Oleh BAPAK JULIUS KARDINAL DARMAATMADJA, SJ
Untuk menguraikan makna Gereja yang ekaristis dan politis, perlu dilihat konteks pemakaian istilah tersebut. Istilah tersebut menjadi salah satu kata kunci dalam pengarahan pastoral Keuskupan Agung Semarang (KAS). KAS dalam kepemimpinan Mgr Yohanes Pujasumarta (2011-2015), merumuskan Rencana Induk Keuskupan Agung Semarang (RIKAS). Suatu arah dasar pastoral Umat Allah KAS jangka panjang, yaitu selama 20 tahun (2016-2035). Dalam mewujudkannya, RIKAS dibagi menjadi 4 tahapan, setiap tahap 5 tahun, yang disebut ‘roadmap’. Di setiap roadmap ada tekanan khusus yang mau dicapai. Judul ‘Gereja yang Ekaristis dan Politis’ ini ada dalam tahapan II, yang aslinya dari RIKAS berbunyi: Gereja yang Berciri ‘Mistik’ dan ‘Politik’. Penyusunan ARAH DASAR VIII tahun 2021-2025, mengalami perubahan 2 kali. Pertama, menjadi: Gereja yang berciri ‘bersekutu ekaristis dan politis’. Istilah mistik, menjadi bersekutu, ekaristis (Bdk Nota Pastoral Arah Dasar Umat KAS 2021-2025 dan arahan implementasi hal. 11 dan 13). Sedangkan istilah ‘politis’, karena dapat menimbulkan salah tafsir, berubah menjadi ‘berbuah dalam kasih’. (bdk ibid. hal 13-14). Jadi istilah ‘berciri mistis’ menjadi ‘bersekutu, ekaristis’, sedangkan ‘politis’ menjadi ‘berbuah dalam kasih’. Akhirnya rumusan final bagi ARDAS VIII 2021-2025 adalah ‘Tinggal dalam Kristus dan berbuah’. Dilanjutkan dengan uraian berikut: ‘Umat Allah Keuskupan Agung Semarang sebagai persekutuan paguyuban-paguyuban murid Kristus, dalam bimbingan Roh Kudus, bertekad semakin bersatu dengan Kristus (Yoh 15:1-8), berbuah dalam kasih (Yoh 15:9-17), dan bersama masyarakat memperjuangkan hidup yang sejahtera dan bermartabat demi terwujudnya budaya kasih, tanda hadirnya Kerajaan Allah’.
Perubahan perumusan
Dalam perubahan rumusan tadi juga dijelaskan bahwa: “Ekaristis menunjuk pada Gereja yang bersatu dengan Kristus, yang mengorbankan diri dan membagikan hidup-Nya bagi manusia dan dunia. Sedangkan politis menunjuk pada buah dari kesatuan dengan Kristus, yaitu perutusan. Gereja diutus untuk menjadi imam, nabi dan raja, mewujudkan peradaban kasih, tanda hadirnya Kerajaan Allah bagi umat manusia dan seluruh ciptaan.” (Ibid. hal 17). Ditutup dengan menegaskan sikap bahwa terlaksananya usaha tergantung pada penyelenggaraan ilahi-Nya, mengikuti teladan St. Paulus dan Bunda Maria, yang menjalankan perutusannya dengan rendah hati. Allah yang memulai, Allah pula yang menyelesaikan-Nya (bdk Fil 1:6). Meskipun ada perubahan perumusan dari RIKAS sampai ARDAS VIII (2021-2025), namun ditegaskan dalam Pengantar Nota Pastoral ARDAS VIII bahwa maknanya sama, bahkan memberi kekayaan pada maknanya. (bdk Pengantar Nota Pastoral Umat KAS 2021-2025).
Makna Gereja yang ekaristis dan politis
Dengan demikian ‘Gereja yang ekaristis dan politis, sebenarnya mengandung nilai-nilai mistik, bersatu dengan Kristus (Yo 15:1-8), atau persekutuan/paguyuban dalam Kristus, serta Ekaristis. Gereja yang demikian akan berbuah dalam kasih (Yoh 15:9-17). Buah tersebut merupakan perutusan Gereja, diusahakan bersama masyarakat memperjuangkan hidup yang sejahtera dan bermartabat demi terwujudnya budaya kasih, tanda hadirnya Kerajaan Allah. Karena rumusan tersebut adalah rumusan pastoral, mengandung arti ajakan untuk berkembang ke arah itu. Umat Allah KAS, diarahkan agar berkembang menjadi bersifat atau berciri seperti diuraikan. ‘Ad intra’ atau ke dalam, adalah memproses diri menjadi Gereja yang berciri mistis, Ekaristis dan tinggal dalam Kristus. Dari sisi buah: perutusaan atau ad extra, ingin menjadi Gereja yang politis, dan berbuah, bersama masyarakat membangun budaya kasih. Berikut ini beberapa pendalaman yang dapat kita buat.
- Ad intra: ‘Gereja berciri (mistik dan) ekaristis’
Ajaran Gereja menyebutkan bahwa: “Kemajuan hidup rohani terarah menuju relasi semakin erat bersatu dengan Kristus. Kesatuan hidup (dengan Kristus) ini disebut mistik, karena ambil bagian dalam misteri Kristus lewat sakramen-sakramen –‘misteri-misteri kudus’- dan dalam Dia (Kristus) berpartisipasi dalam misteri Tritunggal Mahakudus. Allah memanggil kita semua ke dalam persatuan yang erat (intim) ini dengan Dia. Rahmat-rahmat khusus atau tanda-tanda yang luar biasa dari kehidupan mistik ini hanya diberikan kepada beberapa orang tertentu, untuk mengungkapkan rahmat yang diberikan kepada kita semua.” (KGK 2014).
Jadi kita semua yang telah dibaptis, tanpa kecuali, jadi seluruh anggota Gereja, dari anak-anak sampai yang tua, dipanggil ke kesatuan hidup dengan Allah Tritunggal. Maka Gereja berciri mistik. Karenanya Gereja juga sering disebut ‘Tubuh Mistik Kristus, Kristus kepalanya dan kita anggota tubuhnya. (bdk juga 1Kor 12:12-33). Disampaikan contoh seorang anak kecil yang mendapat karunia mistik luar biasa oleh Tuhan, untuk mengungkapkan rahmat yang juga diberikan kepada kita semua. Namanya Imelda.
Beata Imelda lahir tahun 1321 di Bologna, Italia, dari keluarga bangsawan Lambertini. Sejak dini, ia dibaptis dengan nama Magdalena, telah dikaruniai pemahaman iman yang mendalam. Ia taat kepada petunjuk orang tuanya. Dan dengan cepat ia meninggalkan mainan kesayangannya untuk mengerjakan sesuatu yang diminta ibunya. Ia membuat kapel untuk dirinya, tempat ia samadi dan berdoa, setelah membantu ibunya. Ia tidak dapat menikmati suasana kehidupan sebagai keluarga bangsawan. Karena dia telah menilai bahwa semua itu hampa belaka tanpa nilai dari sisi imannya. Tempat yang selalu dirindukan untuk mengaso setelah bekerja adalah kapel kecilnya. Di sana ia berdoa. Relasinya dengan Tuhan makin akrab, demikian juga dengan Yesus. Ia tahu betul bahwa dalam hosti suci Yesus hadir menjumpai umatnya. Sehingga sudah sejak dini ia merindukan saat nanti boleh menerima Yesus dalam hatinya dengan menerima komuni. Ia juga merindukan kehidupan di biara, maka ia sudah lama ingin hidup di biara Dominikanes yang terletak di kota yang sama. Tetapi baru setelah umur 9 tahun akhirnya dia boleh hidup di sana.
Dalam biara ia ingin mengikuti semua acara biara itu, bagaikan dia seorang novis atau calon biarawati. Namanya diubah menjadi Imelda. Selama dalam biara itu, cinta Imelda kepada Yesus semakin meningkat, sehingga ia sangat ingin menerima komuni. Dengan menangis ia menyampaikan kepada Bapa pengakuan dan pendamping biara itu. Tetapi bapa pengakuan dan pembimbingnya tetap tidak memperbolehkan karena semua anak baru boleh menerima komuni pertama kalau sudah berumur 14 tahun sesuai aturan Gereja waktu itu. Kerinduan untuk menerima Yesus tetap berkobar, betapa kecewa dan sedih setiap kali melihat suster-suster menerima komuni setiap kali ada perayaan ekaristi, hatinya sedih. Ia hanya dapat menyampaikan kerinduannya menerima Yesus dalam hatinya dalam doanya yang khusuk saat mengikuti perayaan Ekaristi. Ia sangat dikagumi oleh para suster karena ia berdoa sangat khusyuk meski tidak menerima komuni. Ia justru menjadi inspirasi bagi para suster sebiara itu.
