Dalam sebuah acara Green Leader 9 yang diselenggarakan Yayasan Sahabat Lingkungan Hidup Eco Camp di Bandung, mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Indonesia (2016-2019) dan Menteri Perhubungan (2014-2016), Ignasius Jonan menyampaikan pandangannya tentang kepemimpinan sesuai dengan pengalaman berkariernya, 20 Oktober 2023.
Menurutnya, seorang pemimpin yang baik adalah yang bermanfaat untuk orang lain, lingkungan sekitar, masyarakat dan untuk alam yang kita huni bersama. Untuk itu, menurut Jonan, seorang pemimpin sekurangnya memiliki 2 dari 3 hal berikut ini. Pertama, talenta. “Ada orang dilahirkan memiliki talenta yang besar untuk bisa menjadi pemimpin, punya karakter yang bisa jadi pemimpin. Tapi ada yang tidak,” kata lelaki yang pernah menjadi Dirut PT Kereta Api Indonesia (2009-2014) itu.
Kedua, pendidikan yang baik. “Pendidikan yang baik ini termasuk apa yang disebut upbringing ya. Upbringing itu lingkungan yang baik dari mulai masa kecil dan sebagainya ya yang tidak abusif, yang sangat edukatif, yang sangat knowledgeable ya,” imbuh lelaki kelahiran Singapura, 21 Juni 1963 itu.
Ketiga, pengalaman hidup yang luar biasa. Pengalaman hidup ini, menurutnya, sekurangnya di atas rata-rata manusia atau masyarakat di mana kita berada.
“Kita punya dua dari tiga aja, menurut saya sudah luar biasa, ya. Menurut saya. Dan Anda tinggal niatnya aja yang sungguh-sungguh untuk bisa mempengaruhi atau bisa memimpin dalam arti luas untuk peradaban, untuk masyarakat untuk bangsa atau untuk negara dan sebagainya,” tegasnya.
Jonan pun memberikan contoh mantan Menteri Kelautan Susi Pudjiastuti. Menurutnya, meski Susi Pudjiastuti berpendidikan formal sampai SMP, namun ia memiliki upbringing yang baik. Susi juga memiliki pengalaman hidup yang luar biasa.
“Saya yakin Bu Susi pengalaman hidupnya luar biasa. Oh, luar biasa sekali. Dia itu dari muda menjadi entrepreneur yang otodidak ya,” katanya.
Menurut Jonan, seorang pemimpin itu harus bermanfaat bagi lingkungannya apapun bentuknya. “Kalau Anda menjadi pemimpin itu tidak bermanfaat, sekurangnya bagi orang yang Anda pimpin, sekurangnya ini, menurut saya, sebaiknya Anda tidak perlu menjadi pemimpin lagi,” katanya.
Bahkan, menurutnya, selain berguna bagi orang yang dipimpinnya, seorang pemimpin mesti berguna bagi masyarakat luas di luar organisasi yang dia pimpin.
Saat ini, menurutnya, banyak organisasi termasuk organisasi sosial, keagamaan dan sebagainya harus melakukan reorientasi kembali. “Apakah eksistensinya itu ada manfaatnya untuk organisasi yang dipimpin dan masyarakat yang luas?” ungkapnya.
Mulai dari diri sendiri
Jonan mempunyai kiat supaya kepemimpinan itu bisa membawa perubahan. Menurutnya, pemimpin itu harus memberikan contoh mulai dari diri sendiri. “Anda sendiri itu harus memberikan contoh dari lingkungan hidup Anda itu sendiri,” katanya. Hal itu termasuk juga bagi kepemimpinan di isu lingkungan. Terkait dengan komitmen untuk merawat lingkungan, Jonan pun melakukannya mulai dari diri sendiri. “Saya itu dalam kapasitas saya yang sangat terbatas, saya itu berusaha untuk kembali kontribusi mencintai bumi,” katanya.
Ia melakukannya secara bertahap. Sejak usia 30 tahun, dia tidak makan daging dari binatang yang bisa terbang, termasuk bebek. Namun, ia mengaku masih mengonsumsi daging binatang berkaki empat. “Orang tanya kenapa? Ya saya mendisiplinkan diri saya bagaimana tidak mencoba mempengaruhi, menghancurkan ekosistem dengan cara saya, dengan kemampuan saya,” katanya.
Menginjak usia 50 tahun, Jonan berkomitmen untuk tidak makan daging semua binatang yang berkaki empat. Menginjak usia 60 tahun, ia berhenti mengonsumsi semua daging binatang yang berkaki, namun masih makan ikan. “Setelah saya usia 60 saya janji kepada Tuhan Yang Maha Esa, sudah saya tidak makan binatang yang berkaki. Ini nego ini ya. Ikan makan nggak? Saya masih makan ikan, mumpung masih belum berkaki,” selorohnya.
Jonan meyakini, yang mempengaruhi perubahan iklim, salah satunya adalah peternakan, terutama peternakan binatang berkaki empat. Menurutnya, pilihan dalam mengonsumsi juga bisa menjadi contoh. Nah, itu leading, itu memimpin. Itu harus ngasih contoh ya,” imbuhnya.
Kepemimpinannya juga diwujudkan dalam komitmen ekologisnya di rumah. Ia bercerita, rumahnya juga dipasang pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) meski masih juga mengonsumsi listrik dari batubara.
Kepemimpinan yang membawa perubahan juga terlihat ketika Jonan menjabat sebagai Direktur PT Kereta Api Indonesia (PT KAI). Banyak hal yang diubah dan menjadi baik.
Dulu, baik di stasiun bahkan di dalam kereta orang bebas merokok. Padahal asap rokok sangat mengganggu. Namun, Jonan berhasil melakukan perubahan yang luar biasa terkait larangan merokok dalam stasiun dan kereta api.
Meski Jonan sendiri adalah perokok, namun, ia bisa membuat aturan larangan merokok di stasiun dan kereta dengan baik. Alhasil, sekarang baik stasiun maupun kereta menjadi bebas merokok. “Karena yang saya bilang You mau merusak, merusak diri sendiri, jangan merusak orang lain. Merokok itu adalah pilihan hidup yang tidak dilarang oleh undang-undang tapi bisa merusak kesehatan,” katanya.
Perubahan itu bisa dilakukan dengan baik. Menurutnya, itu semua karena keteladanan atau contoh dari lembaga atau organisasi kereta api sendiri. “Kenapa saya bisa? Karena saya ngasih contoh. Saya paksa semua pegawai. Semua pegawai kereta api waktu saya bikin larangan merokok bilang, ‘Pak, nggak bisa, Pak, masyarakat nggak bisa diatur’. Loh, kita itu kalau tidak bisa tertib di dalam organisasi kita sendiri, kita tidak mungkin menertibkan masyarakat,” kata Jonan.
Demikian pula ketika sebagai Menteri ESDM, Jonan diminta presiden untuk mengurus program bahan bakar minyak (BBM) satu harga, mengingat waktu itu di daerah pedalaman harga BBM melangit. Ia melihat waktu itu di banyak tempat ada yang tidak mempunyai SPBU resmi. Jika tidak ada SPBU resmi maka, harga BBM dikuasai kartel pengelola distribusi BBM yang informal. Akibatnya harga BBM sangat mahal. Ia pun mengondisikan supaya Pertamina membangun SPBU di tempat-tempat yang selama ini belum memiliki SPBU resmi supaya harga BBM sama secara nasional. “Pertamina itu milik bangsa. Bangsa itu adalah masyarakat Indonesia yang tinggal dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Pulau Rote ya. Bukan milik Anda yang bekerja di Pertamina,” katanya.
