Berjalan Bersama sebagai Peziarah Pengharapan

Teks kunci untuk Tahun Yubileum 2025, menurut Uskup Pangkalpinang Mgr Adrianus Sunarko OFM ada pada injil Lukas yang menggambarkan misi Yesus.  “Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang tertindas, untuk memberitakan tahun Rahmat Tuhan telah datang” (Luk 4:18-19; bdk. Yes 61:1-2).

Dalam seminar Yubileum 2025 Keuskupan Pangkalpinang di GOR SMA Yos Sudarso, Batam, 27 Januari 2025 secara hibrida,  Mgr Sunarko menyampaikan, Yubileum berasal dari kata ‘Yobel’ yang berarti sebenarnya terompet domba jantan yang dibunyikan sebagai pengumuman dimulainya hari pendamaian. “Itu dikaitkan dengan kitab Imamat 25:8-13. Jadi itu sebenarnya terompet domba jantan yang dibunyikan untuk mengumumkan dimulainya hari perdamaian atau hari keselamatan,” katanya. Maka, menurutnya, Tahun Yubileum dirayakan sebagai sebuah kesempatan untuk membangun kembali hubungan yang benar dengan Tuhan, hubungan dengan sesama, dan dengan ciptaan.

Menurutnya, dicanangkannya  Tahun Yubileum “agar kita menjadi tanda pengharapan, (pembawa damai, semangat hidup dan kesediaan berbagi) bagi yang membutuhkan (Spes non Confundit, 8-15).

Pintu Suci adalah salah satu simbol utama yang digunakan dan merupakan tanda paling khas. “Tujuan utama dari pintu adalah untuk dilintasi, tempat lewat. Tapi tentu kita melihatnya dalam konteks Yesus Kristus sendiri yang pernah mengatakan “Akulah pintu, barang siapa masuk melalui Aku, ia akan selamat dan ia akan masuk dan keluar dan menemukan padang rumput”,” katanya seraya mengatakan, “melewati Pintu Suci mengungkapkan keputusan kita untuk mengikuti Yesus”.

Menurutnya, kalau memasuki pintu itu, kita diharapkan sambil berdoa untuk memperbarui persekutuan, menyambut perdamaian, pengampunan, menyambut sesama yang lain sebagai sahabat dan murid-murid Yesus. “Jalan masuk juga punya makna sebagai jalan masuk ke dalam Gereja ya. Bagi komunitas Gereja bukan hanya sebuah ruang suci yang harus didekati dengan rasa hormat, tetapi juga tanda persekutuan yang diikuti setiap umat beriman pada Kristus, tempat pertemuan dan dialog, rekonsiliasi, perdamaian yang menanti kunjungan setiap peziarah,” imbuh Mgr Sunarko dalam seminar bertema “Berjalan Bersama sebagai Peziarah Pengharapan” itu.

Paus Fransiskus dalam Bulla Spes Non Confundit (Pengharapan tidak Mengecewakan) berharap, “Bagi semua orang, semoga Yubileum ini menjadi momen perjumpaan pribadi yang sejati dengan Tuhan Yesus, “pintu” (lih. Yoh 10:7,9) keselamatan kita, yang selalu diwartakan oleh Gereja, di mana saja dan kepada semua orang sebagai “pengharapan kita” (1 Tim 1:1).”

Perbedaan optimisme dan harapan

Dalam Bulla Spes Non Confundit, Paus menyampaikan bahwa pengharapan tidak mengecewakan. Namun, kerap ada salah pengertian antara harapan dengan optimis. “Orang itu optimis, ini untuk menjelaskan harapan itu, kalau berdasarkan perhitungan-perhitungan manusiawi memang ada banyak tanda-tanda positif. Uang kita cukup SDM-nya mantap-mantap, ya, kehadiran umat tinggi. Suasana dunia bagus. Maka kita optimis. Tapi kalau situasi mulai buruk, keadaan masyarakat mulai buruk, uang kita kurang, SDM kita lemah, optimisme berubah menjadi pesimis. Kita lalu pesimis. Nah, harapan lebih dalam dari itu dalam arti begitu. Kalaupun situasinya buruk, SDM kita kurang, sumber daya keuangan kurang, situasi masyarakat buruk, umat tidak rukun satu sama lain, banyak tantangan dan kesulitan, tapi kita tetap tidak putus asa. Nah, itu harapan,” kata Mgr Sunarko memberi ilustrasi.

