Oleh ROMO BAVO BENEDICTUS SAMOSIR, OCSO*
Aku menyusuri pesisir pantai sambil menikmati keindahannya. Setiap kali kakiku menginjak pasir putih, sandalku setengah membenam sehingga telapak kakiku merasakan kelembutan pasir sepanjang pesisir yang kulalui. Air laut bergoyang tenang oleh hembusan angin laut yang sepoi, namun sesekali bergulung oleh hembusan kencang dan menghempas di pesisir pantai. Air laut hanya menuruti permainan angin laut. Kedua kakiku merasakan gulungan ombak itu. Dan aku menghirup udara pantai yang khas untuk menyegarkan paru-paruku. Langit biru membuat keindahan di pantai menjadi megah dan tenang. Dari kejauhan, aku melihat dua kapal beriringan. Dua kapal itu seakan berhenti di garis batas lautan, meski sesungguhnya sedang berlayar mengarungi samudera. Saat aku menikmati keindahan pantai, entah mengapa aku berpikiir tentang akhir dunia. Keindahan pantai yang aku dan juga turis lokal lainnya sedang nikmati, suatu saat akan berakhir, akan musnah, lenyap dan tidak ada lagi. Bumi dan segala hiruk pikuk kehidupan di dalamnya bahkan alam semesta akan berakhir pada akhir zaman.
Biasanya gambaran yang ada dibenak kita tentang akhir zaman diawali dengan sesuatu yang mengerikan dan sangat mencekam. Kenyataan memang hal itu tertulis dalam beberapa teks di Alkitab. Bahkan nabi Daniel mengatakan sesuatu yang membuat kita merasa cemas dan takut, “Akan ada suatu waktu kesesakan yang besar, seperti yang belum pernah terjadi sejak ada bangsa-bangsa sampai pada waktu itu.” (Dan 12:1). Bayangkan akan terjadi sesuatu yang buruk yang belum pernah terjadi d bumi ini! Membayangkan hal yang buruk yang pernah terjadi di bumi ini, entah itu kelaparan, perang, bencana alam membuat kita sedih, takut, kuatir, apalagi sesuatu yang lebih buruk yang belum pernah terjadi dalam kehidupan ini. Itulah sebabnya untuk sebagian orang tidak mau memikirkan tentang akhir zaman apalagi membicarakannya. Manusia selalu ingin sesuatu yang menyenangkan karena hidup sudah penuh kesesakan, kesulitan dan penderitaan.
Bagi orang yang tidak beriman, akhir dunia adalah akhir kehidupan. Setiap orang akan lenyap. Kehidupan akan musnah selamanya. Alam semesta akan menghilang begitu saja. Sungguh kehidupan yang sangat menyedihkan dan tanpa harapan akan masa yang akan datang. Namun bagi kita umat beriman, akhir dunia bukanlah akhir kehidupan. Meskipun ada hal-hal yang buruk akan terjadi tetapi ada kehidupan abadi setelah kehidupan di dunia ini. Tuhan bersabda: “Aku menciptakan langit baru dan bumi yang baru” (Yesaya 65:17). Ada harapan akan kehidupan abadi, yang berbeda dengan kehidupan di dunia ini, yang melampaui pemikiran kita yang terbatas. Kehidupan di langit baru dan bumi yang baru adalah kehidupan abadi tanpa dosa, penderitaan, sakit dan kematian (Wahyu 21:4)
Para kudus yang kita hormati pada tanggal 1 November, baik yang kita rayakan bersama di dalam Gereja maupun yang kesuciannya hanya diketahui oleh Tuhan, secara implisit mengungkapkan iman kita akan adanya sebuah realitas bumi dan langit baru di mana para kudus berada. Setiap orang yang berada dii bumi dan langit baru akan mengalami kehadiran Tuhan yang menggembirakan dan mendamaikan dalam segala kemuliaan-Nya. Namun kiranya tidak cukup hanya mengimani dan memikirkan seperti apa langit baru dan bumi yang baru itu, jauh lebih penting adalah tentang cara hidup kita di dunia ini.
Untuk itu ada baiknya kita memperhatikan pesan St. Petrus sebagai persiapan untuk kehidupan di langit dan bumi yang baru; “Kamu harus menjalani kehidupan yang kudus dan saleh sambil menantikan hari Tuhan dan mempercepat kedatangannya. Pada hari itu akan terjadi kehancuran langit dengan api, dan unsur-unsur akan meleleh karena panasnya. Namun sesuai dengan janji-Nya, kita menantikan langit baru dan bumi baru, di mana terdapat kebenaran. Jadi, Saudara-saudariku yang terkasih, karena kamu menantikan hal itu, berusahalah semaksimal mungkin agar kamu didapati tidak bercela, tidak bercacat dan hidup damai dengan Dia” (2 Petrus 3:11-14).
Harus kita akui pesan yang disampaikan St. Petrus tidak selalu mudah untuk dilakukan. Memang, jalan menuju dunia dan bumi yang baru tidaklah mudah untuk dilalui dan seringkali tampak gelap dan berduri. Kita mungkin tersandung, kita mungkin terjatuh, namun kita dapat bangun dan terus berjalan bersama-Nya. Tangan Tuhan selalu menolong kita dengan memberikan rahmat yang cukup agar kita tidak dikalahkan oleh segala macam kelemahan diri dan godaan. Kita hidup di dunia yang telah dirusak oleh pengaruh dosa yang membawa segala macam persoalan. Banyak orang diombang-ambingkan antara memlilih kesenangan duniawi yang sifatnya sementara atau tetap berjuang melawan keinginan daging yang meski sakit tetapi mendatangkan upah yaitu kehidupan kekal di bumi dan langit yang baru. Jangan pernah terbuai dengan apa yang tampak indah menurut mata, tetapi pastikan bahwa apa yang kita pilih adalah pilihan yang benar dan sesuai dengan kehendak Allah.
Kiranya kehidupan orang suci yang kita rayakan pada awal November ini, juga mengatakan kepada kita bahwa dengan bantuan rahmat Allah dan usaha kita, kita dapat tetap setia kepada Allah meskipun selalu ada banyak kelemahan dan godaan. Untuk itu kita memohon doa bersama para kudus kepada Tuhan agar kita diberikan kesetiaan untuk mengikuti jalan Yesus sehingga suatu hari nanti kita menjadi salah satu dari mereka yang memandang Wajah Kudus Allah dan menjadi milik-Nya selamanya (Yesaya 66:22). Karena tujuan akhir misi Kristus adalah “membawa banyak orang kepada kemuliaan” (Ibr 2:10).
Hari telah memasuki senja di pantai Kedu Warna Kalianda, Lampung. Keindahan senja membuat mataku terpana menatap warna merah teduh yang dipancarkan oleh mentari senja. Seseorang memintaku untuk mengabadikan mereka bertiga sebagai keluarga dalam keindahan cahaya senja. Dan hasilnya tiga siluet menatap keindahan senja. Setelah itu, aku masih menyusuri pesisir pantai untuk menikmati panorama senja sambil sesekali melihat para pengunjung mengabadikan diri mereka dalam keindahan senja dengan berbagai gaya. Seakan tidak ingin kehilangan keindahan senja. Sungguh karya Tuhan yang sangat indah. Namun aku yakin, karya terindah-Nya yang ada di bumi ini tidak akan mampu menyamai apa yang telah Tuhan persiapkan di bumi dan langit baru.
*Penulis adalah Rahib dan Imam, Mount Melleray Abbey – Copaquin. Co. Waterford- Irlandia