Renungan Harian 9 April 2025

Dalam Dan 3: 14-20.24-25.28 dikisahkan: “Pada waktu itu, berkatalah Nebukadnezar, raja Babel, kepada Sadrakh, Mesakh dan Abednego: “Apakah benar bahwa kamu tidak memuja dewaku dan tidak menyembah patung emas yang kudirikan itu? Sekarang, jika kamu bersedia, ketika kamu mendengar bunyi sangkakala, seruling, kecapi, rebab, gambus, serdam dan berbagai-bagai jenis bunyi-bunyian, sujudlah menyembah patung yang kubuat itu! Sebaliknya, jika kamu tidak menyembah, kamu akan dicampakkan seketika itu juga ke dalam perapian yang menyala-nyala. Dan dewa manakah yang dapat melepaskan kamu dari dalam tanganku?”

Lalu mereka menjawab: “Tidak ada gunanya kami memberi jawab kepada tuanku dalam hal ini. Jika Allah kami yang kami puja sanggup melepaskan kami, Ia akan melepaskan kami dari perapian yang menyala-nyala itu, dan dari dalam tanganmu, ya raja; tetapi seandainya tidak, hendaklah tuanku mengetahui, ya raja, bahwa kami tidak akan memuja dewa tuanku, dan tidak akan menyembah patung emas yang tuanku dirikan itu.”

Maka meluaplah kegeraman Nebukadnezar, air mukanya berubah terhadap mereka. Lalu diperintahkannya supaya perapian itu dibuat tujuh kali lebih panas dari yang biasa. Kepada beberapa orang yang sangat kuat dari tentaranya dititahkannya untuk mengikat mereka dan mencampakkan mereka ke dalam perapian yang menyala-nyala itu.

Kemudian terkejutlah raja Nebukadnezar lalu bangun dengan segera; berkatalah ia kepada para menterinya: “Bukankah tiga orang yang telah kita campakkan dengan terikat ke dalam api itu?” Jawab mereka kepada raja: “Benar, ya raja!” Katanya: “Tetapi ada empat orang kulihat berjalan-jalan dengan bebas di tengah-tengah api itu; mereka tidak terluka, dan yang keempat itu rupanya seperti anak dewa!”

Berkatalah Nebukadnezar: “Terpujilah Allahnya Sadrakh, Mesakh dan Abednego! Ia telah mengutus malaikat-Nya dan melepaskan para hamba-Nya, yang telah menaruh percaya kepada-Nya, dan melanggar titah raja, dan yang menyerahkan tubuh mereka, karena mereka tidak mau memuja dan menyembah allah manapun kecuali Allah mereka.

Yohanes dalam injilnya (Yoh 8: 31-42) mewartakan: “Sekali peristiwa, Yesus berkata kepada orang-orang Yahudi yang percaya kepada-Nya: “Jikalau kamu tetap dalam firman-Ku, kamu benar-benar murid-Ku dan kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu.” Jawab mereka: “Kami adalah keturunan Abraham dan tidak pernah menjadi hamba siapapun. Bagaimana Engkau dapat berkata: Kamu akan merdeka?” Kata Yesus: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya setiap orang yang berbuat dosa, adalah hamba dosa. Dan hamba tidak tetap tinggal dalam rumah, tetapi anak tetap tinggal dalam rumah.

Jadi apabila Anak itu memerdekakan kamu, kamu pun benar-benar merdeka.” “Aku tahu, bahwa kamu adalah keturunan Abraham, tetapi kamu berusaha untuk membunuh Aku karena firman-Ku tidak beroleh tempat di dalam kamu. Apa yang Kulihat pada Bapa, itulah yang Kukatakan, dan demikian juga kamu perbuat apa yang kamu dengar dari bapamu.” Jawab mereka: “Bapa kami ialah Abraham.” Kata Yesus: “Jikalau sekiranya kamu anak-anak Abraham, tentulah kamu mengerjakan pekerjaan yang dikerjakan oleh Abraham, tetapi yang kamu kerjakan ialah berusaha membunuh Aku.

Aku, seorang yang mengatakan kebenaran kepadamu, yaitu kebenaran yang Kudengar dari Allah; pekerjaan yang demikian tidak dikerjakan oleh Abraham. Kamu mengerjakan pekerjaan bapamu sendiri.” Jawab mereka: “Kami tidak dilahirkan dari zinah. Bapa kami satu, yaitu Allah.” Kata Yesus: “Jikalau Allah adalah Bapamu, kamu akan mengasihi Aku, sebab Aku keluar dan datang dari Allah. Dan Aku datang bukan atas kehendak-Ku sendiri, melainkan Dialah yang mengutus Aku.

Hikmah yang dapat kita petik:

Satu, Sadrakh, Mesakh dan Abednego percaya bahwa Allah mereka adalah Allah yang hidup dan benar. Tidak ada Allah lain yang layak disembah kecuali Dia. Maka, mereka berani menolak perintah raja yaitu menolak untuk menyembah berhala dengan risiko mereka dibakar hidup-hidup. Ternyata mereka tidak mati terbakar. Kenyataan itu membuat raja terkejut dan kemudian mengakui Allah mereka dan kuasa-Nya.

Dari cerita itu, bisa dikatakan bahwa Allah amat mampu mengubah tempat kematian/derita menjadi pintu masuk ke kepercayaan. Allah adalah Allah yang membela kehidupan dan memurnikan orang dari kejahatan.

Dua, diwartakan bahwa, a) orang-orang Yahudi makin tidak mengerti maksud perkataan Yesus bahwa orang yang berbuat dosa adalah hamba dosa, b) Yesus datang dari Allah dan mengerjakan apa yang dikerjakan Bapa-Nya, c) pertentangan antara Yesus dengan mereka semakin tajam, akibat kebencian yang makin memuncak lalu mereka bersepakat hendak membunuh Dia.

Hilangnya pengaruh, merasa tersinggung oleh kata-kata Yesus, serta iri hati akan kuasa dan popularitas, menyebabkan mereka tega untuk melakukan tindak kekerasan. Hendaklah kita sadari bahwa lebih mudah menyalahkan orang lain daripada mengakui kesalahan dan kelemahan diri sendiri. Amin.

Mgr Nico Adi MSC

Bagikan:

Recommended For You

About the Author: redinspirasi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *