Renungan Harian 10 Januari 2022

Mulai hari ini, masa liturgi kita adalah masa biasa. Hal itu dilambangkan dengan pakaian misa (=kasula) yang berwarna hijau.  Warna hijau juga merupakan lambang harapan. Sepanjang tahun 2022, kita berharap dan berusaha agar dengan bantuan dan perlindungan Allah, kita dapat turut ambil bagian dalam karya besar Allah dan mengantar saudara-saudari kita untuk “mengalami kebaikan Tuhan”, dan kita semua hidup berbahagia.

Dalam 1Sam 1: 1-18 dikisahkan: “Ada seorang laki-laki dari pegunungan Efraim, namanya Elkana bin Yeroham.  Dia mempunyai dua isteri: yang seorang bernama Hana dan yang lain bernama Penina.  Penina mempunyai anak, tetapi Hana tidak.

Orang itu dari tahun ke tahun pergi meninggalkan kotanya untuk sujud menyembah dan mempersembahkan korban kepada TUHAN semesta alam di Silo. Di sana yang menjadi imam TUHAN ialah kedua anak Eli, Hofni dan Pinehas.

Pada hari Elkana mempersembahkan korban, diberikannyalah kepada Penina, dan kepada semua anaknya yang laki-laki dan perempuan masing-masing sebagian.

Meskipun ia mengasihi Hana, ia memberikan kepada Hana hanya satu bagian, sebab TUHAN telah menutup kandungannya. Tetapi madunya selalu menyakiti hatinya supaya ia gusar, karena TUHAN telah menutup kandungannya.

Demikianlah terjadi dari tahun ke tahun; setiap kali Hana pergi ke rumah TUHAN, Penina menyakiti hati Hana, sehingga ia menangis dan tidak mau makan. Lalu Elkana, suaminya, berkata: “Hana, mengapa engkau menangis dan tidak mau makan? Mengapa hatimu sedih? Bukankah aku lebih berharga bagimu daripada sepuluh anak laki-laki?”

Pada suatu kali, setelah mereka makan dan minum di Silo, berdirilah Hana, sedang imam Eli duduk di kursi dekat tiang pintu bait suci TUHAN.  Dengan hati pedih Hana berdoa kepada TUHAN sambil menangis tersedu-sedu.

Kemudian bernazarlah ia, katanya: “TUHAN semesta alam, jika sungguh-sungguh Engkau memperhatikan sengsara hambaMu ini dan mengingat kepadaku dan tidak melupakan hambaMu ini, tetapi memberikan kepada hambaMu ini seorang anak laki-laki, aku akan memberikan dia kepada TUHAN untuk seumur hidupnya dan pisau cukur tidak akan menyentuh kepalanya.”

Ketika perempuan itu terus-menerus berdoa di hadapan TUHAN, Eli mengamat-amati mulut perempuan itu.  Karena Hana berkata-kata dalam hatinya dan hanya bibirnya saja bergerak-gerak, tetapi suaranya tidak kedengaran, Eli menyangka perempuan itu mabuk. Lalu kata Eli kepadanya: “Berapa lama lagi engkau berlaku sebagai orang mabuk? Lepaskanlah dirimu dari mabukmu.”

Hana menjawab: “Bukan, tuanku, aku seorang perempuan yang sangat bersusah hati; anggur ataupun minuman yang memabukkan tidak kuminum. Aku mencurahkan isi hatiku di hadapan TUHAN. Janganlah anggap hambamu ini seorang perempuan dursila.  Karena besarnya cemas dan sakit hati aku berbicara demikian lama.”

Jawab Eli: “Pergilah dengan selamat, dan Allah Israel akan memberikan kepadamu apa yang engkau minta dari-Nya.” Sesudah itu berkatalah perempuan itu: “Biarlah hambamu ini mendapat belas kasihan darimu.” Lalu keluarlah perempuan itu, ia mau makan dan mukanya tidak muram lagi.

Markus dalam injilnya (Mrk 1: 14-20) mewartakan: “Sesudah Yohanes ditangkap datanglah Yesus ke Galilea memberitakan Injil Allah, kata-Nya: “Waktunya telah genap; Kerajaan Allah sudah dekat. Bertobatlah dan percayalah kepada Injil!”

Ketika Yesus sedang berjalan menyusur danau Galilea, Ia melihat Simon dan Andreas, saudara Simon. Mereka sedang menebarkan jala di danau, sebab mereka penjala ikan. Yesus berkata kepada mereka: “Mari, ikutlah Aku dan kamu akan Kujadikan penjala manusia.” Lalu mereka pun segera meninggalkan jalanya dan mengikuti Dia.

Setelah Yesus meneruskan perjalanan-Nya sedikit lagi, dilihat-Nya Yakobus, anak Zebedeus, dan Yohanes, saudaranya, sedang membereskan jala di dalam perahu. Yesus segera memanggil mereka dan mereka meninggalkan ayahnya, Zebedeus, di dalam perahu bersama orang-orang upahannya lalu mengikuti Dia.

Hikmah yang dapat kita petik:

Satu, berkatalah Imam Eli yang telah lama mengamati perempuan yang mulutnya bergerak-gerak namun tanpa suara: “Berapa lama lagi engkau berlaku sebagai orang mabuk? Lepaskanlah dirimu dari mabukmu.” Jawab perempuan itu: “Janganlah anggap hambamu ini seorang perempuan dursila.  Karena besarnya cemas dan sakit hati itulah,  aku berbicara demikian lama.”

Mengamati gerak-gerik seseorang, meskipun dari jarak dekat, sang pengamat (biarpun dia seorang imam/pejabat/ketua/atau pembina) kawakan pun bisa keliru atau gagal paham. Maka bertanya dan berdialog adalah jalan yang terbaik.

Dialog telah memberikan pemahanan yang lebih sempurna kepada Imam Eli, dan dia malah tergugah untuk mendoakan atau memberkati perempuan itu. Sebaliknya,  prasangka sering menimbulkan kesalahpahaman, kekecewaan dan kesedihan serta kerugian yang besar.

Dua, diwartakan Markus bahwa setelah Yesus meneruskan perjalanan-Nya sedikit lagi, dilihat-Nya Yakobus, anak Zebedeus, dan Yohanes, saudaranya, sedang membereskan jala di dalam perahu.

Yesus memanggil para rasul-Nya yang asal usulnya bukan hanya dari 1 daerah/suku/keluarga saja, tetapi dari daerah/suku dan keluarga yang lain juga. Hal itu merupakan lambang bahwa Yesus hadir untuk seluruh umat manusia, dan untuk menyatukan umat Allah yang tercerai berai. Semoga kita pun berpedoman dan bertindak demikian. Amin.

Mgr Nico Adi MSC

Bagikan:

Recommended For You

About the Author: redinspirasi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *