
Berikut ini adalah transkrip homili Bapak Kardinal Ignatius Suharyo dalam Misa Requiem Paus Emeritus Benediktus XVI di Gereja Katedral Jakarta, 5 Januari 2023.
Saudari-saudaraku yang terkasih,
Bersama-sama dengan umat Katolik di seluruh dunia, kita mengiringi berpulangnya Paus Emeritus Benediktus XVI ke rumah Bapa pada hari pemakaman beliau pada hari ini.
Kita semua merasakan kehilangan yang sangat besar. Tetapi sebagai orang beriman, lebih-lebih kita ingin bersyukur. Bersyukur kepada Tuhan karena telah menganugerahkan Paus Benediktus kepada Gereja dan kepada dunia. Kita ingin menyampaikan rasa hormat yang tinggi kepada almarhum atas semua dan segala yang telah beliau lakukan pada waktu beliau masih di antara kita. Khususnya atas kesaksian iman dan doa-doa beliau untuk Gereja dan untuk seluruh umat manusia.
Saudari-saudaraku yang terkasih,
Sangat banyak ulasan mengenai beliau. Baik pada waktu beliau masih di antara kita maupun sesudah beliau menghadap Tuhan beberapa hari yang lalu. Saya sengaja tidak menggunakan kata wafat atau meninggal. Tetapi sengaja menggunakan kata menghadap Tuhan. Menurut rasa bahasa saya, wafat mempunyai nuansa pasif. Sementara menghadap Tuhan mempunyai nuansa aktif. Pada suatu saat, beliau berkata begini, “Saya hanyalah seorang peziarah yang memulai langkah terakhir ziarahnya di bumi ini”. Kata-kata ini mengungkapkan dengan sangat jelas bahwa Paus Benediktus XVI sudah sejak lama menyiapkan diri untuk menghadap Tuhan.
Sekian banyak buku telah beliau tulis mengenai Allah, mengenai manusia, mengenai Gereja dan banyak tema yang lain. Tak terhitung jumlah ceramah atau homili yang disampaikan dalam berbagai macam kesempatan. Sekarang, saya bayangkan beliau mengatakan kepada kita dengan mengutip kitab nabi Yesaya yang tadi kita dengarkan dalam bacaan pertama. Beliau mengatakan kepada kita, “Sesungguhnya inilah Allah kita yang kita nanti-nantikan supaya kita diselamatkan. Inilah Tuhan yang kita nanti-nantikan. Marilah kita bersorak-sorai dan bersuka cita oleh karena keselamatan yang diadakan-Nya.” Semua yang beliau renungkan, semua yang beliau refleksikan dan selanjutnya beliau tulis, semuanya bermuara di dalam kata-kata itu, yaitu perjumpaan pribadi dengan Allah dari wajah ke wajah. Itulah sebabnya saya membayangkan, sekarang ini beliau berkata kepada kita, ”Sesungguhnya inilah Allah kita!”
Saudari-saudaraku yang terkasih,
Seperti apakah Allah yang beliau kontemplasikan, beliau renungkan, beliau refleksikan dan sekarang beliau jumpai dari wajah ke wajah? Saya yakin, bahwa beliau akan mengatakan kepada kita pula bahwa Allah yang beliau jumpai dari wajah ke wajah adalah Allah Sang Kasih. Itulah sebabnya saya merasa, saya yakin tidak salah kalau kita berkata sekali lagi itulah sebabnya ensiklik pertama yang beliau tulis sebagai Paus, beliau beri judul “Allah adalah Kasih”.
Kita bisa bertanya dalam rangka apa Paus Benediktus menulis ensiklik ini pada tahun 2005? Jawabannya ada pada pendahuluan ensiklik itu. Saya kutip, “Dalam dunia di mana nama Allah kadang-kadang dikaitkan dengan balas dendam, atau bahkan kewajiban akan kebencian dan kekerasan, pesan ini amat aktual…” Tentu bisa ditambahkan juga alasan lain yaitu ketika Allah tidak lagi diperhitungkan lagi dalam kehidupan sebagian umat manusia zaman ini, menyatakan “Allah adalah Kasih” selalu merupakan keharusan.
Dapat diandaikan juga mengapa beliau memilih nama Benediktus sebagai Paus? Kita semua tahu Benediktus adalah Pelindung Eropa, sosok yang merintis kebudayaan kristiani Eropa. Oleh karena itu, kita boleh yakin bahwa dengan menulis ensiklik pertama dengan judul “Allah adalah Kasih” dan memilih nama Benediktus, dapat ditafsirkan beliau ingin mengajak seluruh umat manusia untuk merawat dan mengembangkan budaya kasih. Dalam refleksi saya bertanya, apakah pewartaan bahwa “Allah adalah Kasih” akan didengarkan oleh dunia yang mempunyai cara berpikir lain sebagaimana tadi kita dengarkan di dalam Injil ketika orang lain bukanlah sesama, tetapi saingan atau bahkan musuh; ketika Allah dan pesan kasih-Nya tidak diperhitungkan lagi dalam berbagai wilayah hidup manusia yang lain?
Saudari-saudaraku yang terkasih,
Pada zamannya, di Efesus, Yohanes memberi nasihat agar orang mengasihi satu sama lain sebagaimana dimaklumkan di dalam Injil itu. Tetapi sejarah membuktikan bahwa jemaat di Efesus yang dipimpin oleh Yohanes tidak berhasil mengatasi konflik-konflik berkepanjangan yang terjadi di sana sehingga pusat Gereja awal di Efesus akhirnya hilang.
Saya juga membayangkan Paus Benediktus paham besar mengenai dunia yang penuh dengan hal-hal yang berlawanan dengan kasih. Tetapi tetap saja beliau dengan segala macam cara mewartakan bahwa “Allah adalah Kasih” dengan implikasi moralnya dalam kehidupan bersama. Beliau pasti yakin bahwa pesannya akan didengarkan. Kalaupun tidak oleh sebagian besar umat manusia, sekurang-kurangnya oleh Gereja, oleh pribadi-pribadi dan komunitas-komunitas yang akan menjadi suara hati di tengah-tengah dunia yang banyak mencerminkan hal-hal yang berlawanan dengan kasih. Dan kita semua yakin beliau sendirilah salah satu suara hati di tengah-tengah Gereja, di tengah-tengah dunia yang sangat kuat bagi dunia zaman sekarang dan bagi Gereja yang kita cintai dengan cara hidup beliau yang sederhana.
Di tengah-tengah dunia yang mabuk kuasa, beliau berkata dalam sambutan pengunduran dirinya sebagai Paus. Saya kutitp, “Di tengah-tengah Anda, ada paus berikutnya. Saya berjanji untuk taat kepadanya.” Ungkapan dari seorang yang pasti sangat mulia hatinya. Beliau juga berkata, saya kutip, “Setelah berulang kali memeriksa hati nurani saya di hadapan Tuhan, saya sampai pada kepastian bahwa kekuatan saya, karena usia lanjut, tidak lagi sesuai dengan tuntutan menjadi Paus.” Di balik kata-kata itu, saya membaca yang tidak terucapkan dan tidak tertulis, beliau membiarkan orang lain yang lebih muda daripada beliau sendiri untuk memimpin Gereja ini yang mampu menanggapi berbagai macam tantangan dunia yang semakin kompleks. Dan sesudah itu, beliau memilih untuk hidup di dalam keheningan menjadi pendoa bagi Gereja dan bagi umat manusia dalam ketaatan utuh kepada Allah Sang Kasih.
Dan sekarang kita yakin beliau menjadi pendoa bagi kita semua, bagi Gereja yang sedang berziarah dan bagi umat manusia yang hidup di dalam arus zaman sekarang ini. Dengan keyakinan bahwa Paus Benediktus menjadi pendoa bagi kita, marilah kita lanjutkan peziarahan iman kita sebagai murid-murid Yesus. Semakin tekun dan semakin setia mengikuti Yesus. Tuhan memberkati!