Doa kerinduan Imelda selama dalam biara dan kesedihannya bahwa tidak boleh menerima komuni, dijawab oleh Tuhan Yesus sendiri. Saat itu Imelda sudah 12 tahun. Ketika mengikuti perayaan Ekaristi seperti biasanya, ketika para suster juga sedang menerima komuni, Imelda dengan penuh rindu menatap hosti-hosti yang diterimakan kepada para suster. Setelah selesai, tiba-tiba satu hosti dari sibori terbang ke angkasa, pelan-pelan menuju tempat Imelda berlutut dan menatapnya dengan penuh rindu. Para suster melihat itu pula dengan tertegun. Hosti berhenti di muka Imelda. Pastor yang tanggap akan kejadian itu, cepat turun dari altar membawa patena mendekati hosti itu. Hosti lalu turun ke patena. Pastor yang sadar bahwa Yesus sendiri ingin diterima oleh Imelda, lalu memegang hosti itu dan menerimakan hosti di mulut Imelda, yang dengan gembira menerima hosti itu. Pastor kembali ke altar, dan Imelda berdoa syukur dengan posisi tertelungkup. Setelah misa usai, Imelda seperti tenggelam dalam doa, tetap dalam posisi yang sama. Wajahnya berseri bagaikan malaikat. Ibu biara mendekat untuk mengajak makan pagi bersama. Biasanya dia selalu taat, segera bangkit. Tetapi saat itu tidak. Ibu Biara mencoba mengangkatnya, ternyata Imelda sudah meninggal, jiwanya telah dibawa oleh Yesus. Imelda meninggal karena suka-cita yang tak tertanggungkan. Seluruh biara terkejut mendengar bahwa Imelda telah menghadap Tuhan. Hari itu juga jenazah Imelda ditaruh dalam peti dan diadakan misa arwah. Tetapi bukan suasana sedih yang ada, melainkan suasana kagum, gembira dan syukur. Kelak ketika peti dibuka, ternyata badannya masih utuh segar. Maka ia lalu dibuatkan tempat khusus dari kaca, ditempatkan di Gereja St. Sigismondo di kota Bologna, yang kemudian menjadi tempat peziarahan. Ia dinyatakan sebagai beata tahun 1826, (505 tahun setelah lahir, dan 493 tahun setelah wafat dan menerima komuni I). Santo Bapa Pius X meresmikannya menjadi pelindung bagi mereka yang menerima komuni I pada tahun 1910. Pada tahun itu juga Paus Pius X menerbitkan surat pastoral “Quam singulari Christus amore”, agar anak dapat menerima komuni I saat sudah mampu menangkap maknanya dengan benar.
Tuhan Yesus sendiri mengumpamakan Dirinya sebagai pokok anggur dan kita rantingnya. Dan kita hidup dari pokoknya. (Yoh 15: 1-8). Sejak dibaptis, hidup Beata Imelda seperti kita semua umat Katolik, telah dicangkokkan pada Kristus sebagai pokok anggur, dan dia (dan kita semua) adalah salah satu ranitng-Nya. Kristus telah mulai hidup dalam diri Imelda, yang sangat sadar menghayatinya. Relasi dan kerinduan Imelda selalu menyatu dengan Kristus, terungkap dalam kerinduan menerima Ekaristi itu sendiri. Dia menjadi teladan nyata dari seorang beriman. Untuk kita kerinduan menyatu hidup dengan Kristus tentu didasari oleh cinta yang besar, dan mencoba agar diri kita selalu pantas untuk menerimanya. Kalau berdosa cepat mengakukan dosa kita. Kalau demikian, kita semua sedang berproses menjadikan relasi kita semakin baik dengan Kristus. Dalam hal ini, kita telah hidup dalam relasi mistik dengan Kristus lewat menghayati sakramen Ekaristi, dan lewat sakramen pengampunan dosa kita. Hanya kita tak pernah menyadarinya demikian. Pesan hidup mistik Imelda yang dapat kita ambil sekarang, antara lain:
Pertama, menerima sakramen Inisiasi (baptis, krisma dan ekaristi) adalah awal perjalanan relasi pribadi dengan Yesus yang akan berlangsung selama hidup umat beriman.
Kedua, Tuhan Yesus sendiri mengingatkan, bahwa Dia sungguh hadir dalam Sakramen Mahakudus dan ingin kerap menjadi Santapan Jiwa yang menyelamatkan bagi kita. Paus Fransiskus mengungkit kembali hal ini pada audiensi umum pada hari Rabu tanggal 21 Maret 2018.
Ketiga, Sakramen Maha Kudus adalah pemberian Dirinya. Pemberian Dirinya yang membawa hasil penebusan manusia, Dirinya yang Tubuhnya tergantung di salib, Darahnya yang tercurah ke tanah, sejak Dia dicambuki lalu dimahkotai duri dan disalib di palang kayu. Akhirnya Darah dan air keluar dari lambung-Nya yang ditusuk tombak oleh serdadu.