Menurutnya, harapan itu masih ada kalau dasar-dasar perhitungan manusiawinya sebenarnya buruk. “Harapan ini pertama-tama sebuah anugerah ilahi dari Tuhan sendiri. Roh Kuduslah yang memberikan itu kepada kita ya, sebuah misteri. Memang salah satu contoh yang diberikan adalah para martir ya yang mengalami siksaan demikian hebat oleh musuh-musuh tapi tidak putus asa. Pesimis mungkin iya karena situasi buruk ya, tapi tidak kehilangan harapan. Beberapa kali Paus mencoba menjelaskan itu, mengingatkan  bahwa memang yang namanya harapan itu adalah sebuah anugerah dari Tuhan, maka yang perlu kita juga mohonkan dalam doa-doa,” katanya.

Ia menambahkan, melalui kehadiran yang abadi dalam kehidupan Gereja peziarah, Roh Kudus menerangi semua orang beriman dengan cahaya pengharapan.

“Kita sendiri mungkin juga bertanya ya, dalam situasi-situasi tertentu di mana kita lemah, kita tidak melihat masa depan, tapi tidak kehilangan harapan, tidak putus asa begitu ya. Itu penjelasan teologisnya adalah karena Roh Kudus yang menerangi,” katanya.

Paulus, sambungnya pernah menyampaikan, kita bermegah juga dalam kesengsaraan karena kita tahu bahwa kesengsaraan itu menimbulkan ketekunan, ketekunan menimbulkan tahan uji, tahan uji menimbulkan pengharapan (Rm 5:3-34).

Meski berada dalam situasi tidak ideal, kita tidak putus asa. Itulah harapan. “Harapan itu ada karena Roh Kudus yang diberikan ke dalam diri kita,” kata Mgr Sunarko.

Paus Fransiskus menyampaikan,…di balik kegelapan kita melihat sekilas cahaya: kita menyadari bahwa evangelisasi ditopang oleh kuasa yang mengalir dari salib dan kebangkitan Kristus. Dengan cara ini, kita belajar mempraktikkan suatu kebajikan yang erat kaitannya dengan harapan, yaitu kesabaran. (SNC 4). “Memang ada satu sisi yang dikatakan Paus Fransiskus berkaitan dengan harapan itu ada keutamaan lain yang disebut kesabaran, kesanggupan menanggung penderitaan,” kata Mgr Sunarko.

Meski demkian, “Kesabaran, salah satu buah Roh Kudus, menopang pengharapan kita dan memperkuatnya sebagai suatu kebajikan dan cara hidup. Semoga kita belajar untuk sering berdoa memohon rahmat kesabaran, yang merupakan buah dari harapan sekaligus landasan kokohnya. (SNC 4).

Tanda-Tanda Adanya Harapan

Menurut  Mgr Sunarko, Paus juga menyampaikan tanda-tanda harapan. Pertama, adanya harapan dan keinginan akan perdamaian, meskipun ada situasi banyak perang. “Bahwa manusia masih punya kerinduan akan perdamaian itu tanda harapan, tanda-tanda harapan. Kendati ada banyak konflik dan perang, bahwa orang masih punya keinginan akan itu, maka itu juga tanda harapan,” katanya.

Kedua, menatap masa depan dengan harapan memiliki semangat hidup dan kesiapan untuk berbagi (SNC 9). “Kalau masih ada kerelaan untuk berbagi satu sama lain, nah itu tanda harapan. Saya mungkin pernah mengatakan ya, bahwa beberapa waktu lalu membaca sebuah survei di Kompas yang dilakukan oleh sebuah lembaga internasional tentang tingkat kedermawanan masyarakat. Indonesia dalam hal itu ranking satu,” Mgr Sunarko.

Menurutnya, dalam survei itu, tingkat kedermawanan itu ranking satu berturut-turut dari tahun ke tahun. “Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang rela berbagi. Selain berbagi dalam bentuk uang, dana tapi juga di situ kriterianya membagikan waktu, memberi waktu untuk orang lain yang membutuhkan. Jadi, itu tanda-tanda harapan. Kalau masyarakatnya atau Gereja kita adalah Gereja di mana kita semua punya kerelaan untuk berbagi, itu tanda hidupnya harapan,” katanya.

Paus juga berharap selama tahun Yubileum ini, kita dipanggil untuk menjadi tanda harapan bagi para tahanan. “Selama Tahun Suci, kita dipanggil untuk menjadi tanda harapan nyata bagi saudara-saudari yang mengalami berbagai kesulitan. Saya berpikir tentang para tahanan yang, karena dirampas kebebasannya setiap hari merasakan keras dan ketatnya penahanan, kurangnya kasih sayang dan kurangnya rasa hormat terhadap diri mereka sendiri.” (SNC 10).

