Oleh BAPAK JULIUS KARDINAL DARMAATMADJA, SJ
Pembukaan
Ungkapan dalam judul tulisan ini adalah ungkapan dari Lk 2:15, yang dipilih Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) dan Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) sebagai tema Natal 2024. Ungkapan ini adalah ungkapan dari para gembala, setelah mendengar warta gembira malaikat yang ditujukan kepada mereka yang sedang menjaga domba di padang. (Lk 2:8-14). Mereka dengan gembira dan penuh semangat mengajak teman-temannya: Mari kita sekarang pergi ke Bethlehem. Tema Natal ini akan diuraikan secara bebas, tidak mengikuti isi Surat Gembala Natal dari KWI atau PGI. Tujuannya untuk menyampaikan beberapa gagasan renungan yang dapat dipakai untuk menghayati masa Adven, sebagai upaya menyiapkan diri menyambut Pesta Natal 2024, pesta kelahiran Kanak-kanak Yesus di Bethlehem.
Gembala domba dan majus dari timur
Gembala domba sangat penting dalam kisah kelahiran Kanak-kanak Yesus di gua kandang hewan Bethlehem, seperti halnya juga dengan 3 orang Majus dari Timur. Merekalah orang-orang terpilih untuk mendapat pewartaan dari Allah dan menyaksikan bahwa “telah lahir Juru Selamat yaitu Kristus, Tuhan, di kota Daud” (Lk 2:11). Pewartaan ini penting, karena kalau tidak ada, kita pun sekarang tidak tahu bahwa Yesus yang lahir di Bethlehem itu Juru Selamat, Mesias yang dinantikan kedatangan-Nya. Pewartaan ini menjadi sumber iman kita.
Mengapa para gembala ini dipilih untuk menerima wahyu dari Allah lewat malaikat yang mengunjungi mereka? Sedangkan para Majus dari Timur lewat bintang istimewa di langit. Mereka sangat terbuka hatinya untuk beriman. Para gembala begitu saja mengimani apa yang dikatakan malaikat, bahkan dengan bersuka-cita mereka bergegas berangkat ke Bethlehem. Sedangkan para Majus yang melihat bintang istimewa di langit juga segera berangkat mengikuti jalannya bintang, karena diyakini bahwa siapapun yang lahirnya disertai bintang pasti, entah dia calon raja atau nabi, yang pasti ia adalah utusan Allah untuk bangsa manusia. Maka mereka pun berangkat untuk menyembah Dia. Mereka membawa persembahan yang menurut mereka yang sesuai. Yaitu emas untuk raja, kemenyan untuk imam, dan mur untuk kematian-Nya sebagai Penyelamat. Persembahan yang penuh makna.
Mengapa mereka begitu terbuka hatinya untuk mengimani wahyu Allah? Para gembala hidupnya dekat dengan alam, maka dekat dengan yang ilahi. Mereka orang-orang yang hatinya bersih, sederhana, rendah hati, apa adanya, jujur dan tulus, atau dalam bahasa Jawa ‘lugu’. Dengan sesama gembala hidup rukun sebagai saudara. Mereka ini dengan hidupnya yang demikian itu, tentu ada di hati Allah dan karenanya dikasihi Allah. Maka dipilih Allah untuk menerima warta gembira. Demikian pula 3 Majus dari Timur, meski mereka orang-orang terpelajar dan paham mengenai ilmu perbintangan. Ilmunya tidak membuat tinggi hati, sebaliknya membuat dekat dengan alam dan dekat dengan Allah Pencipta alam semesta. Mereka tetap sederhana dan memiliki kerendahan hati. Mereka justru lewat ilmunya dapat menangkap bahwa bintang yang mereka lihat sebagai tanda dari Allah sendiri, sehingga mereka juga mencari dan menemukan maknanya: bintang itu tanda kelahiran orang utusan Allah, entah raja entah nabi. Dalam kerendahan hati, segera diputuskan mereka akan bersama-sama mencari untuk menyembah Dia, siapapun Dia. Mereka pun tetap percaya, ketika yang dijumpai adalah Kanak-kanak yang dibungkus kain lampin dan tergeletak di atas palungan beralaskan jerami. Tempat lahirnya di gua kandang hewan yang dingin, ditungui orang tua-Nya, Maria dan Yosef, orang-orang yang tampaknya sebagai orang kebanyakan saja dan senderhana. Para Majus percaya akan petunjuk Allah, yaitu bintang-Nya yang berhenti di atas gua kandang hewan itu.