Demikian juga listrik. Listrik dinikmati semakin banyak rakyat. Yang semula rasio elektrifikasi 88 persen, berarti 12 persen rakyat belum menikmati listrik berubah menjadi 99,2 persen. Jonan berkeyakinan, pemimpin harus melakukan perubahan lebih baik bagi banyak orang, masyarakat dan lingkungan.
Berani
Jonan tetap berani meski menghadapi banyak tantangan dalam menjalankan kepemimpinannya. Ia memiliki alasan untuk berani menjalankan misi kepemimpinannya. Ia berani karena tidak memiliki kepentingan pribadi. “Orang berani itu dimulai dari apabila dirinya sendiri itu tidak memiliki interest pribadi, tidak memiliki kepentingan pribadi,” katanya. Yang dipikirkan adalah mencari cara berbuat baik untuk orang lain, masyarakat, dan lingkungan.
Ia selalu percaya bahwa malapetaka itu bisa dihindari. “Saya yakin bisa. Kalau kita bertakwa dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, keyakinan apapun juga saya yakin itu bisa dihindari,” katanya.
Demikian pula dalam rejeki. “Rezeki itu nggak ada yang nukar ya,” katanya. Ia pun bercerita tentang pembenahan stasiun kereta api waktu menjadi Direktur PT KAI. Waktu itu, stasiun dimasuki calo-calo tiket, muncul kios-kios liar, dan pedagang asongan. Situasi itu menghinggapi di setiap stasiun. Jonan melihat semua itu harus dibereskan. Karena merasa tidak punya kepentingan dia tenang saja. Ia diingatkan oleh para kolega kalau misinya bisa jalan namun tidak populer. “Mungkin bisa jalan, Pak. Tapi Bapak tidak akan populer. Kalau Bapak nggak akan populer, pekerjaan Bapak akan berhenti sampai di sini,” kata Jonan menirukan.
Namun, Jonan tetap berani. ”Kenapa kok berani? Karena kita nggak punya kepentingan diri sendiri, termasuk kepentingan untuk menjadi terkenal atau untuk menjadi populer, untuk menjadi dikenang orang,” katanya. Menurutnya, menjadi terkenal, populer dan dikenang orang itu tidak penting. “Nggak penting buat saya. Yang penting itu saya berkontribusi agar orang lain memiliki kehidupan yang lebih baik ya dalam perspektif, dalam kapasitas yang saya bisa buat,” katanya.
Selain tidak punya kepentingan diri sendiri, keberanian untuk melakukan perubahan, menurutnya, mesti ditopang oleh kapastitas pengorbanan kita. Jonan mengaku ketika masuk ke dunia perkeretaapian, penghasilannya lebih kecil jika dibanding tempat sebelumnya. Namun, baginya, itu adalah pengorbanan.
Dalam kesempatan itu Jonan juga menyampaikan keberaniannya menerapkan larangan merokok di dalam kereta api dan kawasan stasiun kereta. Menurutnya semua itu harus dimulai dari keberanian organisasinya untuk berubah. Bagaimana itu dilakukan? Dengan mendisiplinkan diri tidak merokok di kawasan tersebut mulai dari dalam organisasi. “Mulai diri saya dan orang-orang petugas kereta api dulu. Begitu itu bisa, kita tertibkan masyarakat. Organisasi yang tidak tertib, itu tidak mungkin menertibkan masyarakat, atau orang lain. Nah, ini coba diingat-ingat. Kalau, Anda punya kelompok, organisasi itu tidak tertib, bagaimana Anda bisa menertibkan masyarakat ya? Pemerintah itu kalau makin tertib, masyarakat itu pasti akan ikut kok,” ungkapnya.
Jonan, terkait dengan isu lingkungan dan pertambangan mengingatkan pentingnya ekonomi sirkular. “Sebenarnya bisa nggak manusia hidup tidak melakukan ekstraksi terhadap kandungan sumber daya alam? Jawabannya, bisa. Bisa. Tapi kembali kita ke masa di mana kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta modernisasi itu akan setback, akan mundur,” ungkapnya.
Yang kedua, pengelolaan tambang harus menggunakan kaidah-kaidah internasional yang lebih ramah lingkungan dan meminimalisir kerusakan lahan dan lingkungan. Itu diterapkan pada penambangan bahan batere di Indonesia dan perkebunan kelapa sawit. Mengenai pembangkit listrik, Jonan melihat pembangkit listrik seperti PLTU mesti ramah lingkungan. Salah satunya dengan mengawasi fly ash dan bottom ash-nya sesuai dengan kaidah yang tidak merusak lingkungan. Kadar emisi Sulfur oksida (SOx) dan Nitrogen oksida (NOx)-nya rendah.
Terkait dengan sungai-sungai di Indonesia yang kotor karena perilaku masyarakatnya yang suka buang sampah di sungai, Jonan berkomentar perlunya mengedukasi masyarakat supaya tidak membuang sampah ke saluran-saluran air publik dengan disiplin yang keras. Jonan mengusulkan adanya Badan Otorita Pengelola Daerah Aliran Sungai Seluruh Indonesia untuk menciptakan kondisi tersebut. Belajar dari pembenahan dunia perkereta-apian dan dunia penerbangan di Indonesia yang telah berhasil baik, Jonan melihat adanya optimisme dalam pembenahan sungai atau air. Jonan berharap pengelolaan air oleh perusahaan-perusahaan pengelola air tidak hanya layak untuk mandi namun juga layak untuk minum (tap water). Orang kaya mungkin masih bisa beli air minum dengan mudah. “Tapi orang yang penghasilannya rendah itu it’s a big issue. Kalau dia bisa minum tap of water, that is a lot of money,” katanya.
Kaderisasi
Terkait kepeloporannya dalam membenahi dunia energi dan perhubungan, tak sedikit orang bertanya mengenai upaya kaderisasi untuk generasi muda yang berjiwa pelopor. Tentang kepeloporan, Jonan optimis kita bisa mendidik anak muda. “Saya itu orang yang optimis melihat generasi yang lebih muda, milenial dan Gen Y, Gen Z ini, saya sangat optimis,” katanya. Jonan melihat rata-rata mereka mempunyai passion yang tulus untuk berkarya dalam peran-peran besar.
Namun, bagi Jonan, mendidik generasi muda tidak boleh diukur semata-mata dari usia. “With all my respect to many perspective and many interests bahwa kalau mendidik generasi muda itu, orang itu tidak boleh selalu diukur semata-mata karena usia, gitu lho. Kan usia itu punyanya Tuhan, lho,” ungkapnya. Jonan justru melihat perlunya memberi kesempatan pada generasi muda secara proporsional.
Terkait dengan tugas publik yang pernah dilakukannya saat jadi menteri dan kemungkinan akan mendapatkannya kembali jadi menteri bahkan presiden, Jonan berkomentar itu semua adalah amanah. Amanah, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), berarti sesuatu yang dipercayakan (dititipkan) kepada orang lain. “Saya itu selalu percaya tugas publik itu adalah amanah. Amanah itu jangankan dicita-citakan, saya mimpi aja nggak berani. Saya mimpi aja nggak berani. Saya tidak pernah punya cita-cita. Mimpi aja nggak berani. Mimpi tidak berani. Memohon kepada Tuhan tidak berani ya. Mencita-citakan juga tidak berani. Berjuang juga lebih tidak berani. I do my best on what can do,” katanya. Namun, kalau negara membutuhkannya, ia siap. “Kalau memang dipanggil, saya jalan,” katanya. Bukan karena seperti diberi hadiah, Jonan berharap, jika dia diberi kesempatan, ia akan bisa berguna. “Saya itu kalau ditugaskan mudah-mudahan saya bisa ada gunanya. Tapi kalau saya merasa ditugaskan kayak dikasih hadiah, saya gak butuh hadiah juga. Walaupun saya tidak kaya, tidak apa. I’m oke, it’s my life,” ungkapnya.