
Dua, sebelum mulai berkarya, Yesus berkenan mengalami godaan setan, seperti halnya keadaan kita manusia di dunia ini. (Bdk Mt 4:1-140. Ketika mulai berkarya, Yesus selalu berbelarasa kepada yang menderita, baik jiwa maupun raganya. Yang sakit kusta dan menjadi sampah masyarakat disembuhkan. Yang buta dapat melihat kembali, yang tuli dapat mendengar, yang lumpuh dapat berjalan. Setan diusirnya dari yang kerasukan. (bdk Mt 4:23-25). Yang berdosa diampuni dosanya, dan dinasihati supaya tidak berdosa lagi (Mt. 9:1-8 dan Yo 5:14-16; Yo 8:10-11). Namun para Ahli Kitab, orang Farisi dan tua-tua bangsa memusuhi-Nya dan puncaknya Yesus dihukum mati di salib di antara 2 penjahat kakap (bdk Mt 27:38). Sebelum disalib Ia sempat dianiaya, dengan hukuman cambuk 39 kali, yang merobek-robek kulit dan dagingnya, karena pada cambuknya diikat besi-besi runcing. Kepala-Nya pun dimahkotai duri (Bdk. Yo 19:1-2). Dalam keadaan yang demikian, Ia harus memanggul salib berat itu. Sampai tiga kali Ia jatuh tertindih salib. Masih 3 jam Yesus tergantung di salib. Akhirnya Yesus mewakili kita semua menyerahkan diri-Nya sebagai korban tebusan bagi dosa manusia kepada Bapa-Nya di surga. Dan kita semua manusia dibawa serta oleh-Nya. Allah Bapa menerima pengorbanan Putra-Nya yang tunggal dan Paskah terjadi pada hari ketiga. Yesus bangkit mulia dan menarik kita semua kepada-Nya. St. Yohanes mencatat sabda Yesus: “… dan Aku, apabila Aku ditinggikan dari bumi, Aku akan menarik semua orang datang kepada-Ku.” (Yo 12:32). Paskah adalah terlaksananya belarasa Allah Putra secara paripurna. Kita semua yang percaya kepada-Nya ditarik menuju kebangkitan mulia. Kepada Nicodemus Yesus juga bersabda: “Dan sama seperti Musa meninggikan ular di padang gurun, demikian juga Anak Manusia harus ditinggikan, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya beroleh hidup yang kekal” (Yo 3:14-15). Ini semua dilaksanakan Yesus yang mengemban tugas dari Allah Bapa dengan ketaatan penuh: “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.” (Yo 3:16). Sikap taat-Nya kepada kehendak Allah seperti ketaatan ibu-Nya.
Semangat belarasa Paskah
Dari penjelmaan-Nya sampai dengan Paskah kita dapat melihat dengan jelas semangat belarasa Tuhan kita Yesus Kristus. Kita semua umat beriman diharapkan menghidupi semangat belarasa Tuhan Yesus tersebut. St. Paulus menulis kepada umat di Filipi demikian: “Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus,” (Fil 2:5). Memang sebenarnya Tuhan Yesus sendiri menghendaki agar kita berbelarasa bagi keselamatan semua orang, dan kita diutus untuk ikut serta dalam karya penyelamatan-Nya itu lewat Gereja-Nya. Dalam perutusan kita, kita berbelarasa kepada sesama, bersama dengan Tuhan Yesus yang tetap menyertai bersama dengan Roh Kudus. (bdk Mt 28:18-20 dan Kis 1:8).
Belarasa Yesus memang terutama bagi keselamatan jiwa, tetapi dari uraian sebelumnya tampak bahwa Ia peduli dan tidak mengesampingkan kesejahteraan hidup manusia. Yesus mengusir setan, menyembuhkan segala penyakit dan memberi mereka juga makan. Bahkan kepada kita telah ditinggalkan nasihat agar kita berbelarasa kepada mereka yang miskin, dipenjara, sakit, dan lain-lain. Bahkan Yesus memberikan nilai tinggi bagi perbuatan baik kita. Segala perbuatan kita yang demikian, dianggap pelayanan kepada Yesus sendiri. (bdk Mt 25:31-46). Demikian pula belarasa kita kepada sesama juga menjadi belarasa kita kepada Tuhan Yesus yang sengsara. Selama masa Prapaskah kita pantang dan puasa, kerap berdoa jalan salib dan merenungkan segala pengorbanan Yesus kepada kita. Hati kita, kita kobarkan untuk berbelarasa kepada Dia, tetapi sekaligus mendorong kita berbelarasa kepada sesama.