Paus juga menekankan hal ini, “Di setiap belahan dunia, umat beriman, dan khususnya para gembala harus menjadi pihak yang menuntut kondisi yang bermartabat bagi mereka yang berada di penjara, penghormatan terhadap hak asasi mereka dan yang terpenting adalah penghapusan hukuman mati, sebuah ketentuan yang bertentangan dengan iman Kristen dan salah satu yang menghilangkan semua harapan pengampunan dan rehabilitasi.” (SNC 10)

Paus juga berharap dalam Tahun Yubileum ini, kita memberi perhatian pada yang sakit. “Tanda-tanda harapan hendaknya juga diperlihatkan kepada orang sakit, di rumah atau di rumah sakit”. (SNC 11).

Paus juga berharap kita memberi tanda harapan dengan perhatian pada mereka yang berada dalam situasi sulit. “Perhatian inklusif juga harus diberikan kepada semua orang yang berada dalam situasi sulit, yang mengalami kelemahan dan keterbatasan mereka sendiri, terutama mereka yang terkena penyakit atau kecacatan yang sangat membatasi kemandirian dan kebebasan pribadi mereka. Kepedulian yang diberikan kepada mereka adalah sebuah himne untuk martabat manusia, sebuah lagu harapan yang menyerukan partisipasi paduan suara dari masyarakat secara keseluruhan”. (SNC 11).

Para migran pun, bagi Paus, mesti mendapat tanda-tanda harapan.  “Tanda-tanda harapan juga harus ada bagi para migran yang meninggalkan tanah air mereka untuk mencari kehidupan yang lebih baik bagi diri mereka sendiri dan keluarga mereka. Harapan mereka tidak boleh digagalkan oleh kecurigaan dan penolakan. Semangat menyambut, yang mencakup setiap orang dengan menghormati martabatnya, harus dibarengi dengan rasa tanggung jawab, jangan sampai ada orang yang diingkari haknya untuk hidup bermartabat. Orang-orang buangan, orang-orang yang terlantar dan pengungsi, yang terpaksa pindah karena ketegangan internasional untuk menghindari perang, kekerasan dan diskriminasi harus diberikan jaminan keamanan dan akses terhadap pekerjaan dan pendidikan, sarana yang mereka perlukan untuk menemukan tempat mereka dalam konteks sosial yang baru.” (SCN 13).

Tanda-tanda harapan itu juga mesti diberikan kepada kaum muda. “Tanda-tanda harapan juga dibutuhkan oleh mereka yang merupakan perwujudan pengharapan yaitu kaum muda.” (SNC 12)

Demikian pula pada para lansia, tanda-tanda harapan itu mesti ditampakkan. “Para lansia, yang sering merasa kesepian dan ditinggalkan juga berhak mendapatkan tanda-tanda harapan.” (SCN 14)

Selain itu, tanda harapan juga disampaikan pada yang miskin. “Saya mohon dengan sepenuh hati agar harapan diberikan pada miliaran orang miskin, yang seringkali kekurangan kebutuhan pokok dalam hidup.” (SCN 15).

Menurut Paus Fransiskus, “pengharapan, bersama dengan iman dan kasih, merupakan tiga bagian yang menyatu (triptych) dari “keutamaan teologis” yang mengungkapkan inti kehidupan Kristiani (lih. 1 Kor 13:13; 1 Tes 1:3). Dalam kesatuannya yang tak terpisahkan, pengharapan adalah keutamaan yang bisa dikatakan memberikan arah dan tujuan batin bagi kehidupan orang beriman (SCN 18).

Paus Fransiskus berharap, “…kita perlu “berlimpah dalam pengharapan” (lih. Rom 15:13), sehingga kita dapat memberikan kesaksian yang dapat dipercaya dan menarik tentang iman dan kasih yang berdiam di dalam hati kita: agar iman kita bergembira dan amal kita bersemangat, dan agar kita masing-masing dapat memberikan senyuman, sikap persahabatan yang kecil, pandangan yang ramah, telinga yang siap mendengarkan, perbuatan baik. Dalam Roh Yesus, hal-hal ini dapat menjadi benih harapan yang kaya bagi mereka yang menerimanya.” (SCN 18)

“Harapan itu anugerah dari Tuhan, iman, tapi juga akan berkembang kalau kita sering melakukan tindakan cinta kasih. Iman kita hendaknya bergembira. Amal kita hendaknya bersemangat. Itulah dua sayap untuk mengembangkan harapan iman, harapan dan kasih,” ujar Mgr Sunarko.

