Renungan Harian 17 Juni 2023

Hari ini kita memperingati Hati Tak Bernoda Santa Perawan Maria (HTB SPM). Peringatan ini ditetapkan oleh Paus PIUS XII tanggal 8 Desember 1942, pada peringatan ke-25 penampakan Maria di Fatima.

Dalam tradisi Kitab Suci, hati adalah tempat dan sarana bagi kaum beriman untuk membangun relasi dan komunikasi dengan Allah. Hati Maria menjadi model, karena dia senantiasa mendengarkan dengan hati dan merenungkannya. Hati itu menjadi kediaman Roh Kudus dan takhta kebijaksanaan.

Dalam Yes 61: 9-11 dikisahkan beginilah firman Tuhan: “Keturunanmu akan terkenal di antara bangsa-bangsa, dan anak cucumu di tengah-tengah suku-suku bangsa, sehingga semua orang yang melihat mereka akan mengakui, bahwa mereka adalah keturunan yang diberkati TUHAN.

Aku bersukaria di dalam TUHAN, jiwaku bersorak-sorai di dalam Allahku, sebab Ia mengenakan pakaian keselamatan kepadaku dan menyelubungi aku dengan jubah kebenaran.

Aku seperti pengantin laki-laki yang mengenakan perhiasan kepala dan seperti pengantin perempuan yang memakai perhiasannya.

Seperti bumi memancarkan tumbuh-tumbuhan, dan seperti kebun menumbuhkan benih yang ditaburkan, demikianlah Tuhan ALLAH akan menumbuhkan kebenaran dan puji-pujian di depan semua bangsa-bangsa.

Lukas dalam injilnya (Luk 2: 41-51) mewartakan: “Tiap-tiap tahun orang tua Yesus pergi ke Yerusalem pada hari raya Paskah. Ketika Yesus telah berumur dua belas tahun pergilah mereka ke Yerusalem seperti yang lazim pada hari raya itu.

Sehabis hari-hari perayaan itu, ketika mereka berjalan pulang, tinggallah Yesus di Yerusalem tanpa diketahui orang tua-Nya. Karena mereka menyangka bahwa Ia ada di antara orang-orang seperjalanan mereka, berjalanlah mereka sehari perjalanan jauhnya, lalu mencari Dia di antara kaum keluarga dan kenalan mereka.

Karena mereka tidak menemukan Dia, kembalilah mereka ke Yerusalem sambil terus mencari Dia. Sesudah tiga hari mereka menemukan Dia dalam Bait Allah; Ia sedang duduk di tengah-tengah alim ulama, sambil mendengarkan mereka dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada mereka. Dan semua orang yang mendengar Dia sangat heran akan kecerdasan-Nya dan segala jawab yang diberikan-Nya.

Ketika orang tua-Nya melihat Dia, tercenganglah mereka, lalu kata ibu-Nya kepada-Nya: “Nak, mengapakah Engkau berbuat demikian terhadap kami? Bapa-Mu dan aku dengan cemas mencari Engkau.”

Jawab-Nya: “Mengapa kamu mencari Aku? Tidakkah kamu tahu, bahwa Aku harus berada di dalam rumah Bapa-Ku?” Tetapi mereka tidak mengerti apa yang dikatakan-Nya kepada mereka.

Lalu Ia pulang bersama-sama mereka ke Nazaret; dan Ia tetap hidup dalam asuhan mereka. Dan ibu-Nya menyimpan semua perkara itu di dalam hatinya.

Hikmah yang dapat kita petik:

Satu, Paus Pius XII menetapkan peringatan HTB SPM tahun 1942 dan menjadikan hati Maria sebagai model bagi kaum beriman.

Penetapan secara resmi itu memang terjadi tahun 1942, namun hati yang tak bernoda itu saya percaya sudah ada sejak Maria dikandung ibunya atau lahir di dunia ini.

Hendaknya kita sadar dan menerima dengan jiwa besar, bahwa kebesaran atau kemuliaan seseorang atau kita terjadi sebelum ada keputusan resmi dari pejabat gerejani atau sipil, ketika dibaptis, menerima krisma, menjadi ketua dewan atau ketika diwisuda, dan lain-lain. Kemuliaan itu ada karena kita diciptakan segambar dengan Allah.

Dua, banyak hal yang dialami Maria: “Taat kepada hukum Taurat, membawa persembahan, Yesus dipersembahkan, Yesus hilang dan ditemukan di bait Allah”, Dia hormat kepada orangtuanya.

Hati Maria tetap mulia dalam menghadapi semua peristiwa itu. Baik yang menggembirakan maupun yang menyedihkan, semakin menunjukkan bahwa rahmat Allah bekerja secara istimewa sehingg ahatinya tetap tidak bernoda.

Atas semuanya itu, marilah kita mengucap terima kasih kepada Allah yang memberikan seorang ibu yang mulia. Semoga dengan bantuan bunda kita, hati kita pun semakin disucikan. Amin.

Mgr Nico Adi MSC

Bagikan:

Recommended For You

About the Author: redinspirasi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *