Pendidikan Katolik untuk Perubahan Sosial

Pendidikan Katolik memiliki daya ubah dan itu adalah kekuatannya. Etik Mahareni  menyampaikan hal itu dalam Hari Studi Komisi Pendidikan Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) bekerjasama dengan Asosiasi Perguruan Tinggi Katolik (APTIK) secara daring, 11 Juni 2022.

Ciri khas pendidikan Katolik yang berdaya ubah, menurutnya, dapat dijelaskan dalam 4 hal sebagai berikut. Yang pertama, berdimensi apostolik. “Pendidikan kita itu, atau pendidikan yang saya alami ya, itu berusaha sebisa mungkin membantu siswa mengenal Allah dengan lebih baik dan meresponsnya. ‘Meresponsnya’ ini kata yang penting. Karena berarti ada unsur keaktifan dari murid untuk melakukan aksi. Nah, aksi dari murid itu, kalau saya pikir-pikir ya semata-mata diarahkan untuk membela kebenaran dan menegakkan keadilan. Jadi, anak-anak itu di dalam pembelajaran sejarah, karena saya mengajar sejarah, selalu saya usahakan untuk dihadapkan pada realitas hidup,” kata Etik.

Yang kedua, pendidikan Katolik adalah sebuah formasi, proses pembentukan menjadi manusia yang utuh. Menurut Etik, manusia yang utuh adalah yang bisa mendorong anak itu kelak menjadi leader, pemimpin yang melayani. Kalau belum bisa melayani masyarakat, minimal menjadi pemimpin bagi dirinya sendiri. Pendidikan yang memiliki daya ubah mentransformasi seseorang sehingga menjadi pribadi yang lebih baik.

Supaya pendidikan bisa memiliki daya ubah, maka dibutuhkan pedagogi yang tepat. “Pedagogi yang tepat itu sangat menentukan kualitas pendidikan. Dan menurut saya, pedagogi sekolah Katolik ya pedagogi humanis, yang menempatkan murid itu sebagai orang yang bermartabat tinggi sebagai ciptaan Allah. Bahkan, kita melihat murid-murid itu, saya melihat murid-murid itu sebagai citra Allah sendiri. Sehingga memperlakukan murid ya dengan penuh hormat. Saya kira itu inti dari pedagogi humanis,” ungkap perempuan kelahiran Boyolali, 11 Juni itu.

Yang ketiga, proses pembelajaran di kelas atau di luar kelas, baik pengalaman langsung maupun tidak langsung kepada murid untuk menciptakan rasa kagum. “Itu yang kadang-kadang kita abaikan atau saya sendiri suka mengabaikan ini. Jadi, murid itu diajak untuk memiliki rasa kagum terhadap seluruh ciptaan Allah. Mengapa cabai dari hijau, orange, menjadi merah? Mengapa daun itu dari hijau muda menjadi hijau tua, menjadi kuning menjadi coklat? Itu kan ciptaan Allah yang sebetulnya simple, tapi anak-anak itu perlu sekali untuk kita ajak menyadari itu, merefleksikan itu sehingga muncul rasa kagum,” katanya.

Yang keempat, pendidikan Katolik itu menyentuh dunia. Menurutnya, pendidikan Katolik untuk memberi kontribusi kepada perbaikan dunia. “Anak-anak itu bisa terlatih untuk peduli terhadap orang lain, peduli terhadap ciptaan itu kalau di dalam proses pendidikan itu ada yang namanya transformasi diri. Sehingga anak itu tergerak untuk mentransformasi lingkungan di sekitarnya,” katanya.

Pedagogi yang kontekstual dan direkonstruksi

Yang menjadi penting berikutnya adalah cara membuat pedagogi humanis tersebut memiliki daya ubah, mendorong murid untuk mengubah dirinya, bahkan bisa mengubah lingkungan di sekitarnya. Untuk mewujudkan hal tersebut, menurut Etik, pedagogi itu harus adaptif. Pedagogi yang adaptif adalah pedagogi yang kontekstual dan selalu direkonstruksi.

Konteks saat ini, anak-anak hidup di dunia nyata dan maya. Pedagogi mesti memasuki ruang-ruang itu. “Menurut saya, pedagogi itu harus bisa membuka ruang kelas sehingga anak itu bersentuhan dengan mesra. Menyadari bahwa realitas itu majemuk, menyadari bahwa lingkungan sekitarnya itu ada ketidakadilan, menyadari bahwa dunia ini berubah dengan sangat cepat. Dunia berubah menjadi semakin global dan dunia ini sekarang ini sedang dikuasai oleh teknologi digital,” katanya.

Ia pun melanjutkan, supaya pedagogi humanis memiliki daya ubah, pedagogi harus selalu direkonstruksi. “Pedagogi itu tidak boleh berhenti. Jadi, pedagogi itu mestinya dinamis, menyesuaikan konteks, menyesuaikan kebutuhan, menyesuaikan peserta didik, menyesuaikan tuntutan pemerintah. Jadi, kuncinya adalah guru itu selalu berpikir terus menerus, bagaimana supaya pedagogi yang dijalankan itu bisa menjawab kebutuhan anak,” katanya.

Bagikan:

Recommended For You

About the Author: redinspirasi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *