Dalam Why 10: 8-10 dikisahkan: “Aku, Yohanes, mendengar suara yang berkata: “Pergilah, ambillah gulungan kitab yang terbuka di tangan malaikat, yang berdiri di atas laut dan di atas bumi itu.” Lalu aku pergi kepada malaikat itu dan meminta, supaya ia memberikan gulungan kitab itu kepadaku.
Jawabnya: “Ambillah dan makanlah dia; ia akan membuat perutmu terasa pahit, tetapi di dalam mulutmu ia akan terasa manis seperti madu.” Lalu aku mengambil kitab itu dari tangan malaikat itu, dan memakannya: di dalam mulutku ia terasa manis seperti madu, tetapi sesudah aku memakannya, perutku menjadi pahit rasanya.
Lalu, ia berkata: “Engkau harus bernubuat lagi kepada banyak bangsa dan kaum, bahasa dan raja.”
Lukas dalam injilnya (Luk 19: 45-48) mewartakan: “Ketika itu, Yesus masuk ke Bait Allah dan mulailah Ia mengusir semua pedagang di situ. Ia berkata kepada mereka: “Ada tertulis: Rumah-Ku adalah rumah doa, tetapi kamu menjadikannya sarang penyamun.”
Tiap-tiap hari Yesus mengajar di dalam Bait Allah. Imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat serta orang-orang terkemuka dari bangsa Israel berusaha untuk membinasakan Dia, tetapi mereka tidak tahu, bagaimana harus melakukannya, sebab seluruh rakyat terpikat kepada-Nya dan ingin mendengarkan Dia.
Hikmah yang dapat kita petik:
Satu, dikisahkan: “Yohanes, mengambil kitab itu dari tangan malaikat itu, dan memakannya. Di mulut ia terasa manis seperti madu, tetapi di perut terasa pahit”.
Yohanes digambarkan sebagai pribadi yang taat dan tulus untuk melakukan apa yang diperintahkan kepadanya, meski di perut “kitab itu” rasanya pahit. Dia mau karena yakin bahwa kitab itu adalah kitab kehidupan dan isinya ialah firman Allah yang menghidupkan.
Dia kemudian, bernubuat kepada banyak bangsa dan kaum, bahasa dan raja, demi kehidupan dan keselamatan mereka. Hendaknya kita pun demikian, apa yang kita katakan atau kita lakukan itu demi kehidupan dan keselamatan manusia.
Dua, Lukas mewartakan: Yesus masuk ke Bait Allah dan mengusir semua pedagang di situ, dengan menegaskan “Rumah-Ku adalah rumah doa, tetapi kamu menjadikannya sarang penyamun.”
Mereka itu betul-betul sudah tidak menghargai lagi fungsi Bait Allah sebagai “simbol kehadiran Allah dalam wujud “Tabut Perjanjian”. Kalau Allah yang amat mulia dengan begitu mudah direndahkan atau disingkirkan, apalagi manusia. Mereka sama sekali tidak ada rasa apa pun kepada manusia. Mungkin sekali manusia disamakan dengan benda. Itulah sebabnya, Yesus menegur keras dan mengusir mereka.
Hendaknya kita menunjukkan penghargaan yang tinggi kepada sesama manusia, sebagai wujud hormat dan bakti kita kepada Allah Sang Pencipta. Amin.
Mgr Nico Adi MSC