Kita tahu bahwa iman kita itu suatu karunia dari Allah. Kita syukuri bahwa kita juga menerima karunia iman, sehingga kita seperti para gembala dan 3 orang Majus dari Timur, mengenali bahwa Kanak-kanak Yesus yang lahir dua puluh abad lebih yang lalu di Bethlehem adalah Yesus, Penebus dan Juruselamat kita. Mari kita rayakan kelahiran-Nya dengan penuh syukur dan terima kasih. Kita pun bersyukur, karena merasa terpilih untuk menerima Wahyu Ilahi tersebut dan mengimaninya dengan penuh sukacita.
Kanak-kanak Yesus di palungan
Siapa Dia yang tergolek di palungan beralaskan jerami? Kepada para gembala di padang malaikat Tuhan menyebutnya: “Juru Selamat yaitu Kristus, Tuhan”. (Lk 2:11). Orang tuanya, yaitu Yosef dan Maria menamai-Nya Yesus. (Mt 1:21 dan Lk:31). Doa Iman kita (Aku percaya) mengajarkan bahwa Yesus Kristus adalah Putra Bapa atau Allah Putra (dalam Tritunggal Maha Kudus), yang dikandung karena kuasa Roh Kudus dan dilahirkan oleh Perawan Maria. Jadi Yesus adalah Allah Putra yang menjelma menjadi manusia, atau berinkarnasi. Luar biasa. Allah lahir sebagai manusia dalam keadaan miskin. Hal itu tidak hanya merendahkan Diri serendah-rendahnya. Paulus menamakannya ‘menghampakan diri’ (Fil 2:7). Hampa – kosong. Allah melepaskan segala kemuliaan-Nya menjadi makhluk ciptaan-Nya.
Bagaimana kita bersikap nanti dalam merayakan Natal, kalau Kanak-kanak Yesus di palungan sebenarnya adalah Allah Putra, yang merendahkan diri berkenan menjadi Manusia lemah seperti kita kecuali dalam hal berdosa? Kiranya pantas dalam rangka menyambut peringatan datang-Nya Allah Putra di dunia pada Hari Natal, kalau kita membersihkan diri kita dari segala dosa dan kekurangan kita dengan mengaku dosa. Selanjutnya memperbaiki kelakuan kita terhadap keluarga dan sesama kita. Bagaimana kita meneladan kasih-Nya dan kerendahan hati-Nya? Di sini dapat ditambahkan bagaimana sikap hati kita saat menyambut komuni? Hosti kudus adalah wujud kehadiran Yesus, yang tidak hanya menjadi manusia, tetapi menjadi benda mati, roti (dan anggur) demi meneguhkan kehidupan iman dan hidup rohani kita. Yesus hidup dalam kehidupan kita, dalam diri kita, bersama Roh Kudus yang bersemayam dalam hati nurani kita. Menyambut komuni adalah menyambut Allah Putra, maka perlu sangat hormat dan bersih hatinya.
Apalagi makna dari inkarnasi kecuali Allah solider dengan nasib manusia yang jatuh dalam dosa? Dalam Gaudium et Spes (GS) 22 dapat kita temukan bacaan yang dapat kita renungkan:
“Dialah ‘gambar Allah yang tidak kelihatan’ (Kol 1:15; 1Kor 4:4), Dia pulalah manusia sempurna, yang mengembalikan kepada anak-anak Adam citra ilahi yang telah ternodai sejak dosa pertama.” Jadi meskipun tidak terasa, citra ilahi kita dipulihkan.
“Karena dalam Dia kodrat manusia disambut, bukannya dienyahkan, maka dalam diri kita pun kodrat itu diangkat mencapai martabat yang amat luhur. Sebab Dia, Putera Allah dalam penjelmaan-Nya dengan cara tertentu telah menyatukan diri dengan setiap orang, … Ia telah lahir dari Perawan Maria, sungguh menjadi salah seorang di antara kita, dalam segalanya sama seperti kita, kecuali dalam hal dosa (Lih. Ibr 4:15).” Dengan peristiwa Natal, martabat kemanusiaan kita sudah diangkat sangat tinggi, dan dipulihkan kembali martabatnya sebagai putra Allah, karena Allah Putra telah menjadi manusia seperti kita. Dalam Yesus, kita yang sudah dibaptis sungguh menjadi putra Allah.
Natal adalah awal proses penebusan, yang terjadi nanti pada umur sekitar 33 tahun. Dari GS 22 yang sama selanjutnya disebutkan: “Dengan menumpahkan darah-Nya secara suka rela Anak Domba (Yesus) telah berpahala, memperolehkan kehidupan bagi kita, dan dalam Dia Allah telah mendamaikan kita dengan Dirinya dan antara kita sendiri. (Lih 2Kor 5:15-19); dan Ia telah merebut kita dari perbudakan setan dan dosa, … Dengan menanggung penderitaan bagi kita Ia bukan hanya memberi teladan supaya kita mengikuti jejak-Nya (lih 1Petr 2:21; Mt 16:24, Lk 14:27), melainkan Ia juga memulihkan jalan; sementara jalan itu kita tempuh, hidup dan maut disucikan, dan menerima makna yang baru.” Apa itu maknanya? Hidup disucikan menjadi berpahala bagi hidup kekal. Sedangkan maut disucikan menjadi jalan ikut mati dengan Kristus, hingga juga ikut bangkit bersama Dia dalam hidup kekal. Wah, luar biasa!
Jadi kalau kita mengikuti para gembala dan 3 orang Majus dari Timur pergi ke Bethlehem pada Natal 2024, kita pun akan menjumpai kanak-kanak Yesus yang terbaring di palungan beralaskan jerami, kita menjumpai Allah Putra yang menjadi Anak Manusia. Kalau menurut rumusan Malaikat yang bersabda kepada para Gembala, kita berjumpa dengan “Juru Selamat yaitu Kristus, Tuhan, di kota Daud” (Lk 2:11), yaitu Bethlehem. Ternyata Allah Putra menjadi manusia. Dan inkarnasi-Nya berakibat pulihnya martabat manusia sebagai citra Ilahi, yang hilang karena dosa Adam dan Hawa. Kecuali itu mengangkat martabat kemanusiaan setinggi-tingginya, karena terarahkan kepada kemanusiaan Yesus yang sempurna. Dengan sengsara, dan wafat-Nya di salib, Yesus telah menghapus dosa kita, mendamaikan kita dengan Allah dan dengan sesama, menyucikan hidup kita sehingga mampu berpahala untuk hidup kekal serta menyucikan maut menjadi jalan menyatukan derita dan kematian kita dengan sengsara dan wafat Kristus, sehinga kita ikut bangkit bersama Dia. Menatap kanak-kanak Yesus yang demikian melimpah membawa rahmat kemuliaan surgawi, kita pasti juga akan bersujud, penuh hormat, syukur dan terima kasih. Kita merasa mendapat contoh gemilang dari Yesus, agar kita meneladan sikap ini. Jika kita mempunyai sesuatu yang lebih hendaknya memberi dan peduli terhadap mereka yang berkekurangan dan berbela rasa.
Mari kita sekarang pergi ke Bethlehem
Bethlehem adalah tempat Yesus lahir. Di sana orang-orang terpilih yaitu para gembala domba dan 3 orang Majus dari Timur dapat berjumpa dengan Yesus yang baru saja lahir di dunia dua puluh abad yang lalu. Betapa Yesus yang sekarang sudah mulia di surga, juga ingin lahir di Bethlehem zaman sekarang, yaitu lahir dan diterima di hati setiap orang, termasuk dalam hati kita, umat pilihan-Nya yang telah menerima Yesus dengan iman dan dibaptis dalam Nama-Nya. Dengan memperbarui kelahiran-Nya secara rohani dan spiritual, Dia ingin memastikan agar kehadiran-Nya dalam hidup kita semakin sempurna, semakin membuat hidup kita makin serupa dengan Dia. Sudah bermacam-macam cara Ia buat, dimulai dengan Sakramen Baptis, Krisma dan Ekaristi, sebagai sakramen inisiasi, diperbaharui setiap kali menerima komuni dalam perayaan Ekaristi setiap hari, paling tidak seminggu sekali pada hari Minggu. Dan kita perbarui secara meriah setahun sekali perjanjian baptis kita diikuti menerima komuni kudus. Dan setiap tahun kita merayakan kelahiran Yesus di Bethlehem, seperti yang kita lakukan saat-saat ini.
Akhir kata
Mari kita siapkan agar hati kita yang akan menjadi Bethlehem bagi Kanak-kanak Yesus, menjadi pantas. Pantas karena kita siap sedia sewaktu-waktu untuk dijumpai Yesus. Yesus kita jadikan Tamu prioritas yang selalu akan kita dahulukan. Hati kita, kita jadikan Bethlehem yang ramah bagi Yesus, karena hati kita tidak dikotori oleh hawa-nafsu, oleh kerakusan akan harta dan kuasa, penuh iri dan dengki, mudah marah dan memusuhi, bersih karena penuh kasih kepada sesama, ramah dan pengampun, rendah hati dan tulus, peduli dan berbelarasa kepada mereka yang terpinggirkan dan menjadi korban perdagangan manusia. Maka, kita juga menyiapkan baik-baik, kapan kita ikut serta dalam Misa Natal. Supaya dalam Misa Natal sungguh terjadi perjumpaan yang akrab dengan Yesus, Maria dan Yosef, sehingga pulang dari Misa Kudus kita merasakan adanya kebahagiaan yang besar, ketika berjumpa dengan warga paroki dan saling mengucapkan ‘Selamat Natal’. Kita pulang dari gereja memancarkan kegembiraan, seperti halnya para gembala. Mereka pulang dengan sukacita sambil memuji dan memuliakan Allah (bdk Lk 2:20). Bukan seperti Bethlehem yang menolak Yosef dan Maria yang mencari penginapan, karena mereka tak mampu membayar biayanya, sehingga Maria harus melahirkan Putranya di gua kandang hewan. Bethlehem kota tidak ramah pada orang miskin. Padahal orang miskin adalah Yesus sendiri.
Santo Martinus yang kita peringati pestanya pada tanggal 11 November dikisahkan bahwa ketika sedang dinas militer, malam yang dingin, ia menemukan seorang pengemis kedinginan dekat gerbang. Ia tidak membawa uang, sehingga mantolnya dipotong menjadi dua, dan satu potong diberikan kepadanya. Malam hari ia mendapat penglihatan Yesus. Yesus bersabda kepada para malaikat: “Martinus meski masih katekumen memberi Saya potongan mantol ini.” Yesus sungguh ada dalam diri orang miskin yang perlu bantuan. Yesus juga mengatakan bahwa dalam pengadilan terakhir Raja akan mengatakan: “Mari, hai kamu yang diberkati oleh Bapa-Ku, terimalah Kerajaan yang telah disediakan bagimu sejak dunia dijadikan. Sebab ketika Aku lapar, kamu memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu memberi Aku minum; ketika Aku seorang asing, kamu memberi Aku tumpangan; ketika Aku telanjang, kamu memberi Aku pakaian; ketika Aku sakit, kamu melawat Aku; ketika Aku di dalam penjara, kamu mengunjungi Aku. Maka orang-orang benar itu akan menjawab Dia, katanya: Tuhan, bilamanakah kami melihat Engkau lapar dan kami memberi Engkau makan, atau haus dan kami memberi Engkau minum? Bilamanakah kami melihat Engkau sebagai orang asing, dan kami memberi Engkau tumpangan, atau telanjang dan kami memberi Engkau pakaian? Bilamanakah kami melihat Engkau sakit atau dalam penjara dan kami mengunjungi Engkau? Dan Raja itu akan menjawab mereka: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku.” (Mt 25:34-40). Mari kita jadikan hati kita tempat kita berjumpa dengan Yesus, Maria dan Yosef. Kita jadikan hangat karena cinta kepada Allah dan sesama, beriman, bersaudara dan berbelarasa.