Allah Sumber Keadilan

Oleh BAPAK JULIUS KARDINAL DARMAATMADJA, SJ

 

Pembukaan

Judul “Allah Sumber Keadilan”  adalah tema dari Bulan Kitab Suci Nasional (BKSN), yang jatuh pada bulan September tahun 2024. Selama bulan September, umat Katolik diajak merenungkan tema tersebut 4 kali selama sebulan. Sumbernya dari Kitab Nabi Nahum dan Nabi Habakuk. Ada buku panduan yang disiapkan oleh Lembaga Biblika Indonesia (LBI) bersama dengan Komisi Kitab Suci Keuskupan Bogor bagi kelompok dewasa, Komisi Kitab Suci Keuskupan Surabaya bagi kelompok remaja dan Komisi Kitab Suci Keuskupan Agung Semarang bagi kelompok anak-anak.

 BKSN 2024

Tema untuk renungan umat sepanjang Bulan Kitab Suci Nasional September 2024, hanya menyoroti satu sisi sifat Allah, yaitu keadilan-Nya. Sebagai tema renungan adalah “Allah sumber keadilan”, inspirasinya diambil dari Kitab Nahum dan Habakuk, dua nabi kecil yang kurang dikenal oleh kebanyakan umat. Menurut zamannya masing-masing, kedua nabi ini berjuang bersama umatnya, untuk mengenali dan memahami cara Allah untuk memulihkan dan menegakkan keadilan. (Lihat Buku: “Bulan Kitab Suci Nasional, Allah Sumber Keadilan, Kitab Nahum dan Habakuk”  , hal. 13).

Bahan renungan

Tema pokok “Allah Sumber Keadilan”, dijadikan 4 sub tema (ibid hal. 16 ), yaitu:

a. Pertemuan I: Allah menjadi dasar pengharapan dalam kesulitan: Nahum 1:1-8

Allah menjadi dasar umat beriman memiliki harapan kokoh kepada-Nya. Allah menjadi penjamin bahwa dalam aneka macam kesulitan terutama yang disebabkan oleh ketidakadilan, kehendak-Nya akan terlaksana. Ketidakadilan yang bersumber dari dosa menimbulkan kesulitan bagi manusia. Kehendak Allah hadir untuk menata dan merapikan segala sesuatu yang rusak akibat dosa. Dengan itu pula Allah memberi jaminan bahwa Dirinya adalah satu-satunya harapan akan keteraturan hidup yang dapat melepaskan manusia dari aneka macam kesulitan. (lihat hal. 17). Dengan bantuan Nah 1:1-8, umat beriman dapat melihat bahwa kehendak Allah bekerja dengan merusak segala bentuk ketidakadilan. Setelah  segala wujud dosa yang menyebabkan ketidakadilan dihalau dan dihancurkan, Allah membangun dan menata kembali kehidupan yang menghadirkan keselamatan. (ibid. Hal. 16).

b. Pertemuan II: Allah memulihkan kemuliaan manusia: Nahum 2:1-2

Manusia adalah makhluk yang mulia. Kemuliaan manusia datang dari Allah yang menciptakannya menurut gambar atau citra Allah sendiri. Tetapi dalam perjalanan hidupnya, manusia kehilangan kemuliaannya karena berdosa. Ada macam-macam wujud dosa, antara lain ketidakadilan. (ibid hal. 22). Pada pertemuan kedua ini, didiskusikan ketidakadilan yang membuat kemuliaan manusia hilang. Supaya kembali pada martabatnya, manusia harus merebut kembali dan memulihkan kembali kemuliaannya. Untuk itu manusia beriman harus memohon Allah untuk membantunya dalam memulihkan kemuliaannya yang hilang. Melalui nubuatnya Nahum mengungkapkan bahwa Allah akan memulihkan kemuliaannya seperti Ia memulihkan kemuliaan Yakub, seperti kemuliaan Israel. (Nah 2:1-2). (Lihat ibid. hal. 16). Kenyataan bahwa Ninive, pusat kekaisaran Asyur dapat jatuh, membuktikan bahwa Allah mendengarkan harapan umat Yehuda yang menderita ketidakadilan. Allah membela umat pilihannya (Yehuda) dan tidak membiarkan umatnya dalam penderitaan. Allah bertindak dan menghancurkan musuh umat-Nya. Sekaligus kenyataan itu menunjukkan bahwa Allah berkehendak memulihkan kemuliaan manusia. Kemuliaan manusia rusak akibat dosa. Dosa dapat tumbuh dan berkembang baik dalam diri manusia maupun dari luar dirinya. Dosa berpotensi merusak martabat manusia dan menghilangkan kemuliaan manusia. Tetapi karena manusia lemah, harapan pada Tuhan, Allah Israel yang berkehendak kuat memulihkan kemuliaan manusia (Nah. 2:1-2). Satu-satunya yang dapat mengalahkan musuh adalah Allah Israel (Nah 2:2a). Lihat hal. 23.

