Oleh CHR. DANANG WAHYU PRASETIO, S.OR*
“Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu, dengan segenap jiwamu, dengan segenap akal budimu, dan dengan segenap kekuatanmu.
Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri”
(Markus 12: 30 – 31)
Pada waktu ini, wabah virus Covid-19 kecenderungannya mengalami penurunan baik di level nasional maupun daerah. Informasi data penyebaran Covid-19 ini didapatkan dari tim satgas pemerintah pusat maupun daerah. Biarpun angka penyebaran Covid-19 mengalami penurunan, kita semua harus tetap memerhatikan protokol kesehatan (prokes) dan tidak abai dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini dimaksudkan supaya kasus penyebaran Covid-19 tidak mengalami lonjakan atau terjadi gelombang ketiga, sesuai dengan prediksi yang ada. Ketika terjadi lonjakan kasus atau terjadi gelombang ketiga, proses kehidupan di segala aspek akan terdampak.
Maka guna menanggulangi dan menjegah kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi tersebut, kita sebagai pribadi, keluarga, kelompok, masyarakat dan lembaga atau instansi harus memiliki kesadaran yang baik tentang pentingnya prokes dalam aktivitas dan kegiatan sehari-hari. Terlebih saat ini pemerintah pusat dan pemerintah daerah lewat lembaga atau instasi terkait bahkan organisasi-organisasi kemasyarakatan sedang gencar-gencarnya melaksanakan vaksin bagi anggota masyarakat tanpa pandang bulu. Oleh karena itu sebagai warga negara yang baik, mari kita berpartisipasi untuk menyukseskan penanggulangan Covid-19 ini dengan kesadaran untuk melaksanakan vaksin tanpa harus diminta secara paksa. Hal ini diupayakan oleh pemerintah secara optimal guna memperoleh herd immunity (kekebalan kelompok). Semua yang diupayakan dan diprogramkan pemerintah bisa berhasil dan sukses kalau ada peran serta, partisipasi dan kesadaran dari masyarakat.
Pandemi sebagai refleksi
Selama ini, sesuatu yang bersifat personal sekalipun, misalnya peribadatan (perayaan ekaristi), harus dilakukan secara online mengikuti prokes yang diterapkan oleh pemerintah dan keuskupan. Hal ini dimaksudkan untuk melindungi masyarakat (umat) dari penularan Covid-19.
Namun sayang, ketika banyak pihak berjuang untuk menyelesaikan permasalahan pandemi, yang terjadi adalah munculnya konflik kepentingan, satu pihak menyalahkan pihak yang lain terkait kebijakan yang ada.
Sebenarnya permasalahan ini disebabkan oleh adanya kebijakan ataupun aturan yang belum bisa diterima secara utuh sehingga memengaruhi cara berpikir dan bertindak pada saat ini. Oleh karena itu, situasi dan kondisi saat ini mengajak kita semua untuk lebih peka untuk bisa saling bekerjasama, menghormati, menghargai, membantu dan meringankan beban orang lain.
Dalam situasi sulit seperti ini, kita diingatkan akan sabda Tuhan, “Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan yang berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu. Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan. Sebab kuk yang Kupasang itu enak dan beban-Ku pun ringan”, (Matius 11:28-30). Kutipan injil ini mengingatkan kita semua akan masa Adven, masa untuk mempersiapkan diri menyambut kelahiran Yesus Sang Juru Selamat.
Pada masa Adven ini, kita dituntut untuk melakukan pertobatan, terlebih pada saat pandemi dengan cara membangun solidaritas terhadap sesama dalam kehidupan sehari-hari. Pertobatan yang kita lakukan dalam bentuk solidaritas pada sesama ini akan memperdalam iman kita.
Kita bisa melihat situasi dan kondisi di sekitar kita dan alam semesta ini dengan kaca mata iman. Hal tersebut akan membantu kita untuk semakin bermakna di hadapan Allah guna menyambut Putra-Nya terkasih yaitu Yesus Kristus. Perwujudan konkret dari aksi solidaritas yang kita lakukan ini bisa berupa taat pada prokes di semua tempat kita berada, membantu sesama yang sedang terdampak, menjadi relawan, atau menjadi donatur untuk penggalangan dana, maupun aksi lain yang bisa meringankan beban sesama kita.
Pandemi sebagai panggilan
Melalui situasi pandemi, mata hati kita secara tidak langsung telah dibuka oleh Tuhan sendiri. Kita dibantu untuk makin peka dan sadar akan maksud Tuhan di balik semua ini. Apa maksud Tuhan dibalik semua ini? Pertanyaan reflektif tersebut dapat kita tanyakan pada diri kita masing-masing. Seperti yang tertulis dalam Injil “sebab dagingku adalah benar-benar makanan dan darahku adalah benar-benar minuman, barang siapa makan dagingku dan minum darahku ia tinggal di dalam Aku dan Aku didalam dia”, (Yohanes 6:55-56).
Kutipan Injil tersebut memberi peneguhan pada kita bahwa dalam proses kehidupan yang serba sulit saat ini, kita diajak untuk selalu berpikir positif dan selalu berpengharapan, yakin akan datang perkembangan yang lebih baik lagi. Hal tersebut dikuatkan dengan sebuah pernyataan yang menarik bahwa “hidup harus dihayati dengan melangkah ke depan, tetapi hanya dapat dipahami dengan menoleh kebelakang”. Artinya, bahwa pengalaman pergulatan batin yang telah kita rasakan jika diolah atau direfleksikan akan menjadi bermakna demi perkembangan hidup pribadi, dan sebaliknya jika tanpa diolah atau direfleksikan hanya menjadi batu sandungan yang setiap saat dapat menjatuhkan diri kita sendiri.
Pada saat pandemic, pengalaman rohani yang dapat kita petik adalah, tidak menjadi pribadi yang selalu dimengerti dan dipahami, tetapi menjadi pribadi yang bisa mengerti dan memahami. Artinya, menjadi pribadi yang bisa meluangkan waktu untuk dapat melayani dan berbagi kepada sesama.
Pandemi sebagai perutusan
Kunci untuk membantu kita melaksanakan pertobatan dalam hidup sehari-hari ini adalah selalu berpikir dan bersikap lebih dewasa supaya bisa berkembang sebagai pribadi yang utuh dengan segala hiruk-pikuk tanggung jawab dan kesadaran yang baik.
Tentu, semua itu mudah untuk diucapkan, tetapi butuh perjuangan dan kerja keras untuk melaksanakannya. Namun, kita harus tetap yakin dan percaya, jika kita berusaha dan Tuhan berkehendak, tidak ada yang susah atau tidak mungkin bagi Tuhan, karena kebangkitan akan selalu datang bagi orang-orang yang percaya. Dengan kata lain kesadaran diri adalah modal dasar untuk menjadi pribadi yang lebih baik lagi.
Pada lain sisi, situasi pandemi seperti ini menuntut kita, manusia, untuk bisa hidup dengan cara pandang baru terkait dengan aspek dominan dalam kehidupan seperti aspek ekonomi, sosial, dan juga kesehatan.
Dari sisi aspek ekonomi, pemerintah diminta untuk lebih bijaksana dalam membuat program untuk rakyat yang tepat guna dan sasaran. Sementara kita sebagai masyarakat diminta untuk lebih kreatif dan inovatif untuk mewujudkan keluarga yang sejahtera baik lahir maupun batin sesuai dengan kemampuan masing-masing.
Berkaitan dengan aspek sosial jelas, bahwa kita adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan dan kerjasama dengan orang lain. Maka, situasi pandemi seperti ini menuntut kita untuk semakin bisa bekerjasama dan berkolaborasi dengan sesama secara tulus ikhlas, tanpa ada permusuhan.
Sedangkan terkait dengan aspek kesehatan jelas, kita dituntut untuk tetap menerapkan dan melakukan prokes di setiap tempat dan waktu di manapun kita berada, karena ini sebagai kunci penanggulangan Covid-19.
Berkaitan dengan situasi pandemi Covid-19 ini, kita tidak bisa lepas dari kuasa Tuhan. Maka, kita sebagai seorang yang beriman harus selalu ingat akan sabda dalam Injil yang tertulis “Oleh karena itu Aku berkata kepadamu; mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketuklah, maka pintu akan dibukakan bagimu, karena setiap orang yang meminta, menerima dan setiap orang yang mencari, mendapatkan dan setiap orang yang mengetuk, baginya pintu dibukakan”, (Lukas 11:9-10). Oleh karena itu, menjadi umat Allah harus selalu percaya kepada-Nya, karena orang yang beriman pasti percaya untuk bisa menemukan Tuhan dalam segala hal, Amin. AMDG.
*Penulis adalah Guru SMA Kolese De Britto Yogyakarta