Oleh BAVO BENEDICTUS SAMOSIR, OCSO*
Doa dan kerja adalah dua kegiatan yang berbeda namun keduanya bisa seiring sejalan bahkan saling melengkapi seperti dua sisi mata uang. Namun dalam realita kehidupan, sering terjadi ketegangan antara doa dan kerja, khususnya ketika kerja menuntut waktu yang lebih banyak.
Ketika Yesus berkata kepada Marta; ‘Marta, engkau kuatir dan menyusahkan diri dengan banyak perkara.” (Lukas10:41). Yesus tidak bermaksud untuk menyatakan bahwa kerja yang dilakukan Marta tidak penting, namun Yesus mau memperbarui sikap Marta terhadap kerja yang sedang ia lakukan. Marta begitu tenggelam dengan pekerjaannya sehingga dia tidak hanya melupakan kedatangan Yesus, bahkan ia kehilangan tujuan dari kerja yang ia lakukan: mengapa ia melakukan dan untuk siapa ia melakukan pekerjaan itu? Kehilangan arah tujuan tampak ketika Marta menginterupsi dan meminta Yesus untuk menyampaikan kepada Maria saudarinya yang sedang duduk mendengarkan-Nya, agar segera membantu dirinya. Marta tertekan karena pekerjaan yang harus ia lakukan. Bahkan ia menjadi marah kecewa dan menyalahkan Maria. Maka ketika kemarahan dan kekecewaan dalam diri kita terhadap pekerjaan yang sedang kita lakukan, ada baiknya kita sadari kembali tujuan dari kerja yang kita lakukan.
Sama seperti orang pada umumnya, tujuan kami para rahib dan rubiah bekerja untuk memenuhi nafkah kehidupan. Namun dalam penghayatan iman kristiani bekerja memiliki dimensi sosial yakni sebagai wujud pelayanan kepada sesama dan sebagai wujud solidaritas dengan sebagian besar umat manusia yang bekerja dengan susah payah untuk memenuhi nafkah hidup harian. Maka ketika kami bekerja hanya sekadar ingin mengaktualisasikan diri dan mencari keuntungan diri baik material maupun moral, kami diingatkan bahwa tujuan bekerja untuk melayani sesama, khususnya sesama saudara yang hidup bersama kami. Dan ketika kami mengeluh akan pekerjaan yang melelahkan, seperti bekerja di dapur atau pekerjaan yang kami anggap rendahan, seperti membersihkan lantai, kami diingatkan akan panggilan untuk bersolidaritas kepada saudara-saudari yang bekerja dengan susah payah demi kebutuhan hidup harian. Pada akhirnya kerja bukan hanya sekadar aktivitas manusiawi belaka karena kerja memiliki dimensi spiritual yakni ikut ambil bagian dalam karya penciptaan dan keselamatan Allah Bapa. Itu sebabnya hasil kerja harus memberikan dampak yang berguna bagi sesama dan tidak merusak lingkungan alam ciptaan. Nilai kerja ini terus kita perjuangkan sesuai dengan kapasitas kita masing-masing, di tengah dunia yang melalui kerjanya justru banyak merusak alam ciptaan dan mengorbankan umat manusia.
Agar mampu menjalani kerja dengan memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan dan spiritual, kita perlu meluangkan waktu doa untuk mendengarkan Yesus sang Guru, seperti yang dilakukan oleh Maria. Yesus memuji Maria atas sikapnya tersebut dengan mengatakan: “hanya satu hal yang perlu; Maria telah memilih bagian yang terbaik, yang tidak akan diambil daripadanya.” (Lukas10:42). Hal ini bukan dimaksudkan bahwa doa lebih penting dari kerja, tetapi Yesus memuji Maria karena ia mampu melihat skala prioritas sehingga mampu bekerja dengan takaran dan tidak diperbudak oleh pekerjaan. Itulah bagian yang terbaik.
Kesibukan menjadi perbudakan di zaman kita. Ada sesuatu yang salah jika kita tidak sibuk. Kita kehilangan keseimbangan dalam hidup dan jatuh ke dalam perangkap aktivitas yang berlebih. Dalam kehidupan komunitas kontemplatif doa dan kerja diusahakan dalam keseimbangan. Keseimbangan bukan dalam timbangan matematis, namun keseimbangan dalam arti tidak menganggap yang satu lebih penting dari yang lain, tidak mengabaikan yang satu demi mengutamakan yang lain. Itu sebabnya kegiatan kerja yang kami lakukan diselingi dengan doa. Hal ini untuk menyadarkan kami bahwa dalam iman Kristiani doa dan kerja adalah dua kegiatan yang tidak harus dipertentangkan tetapi dapat berjalan seiringan. Doa memberikan pertumbuhan dan makna yang mendalam terhadap kerja. Sebaliknya kerja merupakan buah yang nyata dari kehidupan doa. Tidak ada pilihan antara doa dan kerja. Keduanya adalah panggilan hidup kita sebagai manusia yang memiliki tubuh fisik dan sekaligus tubuh rohani. Keseimbangan antara doa dan kerja akan memberi kesehatan tubuh fisik dan sukacita tubuh rohani.
Kita dapat mengatur keseimbangan antara doa dan kerja dengan cara yang berbeda, tergantung pada panggilan khusus yang diberikan Allah kepada kita masing-masing. Yang terpenting di tengah kesibukan kerja, kita tidak mengabaikan waktu doa sehingga kerja kita bukan hanya sekadar aktivitas manusia belaka tetapi aktivitas yang mengalir dari doa. Pada akhirnya, kerja kita menjadi sesuatu yang kudus karena hati kita mampu mendengarkan Sabda Yesus yang menuntun kita ketika kita sibuk dalam bekerja.
*Penulis adalah Rahib dan Imam – Mount. St. Joseph Abbey – Roscrea, Ireland