c. Pertemuan III: Menjadi manusia yang benar supaya tidak mengalami hukuman: Hab 2:1-5.

Manusia sering merasa bahwa hidupnya selalu dalam kondisi sulit. Saat mengalami itu manusia merasa bahwa ia terperangkap dalam hukuman. Hukuman itu terjadi diyakini karena ia tidak melakukan tindakan yang benar. Dengan nubuat Habakuk umat beriman dibantu untuk mengenali gagasan ‘orang benar’. Dengan mengenali dan memahaminya, umat beriman akan sampai pada suatu kehidupan yang dilandasi oleh imannya (Hab 2;1-5). Guna mendapatkan pemahaman yang tepat mengenai ide ‘orang benar’, rasul Paulus memberikan bantuan dengan permenungannya atas nubuat Habakuk itu dalam pewartaannya tentang ‘orang benar akan hidup oleh iman’ (Rom 1:17). (Lihat ibid. hal. 27). Dengan mengikuti permenungan Paulus atas nubuat Habakuk itu, umat beriman akan sampai pada rumusan iman orang benar dalam kekristenan, yaitu kualitas personal yang mencakup kredibilitas, keadilan, ketegasan dan kesetiaan dalam melaksanakan kehendak Allah. (Lihat ibid. hal. 28).

Kecuali itu orang benar, memiliki kepasrahan seperti Ayub (6:11). Hab2:4 “Sesungguhnya orang yang membusungkan dada, tidak lurus hatinya, tetapi orang yang benar itu akan hidup oleh percayanya.” Penggalan pertama, yang membusungkan dada, tidak lurus hatinya dapat dipahami orang sebagai orang yang tidak sabar dalam pengharapan, berlawanan dengan orang benar, yang teguh dalam pengharapan, setia kepada Allah dan percaya akan Sabda-Nya, bahkkan ketika tidak bisa memahami tindakan-Nya, dan ketika Dia tampaknya tidak bertindak sama sekali terhadap ketidakadilan yang ada. (lihat ibid. hal. 28)

d. Pertemuan IV: Menjadi manusia yang bersuka-cita karena Allah yang adil. (Hab 3:1-19)

Pada pertemuan IV dibicarakan hal-hal berikut. Pengalaman akan Allah yang adil ini harus tumbuh dan berkembang dalam diri umat beriman berdasarkan pengalaman akan aneka macam kebaikan Allah dalam hidupnya. Pengalaman-pengalaman positif akan Allah itu akan membangkitkan optimisme bahwa hidup yang dijalaninya merupakan berkat dan rahmat dari Allah yang terus menerus menghendaki bahwa hidup manusia berada dalam kondisi damai sejahtera dan adil. Nubuat Habakuk membantu orang beriman dalam memahami Allah yang adil melalui doa (Hab  3:1-19). Doa di sini berarti dialog dengan Allah.

Dialog dengan Allah mengantarkan umat beriman kepada pemahaman akan kondisi yang dialami, sekaligus memahami kehendak Allah yang harus terjadi. Pemahaman itu pada gilirannya akan mendorong umat beriman untuk sampai ke perwujudan dan penghayatan iman yang benar. Iman yang benar adalah iman yang tekun, setia bertahan bahkan dalam periode krisis sekalipun, sebagaimana yang diungkapkan Habakuk sebagai suatu kepenuhan hidup orang beriman. Iman itu tumbuh dan berkembang berkat dialog yang intensif antara Allah dan orang beriman. Hanya melalui dialog dengan Allah aneka macam pertanyaan, keberatan, sikap iman dan keterbukaan terhadap semua harapan untuk dapat mengenali, menafsirkan, dan memahami jalannya sejarah dan masalah, akan diperoleh seorang beriman.

Selanjutnya

Demikianlah sebagian dari renungan dan gagasan yang terkait dengan nubuat Nabi Nahum dan Habakuk, yang disediakan Lembaga Biblika Indonesia dalam rangka Bulan Kitab Suci Nasional pada bulan September 2024. Memang sebagian, karena hanya bahan yang untuk Umat Dewasa.

Latar belakang konteks zamannya, Nubuat Nahum berlatar belakang bahwa Umat Israel ada dalam penjajahan bangsa Asyur, dan mengalami ketidakadilan, dan kekerasan dari penjajahnya. Demikian pula Nabi Habakuk. Dia mengalami penjajahan umat Israel dari bangsa Kasdim.

Kita yang merenungkan kitab Nahum dan Habakuk dalam rangka Bulan Kitab Suci Nasional, diajak melihat situasi dunia sekarang maupun situasi nasional. Di situ juga ada kekerasan, ketidakadilan, konflik serta perang, maupun perusakan bumi dan alam lingkungan hidup kita. Semoga dengan demikian sebagai orang beriman kita menanggapi situasi tersebut secara benar. Namun, yang penting, kita akan merefleksikan dan belajar dari berbagai peristiwa tersebut dan memetik buah refleksi dan pembelajaran itu untuk perkembangan dan kematangan rohani kita. (lihat ibid, hal 7-10.

Catatan tambahan penulis

Karena temanya mengenai keadilan Allah, maka pertanyaan berikutnya adalah, bagaimana  Allah yang adil masih dapat disebut Maharahim? Sebaliknya juga, kalau Allah Maharahim, apakah Allah masih dapat disebut dengan Mahaadil, yang menghukum perbuatan jahat dan memberi pahala perbuatan baik, setimpal dengan perbuatannya? Apakah berarti pada suatu waktu Allah yang adil mengesampingkan kerahiman-Nya, dan pada saat tertentu Allah yang rahim mengesampingkan keadilan-Nya? Itu tidak mungkin, karena Allah dengan demikan justru berbuat tidak adil. Supaya ada pandangan yang lebih luas, maka kami tambahkan uraian berikut, yaitu bahwa kerahiman dan belas kasih Allah serta keadilan-Nya berpadu dalam karya penyelamatan-Nya.

Belas kasih Allah dan keadilannya berpadu dalam karya penyelamatannya.

(https://www.gotquestions.org/Indonesia/belas-kasih-keadilan.html)

Keadilan dan belas kasih Allah memang  sekilas tampak berlawanan karena keadilan bersangkut-paut dengan pelaksanaan hukuman yang setimpal dengan kesalahan yang diperbuat, sedangkan belas kasih kaitannya dengan pengampunan dan belas kasihan pada pelaku kesalahan. Akan tetapi, kedua atribut Allah ini sebenarnya bersatu-padu dalam kepribadian-Nya.

a. Allah berbelas kasih.

Dalam Kitab Suci, tampak bahwa Allah berbelas kasih pada orang Niniwe yang bertobat ketika mendengar khotbah Nabi Yunus, yang menggambarkan Allah sebagai “pengasih dan penyayang, yang panjang sabar dan berlimpah kasih setia serta yang menyesal karena malapetaka yang hendak didatangkan-Nya” (Yunus 4:2). Daud menggambarkan Allah sebagai sosok yang “pengasih dan penyayang, panjang sabar dan besar kasih setia-Nya. TUHAN itu baik kepada semua orang, dan penuh rahmat terhadap segala yang dijadikan-Nya” (Mazmur 145:8-9). Kitab Suci mengandung berbagai rujukan terhadap belas kasih Allah. Ada setidaknya 290 ayat dalam Perjanjian Lama dan 70 dalam Perjanjian Baru yang secara langsung berbicara tentang belas kasih Allah terhadap umat-Nya.

b. Allah yang adil.

Namun Kitab Suci juga membahas topik keadilan Allah dan murka-Nya atas dosa. Keadilan sempurna Allah adalah salah satu sifat-Nya yang khas: “Tidak ada yang lain, tidak ada Allah selain dari pada-Ku! Allah yang adil dan Juruselamat, tidak ada yang lain kecuali Aku!” (Yesaya 45:21). “Gunung Batu, yang pekerjaan-Nya sempurna, karena segala jalan-Nya adil, Allah yang setia, dengan tiada kecurangan, adil dan benar Dia” (Ulangan 32:4).

Jadi, dalam Kitab Suci diungkapkan bahwa Allah berbelas kasih, namun juga bahwa Ia adil dan pada suatu hari nanti akan menegakkan keadilan atas dosa yang terjadi di dunia.

c. Pandangan teologis

Di dalam agama non Kristen di dunia yang memeluk konsep dewa atau Allah yang tertinggi, sepertinya belas kasih itu mengurangi keadilannya. Allah dalam agama-agama non-Kristen mengesampingkan syarat hukum moralitas demi menunjukkan belas kasih-Nya. Jadi pendapatnya ialah bahwa belas kasih berlawanan dengan keadilan. Belas kasih Allah adalah kebebasan Allah melanggar peraturan-Nya. Allah bukan Hakim, melainkan Allah.

Pandangan agama Kristen unik karena belas kasih Allah ditunjukkan justru melalui keadilan-Nya. Keadilan tidak diabaikan demi menunjukkan belas kasih. Pandangan Kristen tentang pengganti hukuman menyatakan bahwa dosa dan ketidakadilan telah dihukum di atas salib Kristus dan jika para pendosa yang tak layak mencari pengampunan, maka Allah menawarkan belas kasih-Nya karena hukuman dosa telah dilunasi melalui pengurbanan Kristus.

Adam dan Hawa tidak seketika dibinasakan ketika mereka memakan buah terlarang. Sebaliknya, Allah menjanjikan seorang Penebus (Kejadian 3:15). Dalam kasih-Nya, Allah mengutus Anak-Nya (Yohanes 3:16). Kristus melunasi setiap dosa yang pernah dilakukan; oleh karena itu, Allah adil dalam menghukum dosa, dan Ia juga dapat membenarkan pendosa yang menerima Kristus melalui iman (Roma 3:26). Keadilan dan belas kasih Allah dipamerkan ketika Kristus mati di atas salib. Di atas salib, keadilan penuh Allah dicurahkan ke atas Kristus, dan belas kasih Allah sepenuhnya dilimpahkan kepada mereka yang percaya kepada-Nya. Jadi, belas kasih sempurna Allah diulurkan melalui keadilan-Nya yang sempurna. Tujuan akhirnya ialah bahwa semua orang yang percaya pada Tuhan Yesus diselamatkan dari murka Allah dan sebaliknya mengalami kasih karunia dan belas kasih-Nya (Roma 8:1). Sebagaimana diungkapkan Paulus, “Lebih-lebih, karena kita sekarang telah dibenarkan oleh darah-Nya, kita pasti akan diselamatkan dari murka Allah” (Roma 5:9). Puncak kerahiman Allah terungkap dalam Yesus yang menebus dosa manusia lewat sengsara dan kematian-Nya di salib. Yesus sebagai perwujudan kerahiman Bapa, menampilkan diri sebagai yang penuh belas kasihan kepada umat manusia, seperti halnya kepada umat Israel saat itu yang bagaikan tanpa gembala (bdk  Mt 9:36). Untuk melaksanakan panggilan-Nya itu, Yesus mengajar tentang Bapa-Nya yang maharahim (bdk Lk 15:1-32), yang kerasukan setan Ia bersihkan (bdk Mk 5:19), segala penyakit Ia sembuhkan (bdk Mt 14:14). Yang lapar dikenyangkan (bdk Mt 15:37). Yang mati dibangkitkan (bdk Lk 7:15). Akhirnya memuncak pada pengorbanan Dirinya di salib sebagai tebusan bagi dosa manusia (bdk kisah sengsara dan wafat dalam keempat Injil). Paus Fransiskus menyimpulkan: “Kerahiman (Bapa) telah menjadi hidup dan kasat mata dalam Yesus dari Nasareth dan mencapai puncaknya dalam diri-Nya”. (MV 1). Dan seperti telah diuraikan di atas: kerahiman Allah ditunjukkan justru melalui keadilan-Nya, yaitu Yesus menanggung hukuman dosa manusia.

Bagikan:

Recommended For You

About the Author: redinspirasi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *