutuhan ternak dan manusia. Para penambang perlu dikenakan kewajiban untuk memulihkan lahan tambang menjadi kembali seperti semula, yaitu tanah yang rimbun bertanaman hijau. Tak bosan-bosan kita teriakkan terus: penghijauan, penghijauan, penghijauan. Udara kita juga agar bersih dari macam-macam polusi. Paus Fransiskus dalam Tahun Yubileum ini mengharapkan agar kita manusia hidup di bumi ini sebagai peziarah, bukannya sebagai tuan atau penguasa yang bisa semena-mena. Indonesia menyebutnya ibu pertiwi. Kalau kita menghormati bumi, langit dan lautan sebagai ibu, kita justru akan mengalami kebaikan dan kasihnya kepada kita. Kita menyambut Tahun Yubileum 2025 dengan kembali pada hubungan (relasi) yang benar dengan Tuhan, dengan sesama dan dengan lingkungan hidup. Kita mohon pengampunan dari Tuhan atas dosa-dosa kita dan selanjutnya mengembangkan bhakti kasih dan setia kepada kehendak-Nya. Kepada sesama saling mengampuni dan mengasihi, kita hidup dalam damai. Kepada lingkungan hidup, kita memulihkan apa yang telah kita rusakkan. Sebaliknya kita menyuburkan tanah dengan tanaman yang menghijaukan.
- Akhirnya Paus Fransiskus dalam Tahun Yubileum 2025 ini mengharapkan agar kita mendalami tema yang dipilih yaitu: kita ini “peziarah harapan” dan yakin bahwa “harapan tidak akan mengecewakan” (Rom 5:5). Maka kita menyambut Tahun Yubileum dengan mendalami apa arti harapan sesuai anjurannya dalam Bulla Yubileum 2025 ini, dan membangun diri menjadi pribadi beriman sebagai peziarah harapan. Hidup kita di dunia harus kita hayati sebagai peziarah yang sedang berjalan menuju tujuan kita diciptakan, yaitu hidup mulia di surga bersama Alah, dibimbing oleh harapan yang pasti bahwa kita sampai ke tujuan tersebut.
a. Apa tujuan hidup kita?
Manusia diciptakan untuk memuji, menghormati dan mengabdi Allah, dan dengan demikian menyelamatkan jiwanya (Latihan Rohani No. 23) atau hidup mulia di surga menyatu hidup dengan Allah dalam Yesus Kristus oleh Roh Kudus. Orang Jawa merumuskan, kita ini dari Allah dan kembali kepada Allah. Lahir karena diciptakan Allah, hidup dan berkembang karena daya cipta Allah, akhirnya mati dan kembali menyatu dengan Allah. Tujuan hidup adalah Allah sendiri. Hidup kita di dunia adalah suatu peziarahan, perjalanan menuju Allah. Dalam peziarahan kita dituntun oleh harapan yang pasti.
b. Mengapa harapan kita pasti?
Harapan di sini bukan sembarangan harapan, seperti mengharapkan akan lulus ujian, harapan supaya hari Minggu tidak hujan, karena ingin pergi ke Gereja. Harapan yang kita bicarakan di sini adalah harapan akan hidup mulia di surga pada akhir hidup kita, yaitu mulia bersama Bapa dalam Yesus Kristus oleh Roh Kudus.
Harapan itu pasti. Karena justru itu yang dikehendaki Bapa dan itu yang telah diusahakan oleh Yesus dengan menebus dosa kita. Roh Kudus pun telah dicurahkan untuk membimbing dan menguatkan kita yang beriman dan dibaptis. Paulus merumuskan demikian: “Sebab itu, kita yang dibenarkan karena iman, kita hidup dalam damai sejahtera dengan Allah oleh karena Tuhan kita, Yesus Kristus. Oleh Dia kita juga beroleh jalan masuk oleh iman kepada kasih karunia ini. Di dalam kasih karunia ini kita berdiri dan kita bermegah dalam pengharapan akan menerima kemuliaan Allah.” (Rom: 5:1-2) ….. “Dan pengharapan tidak mengecewakan, karena kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita.” (Rom 5:5. Lihat Bulla no. 2)
Bahkan, meskipun dalam perjalanan hidup ada banyak cobaan, perderitaan dan lainnya untuk dapat setia dalam iman, namun itu tidak mengurangi ketabahan dan ketekunan untuk tetap setia. Paulus menulis: “Kita malah bermegah juga dalam kesengsaraan kita, karena kita tahu, bahwa kesengsaraan itu menimbulkan ketekunan, dan ketekunan menimbulkan tahan uji dan tahan uji menimbulkan pengharapan.” (Rom 5:3-4. Lihat Bulla no. 2)
Jadi harapan yang pasti tadi lahir dan dasarnya adalah cinta Tuhan yang keluar dari hati Yesus yang ditusuk oleh tombak dan mengalirkan darah dan air ketika tergantung di salib (Bulla No. 3). Paulus menulis: “Sebab jikalau kita, ketika masih seteru (belum beriman dan belum dibaptis), diperdamaikan dengan Allah oleh kematian Anak-Nya, lebih-lebih kita, yang sekarang telah diperdamaikan (karena iman dan baptis), pasti akan diselamatkan oleh hidup-Nya!” (Roma 5:10). Hidup Yesus ini terungkap dalam kehidupan kita, dimulai sejak baptis, berkembang dalam keterbukaan terhadap rahmat Allah dan dimeriahkan oleh harapan yang selalu diperbarui dan diteguhkan oleh karya Roh Kudus. Semoga pemahaman kita terhadap harapan kita diperbarui dan diperdalam selama kita menyambut secara aktif Tahun Yubileum 2025.
Kecuali itu, kita para peziarah pengharapan, pada Tahun Yubileum ini juga diharapkan menjadi tanda pengharapan yang nyata bagi saudara-saudari yang membutuhkan dukungan agar tetap berpengharapan. Mereka ini umpama yang sakit, orang dalam penjara, orang lanjut usia yang kesepian, atau orang difabel.
Akhir kata
Contoh paling utama bagi kita semua, peziarah harapan adalah Bunda Maria. Maria mengalami misteri masa depan Putra-Nya. Dia menyimpan dalam hati setiap misteri anak-Nya. Mulai apa yang dikatakan Malaikat Gabriel yang memberi kabar bahwa ia akan mengandung. Lalu nubuat Simeon di Kenisah dan akhirnya Yesus ditangkap, diadili, sengsara dengan mahkota duri, memanggul salib dan akhirnya wafat di salib. Masihkah Dia akan bangkit? Bunda Maria tetap menyimpan dalam hati kata-kata Yesus “bahwa Anak Manusia harus menanggung banyak penderitaan dan ditolak oleh tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh dan bangkit sesudah tiga hari” (Mrk 8:31). Dan pada hari ke-3 Yesus yang bangkit mengunjungi ibu-Nya. Maria peziarah harapan yang unggul, doakanlah kami!