Mengembangkan Pribadi Non Konsumtif demi Pemulihan Bumi

Suster Nur melihat cara manusia saat ini menghormati manusia lainnya didasarkan pada apa yang dikomsumsinya, apa yang dibeli, atau apa yang dimiliki. Hal itu, tentu sangat jauh dari maksud Tuhan menciptakan manusia. “Di situlah nanti pengaruhnya kepada bagaimana cara kita memperlakukan lingkungan kita dan cara kita berinteraksi satu sama lain,” katanya.

Dalam konteks menghormati manusia dan  berinteraksi, Suster Nur terinspirasi Santo Fransiskus Assisi yang menjadi pelindung kaum rentan dan mencintai sesama ciptaan Tuhan.

Menurutnya, Santo Fransiskus Assisi melakukan itu semua dengan gembira dan otentik. “Bukan dibuat-buat. Tidak ada yang dibuat-buat. Tidak yang palsu. Tidak ada yang itu hanya untuk pencitraan. Tidak hanya untuk supaya dilihat orang. Bahkan mungkin tidak dikenal,” katanya.

Semangat Santo Fransiskus Assisi ini menginspirasi Suster Nur saat ini untuk bersama para guru dan para suster mendidik generasi muda dan mendatang di sekolah.

“Kita punya tanggung jawab untuk menyerahkan apa yang sekarang ini kita jalani, perilaku kita, mungkin pilihan-pilihan kita itu kita bertanggung jawab untuk generasi yang akan datang,” katanya.

Terinspirasi dari ensiklik Laudato Si’, menurut Suster Nur, gerakan mencintai dan merawat lingkungan hidup tidak berorientasi pada hasil. “Tetapi sebagai suatu ekspresi iman, karena memang segala-galanya itu yang menyelenggarakan Allah. Tuhan Allah yang menciptakan semesta ini. Maka, kalau saya mengimani bahwa semua makhluk itu adalah ciptaan Tuhan sebagai saudara dan saudari, maka sikap dan tindakan-tindakan saya terhadap semesta ini pun menjadi suatu ungkapan iman saya kepada Tuhan yang memang menyediakan semuanya itu. Nah, bagaimana ini saya coba bersama dengan generasi muda yang akan datang ini dari hal-hal yang kecil,” katanya.

Bagikan:

Recommended For You

About the Author: redinspirasi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *