
Bagaimana wujudnya?
Tarno pun melontarkan, jika sebelumnya sampah hanya dibuang begitu saja, selanjutnya, ia mengajak untuk memaknai bersama bahwa sampah adalah sumber daya alam yang kalau dikelola secara khusus menjadi potensi hidup, menjadi potensi sejahtera, dan menjadi potensi sehat. “Karena dengan pemberdayaan masyarakat di DKI Jakarta ini, Bapak-Ibu sekalian, terbuka peluang-peluang usaha. Terbuka kesempatan-kesempatan kerja di dalam lingkungan hidup,” katanya.
Menurut Tarno, mengelola sampah bersama mulai dari sumbernya bisa mempererat tali silaturahmi. “Nah, coba Bapak-Ibu keluar RT ngomong-ngomong dengan lingkungan, sampah kita mau diapakan, nah, ini menjadi silaturahmi, kita berbeda agama, berbeda suku namun dengan sampah kita bisa bersilaturahmi. Ini adalah suatu hasil capaian di luar materi,” katanya.
Selain mempererat tali persaudaraan, menurutnya, mengelola sampah bersama bisa menjadikan hidup semakin beriman dan semakin damai dengan diri sendiri. Sampah yang dikelola dan dimanfaatkan bisa menghasilkan berbagai produk seperti media tanam, pupuk, pestisida organik, pakan ternak, unggas, perikanan, peraga pendidikan, kreasi daur ulang, maupun usaha mikro lainnya. “Ada peluang usaha mikro bagi usaha-usaha masyarakat yang nanti menjadi peluang usaha dari pemberdayaan masyarakat,” katanya.

Pengelolaan sampah, lanjutnya, bisa dilakukan di berbagai komunitas baik dalam lingkungan Gereja maupun dalam lingkup RT RW setempat. Namun, hal itu, menurutnya, juga bisa dimulai dari diri sendiri atau keluarga yang selanjutnya bisa diperluas. “Kalau sudah mengolah sampah organik, coba lapor ke RT. Kalau sudah mengolah sampah nonorganik coba lapor RT. Nah, nanti akan terkolaborasi dengan rekan-rekan di RT RW, di PKK, lalu nanti dengan rekan-rekan di studi lingkungan hidup, di dinas lingkungan hidup, menjadi sebuah gerakan bersama, terkolaborasi,” imbuhnya.
Demikian pula, menurutnya, jika sekolah sudah mempunyai bank sampah, pengelolaan sampah bisa dilanjutkan. Namun, Tarno mengingatkan, kalau sekolah bukan penghasil sampah, namun media perubahan dan sarana pendidikan.