Menghubungkan Gerakan Moral Keagamaan dengan Gerakan Sosial Kemasyarakatan

Bagi Ketua Umum Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI), Pdt Gomar Gultom, MTh., dokumen Abu Dhabi adalah undangan untuk semua manusia di muka bumi. “Pada mereka yang beriman, umat beragama maupun kepercayaan tertentu,” katanya dalam Seminar Nasional Dokumen Abu Dhabi “Tentang Persaudaraan Manusia  untuk Perdamaian Dunia dan Hidup Beragama” di Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, Jakarta, 25 Januari 2023.

Dalam kesempatan seminar itu, Pdt. Gomar mengaku merasa tertohok atas undangan tersebut. “Saya sebagai seorang pendeta menerima undangan ini sangat tertohok. Karena undangan ini sungguh menguliti apa yang dilakoni oleh umat yang saya pimpin selama ini jauh gitu. Undangan ini menguliti perilaku-perilaku yang selama ini mengganda dalam kehidupan umat yang saya lihat gitu. Meyakini bahwa agama Kristen adalah kasih, membawa damai, mengisi ruang publik dengan damai, tapi dalam lingkungan umat yang saya amati, menjadikan ruang publik sebagai wadah untuk merebut sesuatu untuk diri. Entah itu dalam bidang politik, ekonomi, bahkan juga dalam hidup bergereja,” katanya.

Fenomena itu, menurutnya, juga terlihat dalam rebutan umat antar Gereja. “Rebutan umat juga dari berbagai denominasi yang berbeda-beda ini. Yang tak jarang rebutan umat ini juga akhirnya mengangkangi apa yang disebut kasih, damai dan kemanusiaan itu,” katanya.

Namun, menurutnya, tidak ada warga Gereja yang tidak mencita-citakan perdamaian dan kedamaian. “Dan saya juga yakin umat beragama lain juga sama seperti itu. Tapi dalam kenyataan sesehari kan sulit sekali,” katanya.

Pdt Gomar mengatakan, agama-agama itu “jualannya” kasih dan damai. “Tapi, ya nggak kunjung tiba. Pertanyaannya adalah kenapa gitu? Mgr almarhum, Mgr Situmorang pernah katakan begini, kalau nggak salah, di gedung ini beliau katakan. Setiap orang punya kecenderungan untuk menggapai damai bagi dirinya, mengorbankan damai orang lain. Saya ingat betul kalimat beliau begitu. Kita punya kecenderungan seperti itu. Dan saya kira, ini yang menyebabkan betapa sulitnya kita menggapai damai, kasih, dan kemanusiaan itu,” katanya.

Undangan deklarasi Dokumen Abu Dhabi, menurutnya, mengajak para pemeluk agama untuk kembali pada substansi agama itu sendiri. “Undangan ini mengajak kita untuk menghidupi substansi dari agama kita masing-masing itu dan tidak terjebak pada simbol-simbol agama karena pengedepanan simbol-simbol agama itu ternyata, yang saya amati, akan menjadikan ruang publik kita riuh dengan rebutan. Itu satu kemungkinan. Akan tetapi yang tidak juga tertutup kemungkinan adalah kelompok-kelompok kepentingan entah politik, entah ekonomi, menggunakan agama ini juga sebagai jualan dalam rangka mencari kepentingan-kepentingan ekonomi, politik atau yang lain-lain,” tuturnya.

Untuk itu, sebagai respons atas undangan Dokumen Abu Dhabi, Pdt Gomar mengusulkan dua hal. “Yang pertama, arah kita para pemimpin agama maukah kita sekarang bersama-sama kerja sama untuk mendidik umat kita masing-masing? Beragama secara cerdas menukik pada substansi dari agama dan kepercayaan kita masing-masing dan mulai mengajak umat untuk tidak terjebak pada formalisme agama, dogmatisme agama yang bisa menjadikan kita satu sama lain berseteru. Tapi ketika kita mengajak umat menghidupi substansi agama itu, agama apapun, kepercayaan apapun, saya yakin dan percaya, kemanusiaan, kasih, damai akan mengedepan dalam kehidupan kita,” ungkapnya.

Yang kedua, Pdt Gomar mengusulkan supaya dilakukan rekoneksi atau menghubungkan kembali gerakan moral keagamaan dengan gerakan sosial kemasyarakatan kita. “Dialog-dialog interfaith Indonesia udah puluhan tahun. Tapi, selain elitis sifatnya, dialog-dialog kita nggak nyambung juga dengan karya-karya sosial,” katanya. Menurutnya, sudah waktunya merespons undangan Dokumen Abu Dhabi ini dengan menghubungkan dialog-dialog antara realitas sosial kita ke dalam bentuk karya.

Bagikan:

Recommended For You

About the Author: redinspirasi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *