Oleh BAPAK JULIUS KARDINAL DARMAATMADJA, SJ
Pembukaan
Ditinjau dari bahasa, martir berasal dari bahasa Yunani, yang arttinya “saksi”, atau orang yang memberikan kesaksian. Tetapi tidak sembarang memberi kesaksian, umpama saksi pernikahan atau saksi dalam pengadilan. Martir sudah memiliki arti terbatas, yaitu yang menyangkut iman dan pengorbanan untuk membelanya, bahkan membela sampai mengorbankan hidupnya.
Dalam pengertian kita, martir adalah seseorang yang berani berjuang hingga mati demi membela iman dan kepercayaannya terhadap Tuhan kita Yesus Kristus. Dalam KGK 2506, hanya disebut sepintas: “Martirium (kemartiran) adalah kesaksian yang teragung bagi kebenaran iman.” Karena memberikan kesaksian yang teragung, maka dalam buku Liturgi untuk menghormati orang-orang kudus, menghormati para martir ada dalam urutan setelah para rasul. Baru dilanjutkan dengan para kudus lainnya, yang pada umumnya disebut pengaku iman. Para pengaku iman tidak dengan mengorbankan nyawa, sehingga mengorbankan nyawa menjadi ciri khas atau stempel bagi para martir. Sehingga martir tidak dapat disejajarkan dengan pahlawan. Pahlawan Nasional ada yang tidak mengorbankan nyawa seperti halnya dengan Pahlawan Nasional Mgr. Albertus Soegijapranata SJ. Sedangkan Pahlawan Yos Sudarso, ia mengorbankan nyawa dan gugur di laut Arafuru. Atau lebih jauh lagi ungkapan “pahlawan zaman sekarang” dimaksudkan untuk mereka yang gigih melawan korupsi, atau pahlawan lingkungan hidup yang sering diberi tanda jasa Kalpataru. Mereka memang berjerih payah, tetapi tidak sampai mengorbankan hidupnya.
Apakah sekarang ada yang menjadi martir?
Menjadi martir tidak hanya di masa lampau. Zaman sekarang masih ada yang menjadi martir. Laporan dari suatu lembaga untuk kebebasan beragama yang bernama “Release International” (Lihat https://forthemartyrs.com/5-christian-persecution-hotspots-in-2022-report-from-release-international-) menunjukkan bahwa sekarang sedang ada pengejaran terhadap umat Kristiani (tidak hanya Katolik saja), di 5 negara, yaitu Burkina Faso dan sekitar daerah Sahel, Nigeria, Afghanistan, Korea Utara dan India. Lima negara tersebut merupakan titik panas (hot spot) yang semakin menggelisahkan. Laporan ini dibuat oleh Emily Bontrager tanggal 18 Januari 2022. Bagaimana keadaan dari kelima daerah tersebut?
a. Burkina Faso dan daerah Sahel
Pemerintah saat ini tidak dapat menjamin keamanan daerahnya, sehingga pada tahun 2021 karena konflik dalam negeri mengakibatkan sekitar 3.4 juta orang terpaksa mengungsi. Muslim garis keras merajalela meledakkan bom, menyerang desa, gereja, membakar sekolah, menculik orang dan menyerang pimpinan agama Kristen. Situasi tahun 2022 diperkirakan memburuk seiring dengan ditariknya militer Prancis dari sana. Para pengamat mengatakan situasi yang dihadapi umat Kristiani di sana, mirip dengan di Nigeria.
b. Nigeria
Pada tahun 2021, 200 hari pertama umat Kristiani yang dibunuh setiap hari rata-rata ada 17 orang. Ini menurut laporan ACA Afrika. Sehingga pada 200 hari petama sudah ada 3.462 umat Kristiani yang dibunuh. Catatan yang dapat kita buat adalah, kalau mau lengkap, seharusnya juga perlu diungkap berapa jumlah umat Muslim yang terbunuh dalam konflik tersebut, karena konflik di Nigeria adalah konflik antar suku yang sekaligus berbeda agama. Pemeluk agama yang besar jumlahnya di Nigeria adalah Muslim dan Kristen. Penduduk Kristen dan Muslim jumlahnya hampir sama, dianut oleh beberapa suku. Lainnya menganut kepercayaan setempat. Release International hanya melaporkan dari sisi umat Kristiani saja. Untuk kepentingan tulisan ini, cukup membuktikan bahwa ada yang menjadi martir zaman sekarang. Yang disebut-sebut sebagai kelompok yang memusuhi umat Kristiani dan sekarang menjadikan umat Kristiani menjadi sasaran penyerangan dan pembunuhan adalah Boko Haram, militan Fulani dan Islamic State West Africa Province (ISWAP).
c. Afghanistan
Tahun 2021, Afghanistan mulai dikuasai oleh pemerintahan tentara Taliban. Banyak sekali penduduk yang mengungsi keluar lewat bandara Kabul. Sejak itu jumlah umat Kristiani tinggal sedikit saja. Mareka harus hidup sembunyi-sembunyi. Menurut “Open Doors USA’s World Watch List Entry on Afghanistan”, disebutkan bahwa penduduk Muslim yang bertobat menjadi Kristiani menghadapi ancaman berat: dibunuh atau disiksa, atau dimasukkan ke dalam penjara untuk orang gila. Bila orang Kristiani diketahui, ia harus melarikan diri keluar Afghanistan atau mati. Rumah-rumah digeledah dan beberapa orang mendapat ancaman. Mereka dalam keadaan was-was karena setiap saat dapat dilaporkan oleh anggota keluarga atau tetangga. Belum ada laporan jumlah umat Kristiani yang telah dibunuh. Tetapi keadaan sudah begitu gawat, sehingga sewaktu-waktu dapat terjadi penangkapan dan pembunuhan orang Kristiani.
d.Korea Utara
Korea Utara ditengarai sebagai negara yang paling anti agama Kristiani. Bahkan di negeri itu tidak ada kebebasan beragama. Sehingga orang Kristiani di sana terpaksa harus menyembunyikan identitasnya sebagai pemeluk agama Kristiani. Yang ketahuan ada yang dibunuh, disiksa atau masuk penjara dengan kerja paksa. Dari umat Kristiani yang jumlahnya semula ada 400.000 orang, sekarang yang ada di penjara kerja paksa ada sekitar 70.000. Musim dingin dan kelaparan di sana pada akhir tahun 2021 dan awal 2022 mengancam kehidupan penduduk kelas bawah.
e. India
Yang beragama Hindu garis keras mulai bergerak pada awal tahun 2021. Mereka mulai menyerang kelompok-kelompok umat Kristiani, dan makin hari makin kerap terjadi. Diperkirakan ada sekitar 300 kasus. Alasan penyerangan terhadap gereja dan sekolah Katolik disebabkan karena mereka dituduh memaksa orang Hindu menjadi Kristen. Kelompok Hindu bergaris keras ini didukung oleh partai yang sedang memerintah, yaitu Partai Bharatiya Janata Party (BJP) yang beranggapan bahwa semua orang India harus beragama Hindu. Bagi mereka, memaksa umat Kristiani dan Muslim menjadi beragama Hindu adalah usaha mengembalikan mereka kepada iman yang asli. Beberapa negara bagian bahkan sudah mengesahkan undang-undang anti pindah agama. Siapa yang mempertobatkan orang Hindu atau berbuat sesuatu yang dapat diinterpretasi sebagai perbuatan untuk memengaruhi agar orang Hindu menjadi Kristen, merupakan pelanggaran terhadap undang-undang ini, dan dikenai hukuman sampai 10 tahun penjara. Mereka mengesahkan undang-undang anti pindah agama dari Hindu menjadi Kristen, karena mereka ingin membela agama Hindu yang mayoritas 80 %, terhadap rong-rongan agama minoritas (umat Kristiani 2.3%, dan Islam 14.4%). Beberapa politikus Hindu sudah menyuarakan bahwa undang-undang yang sudah dibuat di negara bagian tertentu, agar menjadi undang-undang di seluruh negara India. Penyerangan terhadap umat Kristiani diperkirakan makin berkembang dan intensif di tahun 2022.
Dari uraian tadi, yang sangat jelas bahwa ada orang beragama Kristiani yang dibunuh berada di dua daerah yaitu di Burkina Faso, daerah Sahel dan di Nigeria. Di Afganistan, keadaan begitu gawat sehingga sewaktu-waktu dapat terjadi penangkapan dan pembunuhan orang Kristiani. Sedangkan di Korea Utara umat Kristiani dimasukkan dalam penjara kerja paksa. Di India, kecuali sudah ada penyerangan terhadap gereja dan sekolah-sekolah Katolik (tidak terlaporkan berapa yang terbunuh), yang sangat dikhawatirkan adalah undang-undang anti pindah agama akan diperluas, dan kelompok garis keras semakin menguat. Memang tidak mudah untuk memastikan di antara mereka yang dibunuh, siapa yang menjadi martir sesungguhnya. Tetapi pasti ada.
Tidak mudah menentukan seseorang menjadi martir zaman sekarang
Tidak mudahnya kita menentukan seseorang adalah martir zaman sekarang:
Pertama, karena hal yang pokok bagi orang beriman Katolik adalah kedalaman dan keteguhan iman mereka. Kita dapat mengamini bahwa unsur pokok dari kemartiran bukannya kematian secara fisik saja, melainkan disertai disposisi hati untuk hidup bagi Kristus, meski mengandung kemungkinan bahwa hidup bagi Kristus berarti mengorbankan hidupnya. Kita tidak tahu disposisi hati dan penghayatan iman mereka yang ada di 5 daerah yang disebut “titik panas” seperti diuraikan di atas. Tuhan yang tahu. Kita dapat tahu kalau sebelumnya ada ungkapan iman yang tertulis, atau tampak dari sikap, kata-kata dan perbuatan mereka sebelumnya, bahwa cinta mereka kepada Yesus sangat besar dan berani berkorban untuk itu.
Kedua, karena pembunuhan mereka terkait juga karena permusuhan antar suku. Tidak melulu karena iman mereka. Yang mudah ditentukan, kalau seorang martir dihadapkan pada pilihan, membela iman yang berarti akan dibunuh atau meninggalkan iman dan bebas dari pembunuhan. Tetapi di lain pihak, dapat terjadi bahwa seseorang selalu menghayati kesukaran, penderitaan dari hidup sehari-hari apapun bentuknya, selalu disatukan dengan penderitaan Yesus. Sehingga konflik antar suku pun dihayati secara sama, termasuk kematiannya. Sehingga mereka pantas disebut martir juga. Gereja Katolik sangat teliti mengenai menjadi martir, yang disebut saksi iman. Sikap sama diterapkan bagi peresmian seseorang menjadi kudus, yang juga disebut pengaku iman. Sangat menarik spiritualitas Suster-suster Kongregasi Visitasi yang didirikan oleh Sr. Yohana Fransiska de Chantal (1572-1641), karena spiritualitasnya menggabungkan keduanya: baik menjadi martir rohani, maupun menjadi orang kudus. Dalam catatannya terungkap antara lain demikian: Mengapa banyak Bapa-bapa Gereja dan pilar-pilar Gereja tidak menjadi martir? Karena ada bentuk kemartiran yang lain, yaitu kemartiran karena cinta kepada Allah. Orang meninggalkan segala-galanya yang ia cintai demi mencintai Allah sebulat hati, sehingga sepertinya ada pedang yang memisahkan badan dengan jiwanya. Kalau orang mencintai Allah dengan sebulat hati menyerahkan diri kepada-Nya, ia akan mengalami bahwa pedang Tuhan menusuk dan merobek hatinya. Cinta itu kuat seperti maut. Martir cintakasih menderita banyak saat masih hidup. (bdk. Michele T. Gallagher, Reason Beguiled, On the Mystery of Martyrdom and of Total Self-Gift pg. 5). Mungkin sangat sulit pandangan yang demikian tadi untuk kita mengerti. Ini pengalaman rohani yang mendalam dari seorang Santa Yohana Fransiska de Chantal. Di sini ditunjukkan pentingnya disposisi hati untuk menjadi seorang martir.
Ketiga, disposisi hati biasanya terwadahi atau terwujud menjadi tugas pastoral, seperti terlibat langsung dalam pewartaan Injil. Zaman sekarang, orang makin menyadari bahwa kasih kepada sesama dapat berarti terlibat dalam macam-macam pelayanan sosial, yang dilakukan demi Tuhan dan demi kesaksian iman mereka. Jadi meski sedang tidak berkarya langsung mewartakan iman, namun pelayanan bagi orang miskin yang dikerjakan, dihayati demi Tuhan. Pilihan untuk mendorong terjadinya kehidupan moral berdasarkan iman, dan berjuang melawan ketidakadilan struktural di tengah hidup bermasyarakat berbangsa dan bernegara sungguh perjuangan demi iman, meski sering kurang tampak, dan kerap dituduh berpolitik, atau dituduh tidak taat kepada Pemerintah. Inilah yang terjadi dengan Bapak Uskup Agung El Savador Mgr. Oscar Romero. Ia mengritik Pemerintah dan tentaranya yang telah menangkap imam-imamnya, menyiksa mereka dan menghinanya, karena mereka membela kepentingan orang miskin. Sudah ada lebih dari 50 imam yang diancam, diserang dan dihina. Enam imam sudah dibunuh, yang lain disiksa atau diusir keluar dari El Salvador. Belum terhitung para suster, katekis dan relawan yang menempatkan dirinya di pihak orang miskin dan membela kepentingan mereka. Kritik beliau disampaikan lewat radio yang disiarkan ke seluruh negeri. Yang mendengarkan siaran radio diperkirakan 73% penduduk desa dan perkampungan, dan pendengar dari penduduk kota adalah 47%. Mereka (umat Katolik) yang tidak mengritik pemerintah atau berpihak kepada orang miskin dan papa, mereka tidak diapa-apakan. Akhirnya Mgr. Oscar Romero di tembak mati saat ia selesai khotbah dan akan mulai persembahan. Ini terjadi pada tanggal 24 Maret 1980. (bdk. https://en.wikipedia.org/wiki/%C3%93scar_Romero).
Proses beatifikasinya juga disertai keraguan apakah dia dibunuh karena imannya atau karena dia berpolitik? Apakah dia penganut Teologi Pembebasan atau tidak? Proses beatifikasi sudah dimulai sejak tahun 1993, tetapi Kongregasi Iman masih menyelidiki dengan seksama perihal hidup dan imannya. Bahkan Paus Yohanes Paulus II sudah diganti oleh Paus Benedictus XVI, perkaranya belum selesai. Baru ketika Paus Benedictus XVI diganti oleh Paus Fransiskus perkaranya selesai setelah 12 tahun. Beatifikasi diresmikan di San Salvador tanggal 23 Mei 2015. Mgr. Oscar Romero dikukuhkan sebagai martir. Bukan karena politik. Memang dia penganut Teologi Pembebasan yang sumbernya dari Konsili Vatikan II, lebih-lebih sesuai ajaran Paus Paulus VI. Bahwa Pembebasan Kristus dan Gereja-Nya tidak disempitkan dalam dimensi sosial semata, yang hanya mencita-citakan kesejahteraan duniawi. Apalagi tidak menerima paham pertentangan antar kelas (kaya-miskin) dan usahanya tidak disertai dengan kekerasan. Disposisi hati Mgr. Oscar Romero sangat rohani disertai iman yang mendalam (ibid.). Khotbahnya saat sebelum ditembak sangat inspiratif. Antara lain berisi ini: “Perayaan Ekaristi ini adalah suatu ungkapan iman. Semoga Tubuh Kristus yang dikurbankan dan Darah ini yang dipersembahkan bagi umat manusia juga memelihara dan menghidupi kita, sehingga kita mampu untuk memberikan tubuh dan darah kita untuk orang sakit dan menderita – seperti Kristus – bukan untuk diri sendiri. Melainkan untuk menghasilkan keadilan dan damai untuk rakyat kita….” (bdk. Carolyne Forche, Benih Pembebasan/Tanda Harapan dalam Buku “Martyrs” edited by Susan Bergman hal. 57). Inilah paham ‘pembebasan’ sejati bersumber dari pembebasan Kristus sendiri dan Gereja-Nya. Paus Fransiskus dalam suratnya kepada Uskup Agung San Salvador yang baru, saat beatifikasi Mgr. Oscar Romero, menyebutnya sebagai “suara yang akan tetap bergaung” (bdk. https://en.wikipedia.org/wiki/%C3%93scar_Romero). Akhirnya Mgr. Oscar Romero dinyatakan sebagai Santo di Lapangan Gereja St. Petrus di Vatikan tanggal 14 Oktober 2018, setelah ada satu mukjizat yang diakui Vatikan. (bdk. Ibid.)
Penutup
Panggilan hidup semua umat Katolik adalah menanggapi kasih Kristus yang sudah mengorbankan hidupnya untuk pengampunan dosa kita. Sehingga dalam menanggapi kasih-Nya, kita selayaknya mengasihi Dia sebulat hati. Ada relasi kasih yang dalam dengan Yesus. Ini pasti disertai semangat berani berkorban, karena dalam baptis, kita sanggup menolak dosa. Kita berani menolak dosa dengan semua perbuatannya dan meninggalkan segalanya yang tak berkenan kepada Allah. Ini berarti kita harus mengendalikan hawa nafsu yang ada dalam diri kita. Ini pelaksanaan dari sabda Yesus kepada kita: “Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku.” (Mat 16:24). Tetapi Yesus juga bersabda bahwa beban dan pikulan itu ringan. (bdk. Mat 11:30). Mengapa? Karena setelah baptis, Yesus dan Roh Kudus pun hadir dalam hidup kita sebagai kekuatan yang ada dari dalam. Kita dibuat mampu memanggul salib kita masing-masing. Paulus menyebut kekuatan yang dari dalam adalah buah-buah Roh dan di antaranya adalah penguasaan diri (bdk Gal 5:22-23). Kekuatan dari dalam inilah yang membuat kita mampu hidup sesuai panggilan kita yaitu menjadi kudus, kalau kita mengusahakannya secara sungguh-sungguh dan mau bersusah payah. Proses perjuangan mengikuti Yesus adalah seumur hidup. Masing-masing orang berbeda-beda perjuangan dan hasilnya. Yang kasihnya intensif dan perjuangannya total, disertai usaha yang maksimal, ada yang layak menjadi orang Kudus atau Pengaku iman, yang lain karena situasi sampai mengorbankan hidupnya, menjadi Martir atau Saksi iman. Dari mereka itu ada yang disahkan oleh Gereja sebagai orang Kudus atau Martir.
Karena penghayatan iman zaman sekarang mencakup juga pelayanan bagi orang papa dan menderita, mencakup perjuangan keadilan sosial, ekonomi dan politik yang dihayati demi Allah yang diabdi, maka di bidang itulah orang bersusah-payah demi iman. Maka dari mereka ini tentu banyak yang menjadi orang kudus. Mungkin tidak disahkan oleh Gereja, melainkan oleh Tuhan yang tahu jerih payah mereka. Dari pihak kita, yang penting adalah hidup dan berkarya sebaik-baiknya. Tidak perlu berharap hidup kita akan disahkan oleh Gereja sebagai orang kudus atau martir zaman sekarang. Disahkan atau tidak, nilainya di hadapan Allah sama. Karena yang disahkan oleh Gereja hanyalah mereka yang dipandang perlu menjadi contoh bagi umat dalam Gereja.