Keempat, pada hari Kamis Putih, Yesus telah membuat peristiwa sengsara dan wafat-Nya yang terjadi keesokan harinya (Jumat Agung), menjadi sakramen Maha Kudus, dan sekaligus meneguhkan Para Rasul menjadi Imam Gereja-Nya. Lewat sakreman Imamat, peristiwa penyelamatan-Nya dihadiahkan kepada Gereja-Nya, sehingga lewat imam yang tertahbis, sakramen baptis, dasar dan awal hidup kita sebagai Umat Katolik disampaikan. Lewat sakramen Krisma atau Penguatan, Roh Kudus dihadirkan untuk membimbing sekaligus meneguhkan hidup kita. Yang menikah, diteguhkan dengan sakramen perkawinan. Kalau kita berdosa, dosa kita diampuni lewat sakramen pengampunan dosa. Dan pada saat akhir hidup kita di dunia Sakramen Pengurapan orang sakit diterimakan, karena Yesus mau mendampingi orang menghadap Allah Bapa yang memanggilnya. Bahkan dengan Sakramen Ekaristi yang dirayakan, kita boleh ikut serta dalam Peristiwa Agung Penebusan kita. Dan dengan menerima komuni, kita boleh menyatu hidup dengan Tuhan Yesus yang sekarang telah mulia itu, sekaligus menjadi santapan jiwa kita. Lewat Yesus, kita dibawa ke dalam kesatuan hidup Tritungggaal Mahakudus.
Mari kita tanggapi kasih Yesus yang agung dan luar biasa ini dengan merayakan Ekaristi dengan khidmat, dan kita menyambut-Nya dalam hati ketika menerima komuni dengan cinta yang membara seperti Beata Imelda, dan Dia kita sembah dalam Sakramen Mahakudus yang ditakhtakan. Semoga iman kita terhadap sakramen Mahakudus disegarkan, dan karenanya perilaku kita diperbaiki selalu.
2. Ad extra: Gereja yang berciri politis.
Kita semua sebagai paguyuban dalam Kistus, karena rahmat-Nya akan menghasilkan buah. Buah ini adalah perutusan Gereja sebagai terang, garam dan ragi dunia. Perutusan ini dilaksanakan di tengah masyarakat, bersama semua orang yang berkehendak baik, yang hatinya menjadi kancah kegiatan rahmat yang tidak kelihatan. (bdk GS 22). Khususnya membangun bersama budaya kasih dalam rangka menciptakan kesejahteran yang adil dan merata. Buah ini disebut politis, dalam artian dasar terlibat dalam kehidupan bersama. Kata “polis” dalam bahasa Yunani adalah “kota” atau “negara kota”. “Politikos” adalah “kewarganegaraan”. Karena kata politis dalam bahasa kita dapat multitafsir, maka kita ganti dengan ‘terlibat dalam kehidupan bersama dalam masyarakat, dalam usaha membangun negara yang sejahtera secara adil dan merata. Gereja secara keseluruhan terlibat di dalamnya.
Dialog antar umat beragama dan kepercayaan menjadi penting dalam rangka membangun persaudaraan nasional. Kaum awam diharapkan terlibat juga dalam politik, dalam arti menjadi anggota partai politik, maupun menjadi pejabat pemerintahan. Lewat kedudukan di tengah masyarakat itu pula peran kaum awam sebagai terang, garam dan ragi perlu ditingkatkan. Pemerintah juga sedang mengusahakan kesejahteraan rakyatnya. Tetapi kenyataannya dengan sistem ekonomi yang lebih bercorak kapitalistis, meratanya kesejahteraan sulit dicapai. Inilah yang masih menjadi perjuangan kita bersama. Apa lagi sekarang tantangan menyelenggarakan ekonomi hijau menjadi sangat penting, di samping masih harus mengendalikan pandemi Covid-19 yang belum selesai. Kekuatan rahmat Allah tetap kita andalkan, sehingga kita mengikuti teladan St. Paulus dan Bunda Maria, dalam mengusahakan terciptanya budaya kasih dan masyarakat yang adil, makmur, sejahtera yang merata (tidak ada lagi kemiskinan), kita melakukannya dengan rendah hati dan menyerahkan diri kepada penyelenggaraan Ilahinya. Semoga Allah yang telah memulai karya-Nya, akan menyelesaikan pula (bdk Fil 1:6). Selamat Tahun Baru 2022 dengan semangat maupun cara-cara baru.