Oleh BAVO BENEDICTUS SAMOSIR, OCSO*
Ia terluka oleh fitnah yang memang dirancang untuk menghancurkan kariernya di sebuah perusahaan besar. Fitnah itu terus-menerus disebarkan ke nomor semua teman-teman sekantornya melalui nomor yang tidak dikenal. Ia meyakini pelakunya adalah salah seorang rekan sekantornya yang iri dan membencinya karena posisi jabatan yang ia jalankan saat ini, namun ia tidak memiliki bukti. Akhirnya hanya rasa marah dan frustasi ada dalam hatinya sebagai reaksi atas fitnah tersebut. Bagaimana mungkin orang bisa melakukan fitnah sekejam itu? Mengapa ada orang memperlakukan sesamanya dengan sangat buruk dan keji? Fitnah lebih kejam daripada pembunuhan. Fitnah yang menimpa dirinya membuat hatinya terluka. Luka yang akan meninggalkan bekas di hatinya untuk selamanya. Ia berada dalam pergolakan pencobaan spiritual dan emosional
Diakui atau tidak diakui, disadari atau tidak disadari setiap dari kita pernah mengalami luka hati karena pengalaman tersakiti dengan berbagai macam bentuk di masa lalu. Kita tidak perlu menutupi atau berpura-pura tidak memiliki luka hati karena realitas hati manusia rapuh dan kehidupan di dunia ini tidak sempurna. Lagi pula Tuhan Yesus tidak pernah menyembunyikan luka yang menusuk tubuh dan jiwa-Nya dari mata kita. Dan sesungguhnya kehidupan di bumi bukanlah tentang tidak pernah terluka atau terbebas dari luka, tetapi bagaimana menghadapi luka dengan bantuan kasih karunia Allah. Yang utama adalah apa yang harus dilakukan dengan luka yang kita alami.
Jika kita telah disakiti oleh seseorang dengan sengaja dan dengan cara luar biasa jahatnya, secara manusiawi hati kita akan tersakiti dan muncul kebencian, kemarahan dan kesedihan di hati. Namun di sisi lain, kita menyadari bahwa sebagai pengikut Kristus, kita dipanggil untuk mengampuni. Dan kita berusaha untuk mengampuni. Mungkin kita pernah mendengar dari seorang yang pernah terluka mengatakan demikian; “Saya sudah mengampuni orang yang menyakiti hati saya. Saya sudah ikhlas dan saya juga tidak berpikir untuk membalas rasa sakit saya dengan menyakiti orang yang menyakiti hati saya. Namun untuk mempercayai dia lagi rasanya tidak mungkin. Biarlah saya hidup dengan jalan hidup saya, Ia hidup dengan jalan hidupnya. Tidak perlu mengganggu satu sama lain. Yang pasti perasaan dan hati saya sekarang sudah baik-baik aja”. Sikap tidak mempercayai lagi pada orang yang telah menyakitinya, menandakan bahwa masih ada luka dalam hatinya, meskipun dia mengatakan sudah mengampuni. Hatinya menjadi tertutup di balik pintu ketidakpercayaan. Perlu proses untuk bisa sembuh dari luka
Penyembuhan luka pertama-tama bukanlah kita harus segera memaafkan atau mengampuni karena suatu keharusan yang dipaksakan dari luar oleh orang lain, tetapi kita harus lebih dahulu masuk ke dalam hati kita yang terluka, hingga kita menyadari dan menerima luka itu. Ketika menerima luka itu, kita akan menyadari dan menemukan bahwa inilah jalan untuk bertemu Tuhan Yesus. Sampaikan kepada-Nya tentang luka hati yang kita alami dalam kehidupan. Dan ketika kita menyadari akan luka kita di hadapan Tuhan Yesus, kita akan bertemu dengan-Nya karena Ia selalu ada di dalam hati kita dengan cinta-Nya, “Datanglah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberikan kelegaan kepadamu. Pikullah kuk-Ku dan belajarlah daripada-Ku karena Aku lemah lembut dan rendah hati” (Matius 11:28-29).
Tuhan Yesus selalu menunggu kita dengan hati yang berbelas kasih. Kita membuka hati kita kepada hati-Nya yang mencintai kita. Secara perlahan luka kita akan sembuh. Dan akhirnya dengan kasih karunia Tuhan, kita dimampukan untuk memaafkan mereka yang menyakiti hati kita tanpa syarat. Maka kita perlu meminta pada Tuhan Yesus yang hati-Nya kudus untuk datang membantu dan menyembuhkan hati kita yang terluka. Tuhan selalu ada bersama kita di dalam pergumulan kehidupan.
Dalam bulan Juni, khususnya tanggal 16 juni, Gereja memberi penghormatan penuh pada Hati Kudus Yesus. Devosi ini sebagian berasal dari wahyu pribadi yang disetujui Gereja yang diberikan Tuhan Yesus kepada St. Margaret Marie Alacoque, seorang biarawati Prancis pada abad ke-17, di mana Yesus memberitahukan keinginan-Nya kepada kita untuk menunjukkan cinta dan pengabdian kepada Hati Kudus-Nya. St Margaret Marie Alacoque menyatakan bahwa Hati Kudus Yesus ingin membangun Kasih-Nya di setiap hati manusia.
Sebagai manusia, Yesus memiliki pangalaman hati yang terluka. Terluka karena Ia difitnah oleh orang-orang yang membenci-Nya. Terluka karena dikhianati bahkan oleh murid-Nya. Terluka karena banyak orang menolak-Nya meski Ia memberikan keselamatan. Puncaknya Ia terluka di kayu salib dalam tubuh dan jiwa di dalam ketaatan dan kasih-Nya kepada Bapa dan demi keselamatan umat manusia yang Ia kasihi. Yesus yang dipaku di kayu salib adalah gambaran yang kuat dari kasih Allah yang tanpa syarat bagi kita. Itu sebabnya penggambaran Hati Kudus adalah hati manusia, hati yang tertusuk, hati yang berdarah, dikelilingi oleh mahkota duri dan tertusuk oleh sebilah tombak.
Namun yang membedakan Yesus dengan kita adalah Hati-Nya tetap mengasihi. Ia mengasihi dan mengampuni mereka yang menyakitinya (Luk 23:34). Dengan cara ini, Ia mengubah kesedihan karena luka menjadi cinta, mengubah kejahatan menjadi kebaikan dan penderitaan menjadi kasih yang murah hati. Oleh sebab itu mari kita menaruh harapan kita pada kekuatan salib-Nya. “Kelemahan dan luka kita harus membawa kita kembali ke Hati Yesus. Hati ilahi-Nya memanggil hati kita, mengundang kita untuk keluar dari diri kita sendiri, untuk percaya kepada-Nya dan, mengikuti teladan–Nya, menjadikan diri kita sebagai hadiah cinta tanpa syarat” (Paus Benediktus XVI).
Sebenarnya ketika kita terluka, kita diberi kesempatan untuk merasakan rasa luka yang Yesus alami akibat dosa kita. Meskipun Tuhan tidak menginginkan kita terluka tetapi Ia mengizinkan kita mengalami rasa terluka agar kita lebih dekat ke hati-Nya. Tuhan sangat menginginkan hubungan yang intim ini sehingga Dia mau merendahkan diri-Nya dan masuk ke dalam kehidupan manusia di dalam diri Yesus Kristus.
Kita harus sadari, jika kita terluka bisa saja terjadi karena kesalahan kita, karena ketidaksempurnakan diri kita dan sesama, karena ketidaksempurnaan hidup, namun Yesus harus terluka oleh penolakan kita terhadap kasih-Nya yang sempurna. Dan Ia mau menanggung-Nya dan tetap membalas dengan cinta, meski hati-Nya terluka. Dia menderita dan merasakan sakit. Dia menyerahkan nyawa-Nya dan menaruh hati-Nya pada kita. Kini, saatnya kita untuk memberikan apa yang Tuhan Yesus telah berikan kepada kita bagi sesama. Kita membuka hati kita dan membagikan kasih Kristus kepada sesama. Semoga hati kita berdetak bersama dengan hati Yesus, menjadi serupa dengan hati-Nya, dan dengan demikian menjadi saluran kasih-Nya bagi setiap orang. “Yesus, lemah lembut dan rendah hati, buatlah hati kami seperti hatimu. Amin!”
Hari ini, ia berdoa kepada Yesus, agar Hati Kudus Yesus dapat menyelimuti hatinya dan agar ia juga dapat mempersatukan hatinya kepada Hati Kudus-Nya. Kini ia bisa bersyukur pada Hati Kudus Yesus karena pernah mengalami hati yang tersakiti sehingga ia bisa mengerti dan mengalami apa artinya mengampuni dan mengasihi tanpa syarat. Hatinya yang dulu tersakiti kini mampu memberkati dalam doa untuk orang yang pernah menyakitinya dengan fitnah yang keji.
*Bavo Benedictus Samosir, OCSO, Rahib dan Imam – Mellifont Abbey. Collon, Drogheda, Co Louth, Ireland.