Paus Fransiskus menegaskan dalam Roh Yesus, hal-hal sederhana itu dapat menjadi benih harapan yang kaya bagi mereka yang menerimanya. “Bukan karena kita yang hebat, tapi tindakan-tindakan kecil itu, senyum, ramah, berbagi waktu. Itu berkat karya Roh Yesus, akan menjadi benih harapan yang kaya bagi mereka yang menerimanya. Saya kira itu dua aspek penting yang beliau sampaikan dalam Spes Non Confundit untuk mengaitkan antara iman, harapan dan kasih. Jadi harapan yang di satu pihak anugerah dari Tuhan yang harus kita imani, tapi memang sungguh konkret baru akan berkembang kalau kita sering berbuat amal, kebaikan dengan sejumlah contoh yang diberikan,” tutur Mgr Sunarko.

Paus Fransiskus mengingatkan credo tentang  “Aku percaya akan kehidupan kekal”. “Pengharapan Kristiani menemukan dasar yang penting dalam kata-kata ini. Konsili Vatikan Kedua menyatakan tentang harapan bahwa, “bila tidak ada dasar ilahi dan harapan akan hidup kekal, martabat manusia menanggung luka-luka amat berat, seperti sekarang ini sering ternyata; lagi pula teka-teki kehidupan dan kematian, kesalahan maupun penderitaan, tetap tidak terpecahkan, sehingga tidak jarang orang-orang terjerumus ke dalam rasa putus asa”. (SNC 19)

“Bahwa hidup ini tidak selesai dengan adanya kematian. Berkat iman, adanya kepercayaan kita akan hidup yang kekal itu juga bisa meneguhkan harapan kita ya,” kata Mgr Sunarko.

Menurut Mgr Sunarko, dalam menghadapi kematian yang nampaknya merupakan akhir dari segalanya, kita punya kepastian bahwa berkat kasih karunia kehidupan diubah, bukan berakhir. “Ada tradisi yang mungkin kita kurang kenal ya seperti di Gereja Santo Yohanes Lateran di Roma. Paus mengingatkan bahwa di sana tempat pembaptisan kuno itu dibuat segi delapan. Maksudnya adalah untuk melambangkan bahwa pembaptisan adalah awal dari hari kedelapan, hari kebangkitan, suatu hari yang melampaui perjalanan waktu mingguan yang normal yang membuka dimensi kekekalan dalam kehidupan kita. Tujuan yang kita lakukan dalam ziarah dunia ini,” katanya.

Paus Fransiskus juga menyampaikan kesaksian yang paling meyakinkan mengenai pengharapan yang dilakukan para martir. “Dengan teguh dalam iman mereka kepada Kristus yang telah bangkit, mereka meninggalkan kehidupan di dunia ini, daripada mengkhianati Tuhan mereka. Para martir, sebagai orang-orang yang percaya akan kehidupan kekal, hadir dan jumlahnya banyak di setiap zaman, dan mungkin bahkan lebih banyak lagi di zaman kita sekarang. Kita perlu menghargai kesaksian mereka, untuk meneguhkan harapan kita dan membiarkannya menghasilkan buah yang baik.” (SCN 20).

Paus Fransiskus juga mengingatkan tentang penghakiman Allah dalam menyampaikan tentang harapan. “Kenyataan lain yang berhubungan dengan kehidupan kekal adalah penghakiman Allah, baik pada akhir kehidupan kita maupun pada akhir sejarah” (SCN 22). “Yang berkaitan dengan itu juga yang bagi kita orang kristiani menjadi sumber harapan adalah bahwa dalam kaitan dengan kehidupan kekal itu ada penghakiman. Kan itu bagian dari iman kita ya, akan ada penghakiman baik pada akhir kehidupan kita maupun pada akhir sejarah. Ajaran iman kita tentang penghakiman itu pun sumber harapan, karena apa? Sederhananya karena hakimnya itu adalah memang adil, tapi juga rahim,” kata Mgr Sunako.

Menurut Paus Fransiskus, Bunda Allah adalah saksi paling mulia harapan itu. Dalam diri Santa Perawan, kita melihat bahwa harapan bukanlah optimisme yang naif, melainkan anugerah rahmat di tengah kenyataan hidup” (SCN 24).

“Bukan suatu kebetulan bahwa kesalehan populer terus menyebut Perawan Terberkati sebagai Stella Maris, sebuah gelar yang mengungkapkan harapan pasti bahwa, di tengah badai kehidupan ini, Bunda Allah datang membantu kita, menopang kita dan mendorong kita untuk bertahan dalam pengharapan dan kepercayaan” (SCN 24).

“Maria punya harapan, bukan karena segalanya serba positif keadaannya ya. Setelah dipilih menjadi Bunda Maria dia harus jalan jauh, harus menyaksikan anaknya disalib ya.  Kita bisa mengatakan mungkin dalam perhitungan manusia, manusiawi, tidak ada dasar untuk optimis, pesimis. Tapi dia beri contoh dalam situasi itu tidak kehilangan harapan,” ungkap Mgr Sunarko.

Dalam perjalanan kita menuju tahun Yobel Paus Fransiskus mengajak kita untuk “kembali ke Kitab Suci dan menyadari bahwa Kitab Suci berbicara kepada kita dengan kata-kata berikut: “Semoga kita yang berlindung kepada-Nya beroleh dorongan yang kuat untuk menjangkau pengharapan yang terletak di depan kita. Pengharapan itu adalah sauh yang kuat dan aman bagi jiwa kita, yang telah dilabuhkan sampai ke belakang tabir, di mana Yesus telah masuk sebagai Perintis bagi kita” (Ibr. 6:18–20)” (SCN 25).

“Jangkar, sauh ya, harapan itu seperti itu meskipun badai, tetapi kita masih bisa bertahan,” terang Mgr Sunarko.

“Badai yang menerpa kita tidak akan pernah menang, karena kita tertambat dengan kuat pada pengharapan yang lahir dari kasih karunia, yang memampukan kita untuk hidup di dalam Kristus dan mengatasi dosa, ketakutan dan kematian. Pengharapan ini, yang melampaui kesenangan sesaat dalam hidup dan pencapaian tujuan-tujuan jangka pendek kita, membuat kita bangkit mengatasi pencobaan dan kesulitan, dan mengilhami kita untuk terus maju, tidak pernah melupakan keagungan tujuan surgawi yang menjadi tujuan panggilan kita.” (SCN 25).

Sikap Menapaki Tahun Yubileum

Mgr Sunarko kembali menegaskan, harapan adalah sesuatu yang dianugerahkan Tuhan tapi harus kita kembangkan dalam perbuatan-perbuatan cinta kasih pada orang-orang yang telah disebutkan di awal.

Terkait dengan indulgensi, Mgr Sunarko menjelaskan, indulgensi itu bukan anugerah pengampunan dosa. “Indulgensi itu pembebasan atas hukuman sementara atas dosa, bukan dosanya. Dosanya diampuni dalam sakramen tobat ya. Tapi kan biasanya dikasih penitensi, dikasih ini ya, makanya kita juga bisa memohonkannya untuk jiwa-jiwa di api penyucian ya. Itu bukan dosanya, tapi “hukuman” yang masih harus ditanggung, yang perlu dibersihkan,” katanya.

Mgr Sunarko berharap, menyikapi indulgensi tidak seperti orang berdagang. “Saya sungguh berharap ya, jangan memahaminya dalam konteks seperti orang berdagang, materialistik. Jadi, saya sudah melakukan ini, maka saya harus dapat indulgensi ya. Saya sudah Bapa Kami 5 kali atau 100 kali, maka saya harus mendapat demikian ya. Tapi pemahamannya lebih dari itu ajaran dari Gereja untuk bagi kita mengalami kembali kerahiman Tuhan yang murah hati. Bukan karena kita sudah melakukan hal-hal itu, maka Dia mengampuni, nggak. Tapi Allah itu maharahim dan murah hati. Tindakan-tindakan yang kita lakukan harus lebih dimengerti sebagai ungkapan pertobatan dari kita, penyesalan dan pertobatan atas dosa-dosa yang kita sudah lakukan. Bukan sebagai ini, Tuhan, saya sudah melakukan, saya sudah beli rahmat itu, maka harus dapat sekarang ya. Tindakan-tindakan yang kita lakukan itu lebih ungkapan sesal dan pertobatan kita. Kerahiman Tuhan tidak dibeli ya, tapi memang sungguh karena kemurahan hati Tuhan,” tandasnya.

Bagikan:

Recommended For You

About the Author: redinspirasi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *