
Yang kita rayakan pada hari ini adalah 50 tahun Provinsi Indonesia. Artinya, provinsi merupakan unit pemerintahan mandiri di dalam Serikat Jesus (SJ). Maka, yang kita rayakan pada malam hari ini bersama-sama adalah kemandirian kita, para Jesuit di Indonesia ini. Maka, marilah kita bersama-sama bersyukur atas seluruh rahmat yang boleh kita rasakan bersama rekan-rekan kerja kita, bersama umat dan seluruh Gereja. Demikian Provinsial SJ Provinsi Indonesia Romo Beni Juliawan, SJ menyampaikan pengantarnya pada perayaan ekaristi 50 tahun Serikat Jesus Provinsi Indonesia di Gereja Santo Yusuf Gedangan Semarang, 11 September 2021 lalu.
Dalam homilinya, Romo Beni menyampaikan, perjalanan mengenali wajah Yesus di tengah Gereja dan masyarakat Indonesia memasuki babak baru tahun ini di usia provinsi yang ke-50, yang terjadi bersamaan dengan peringatan 500 tahun pertobatan Santo Ignatius.
“Pesan utama dalam peringatan-peringatan ini adalah pertobatan, perubahan hidup, lalu perubahan macam apa yang dituntut oleh Allah dari para Jesuit. Bacaan pertama dari Surat Rasul Yakobus tadi memberi kita petunjuk yang terang benderang. Kesatuan antara kata dan perbuatan. Antara iman dan tindakan. Serikat Jesus tidak ingin hanya jadi pabrik kata-kata. Kita ingin punya integritas dan itu dimulai dengan kemauan untuk rendah hati,” katanya.
Kerendahan hati, menurutnya, adalah ibu semua keutamaan. “Kerendahan hati akan membuat kita lebih terbuka pada perubahan zaman, lebih bertanggung jawab dalam membangun relasi, lebih mudah bekerja sama dengan rekan-rekan awam, juga dalam berkomunikasi dengan sesama rekan Jesuit,” imbuhnya.
Pada tanggal 8 September 1971, bertepatan dengan Pesta Kelahiran Santa Perawan Maria dalam sebuah acara sederhana di Wisma Syantikara, Yogyakarta, Romo Pedro Arupe, SJ, pemimpin umum Serikat Jesus di Roma datang untuk meresmikan berdirinya Provinsi Indonesia Serikat Jesus. Sejak tahun 1967, kepemimpinan Serikat Jesus di Indonesia sudah dipegang oleh pribumi, yaitu Romo Antonius Sunarja, SJ, yang kemudian pada tahun 1971 menjadi Provinsial pribumi yang pertama.
Dalam homilinya, Romo Beni juga menceritakan beberapa karya Jesuit yang dinamis dan penuh tantangan, seperti Institut Sosial. Selain itu, para Jesuit juga terlibat mendampingi masyarakat akibat konflik seputar jajak pendapat di Timor Leste. “Dalam konflik seputar jajak pendapat dan kemerdekaan Timor Leste atau Timor Timur tahun 1999, Serikat Jesus Indonesia kehilangan 2 orang Jesuit yang mati dibunuh yaitu Romo Tarsisius Dewanta, SJ pada tanggal 6 September 1999 dan Romo Albrech Karim Arbi, SJ, 5 hari sesudahnya atau tepat 11 September hari ini sekian tahun yang lalu,” katanya.
Selain itu, para Jesuit juga terlibat dalam perjuangan reformasi 98, mendampingi korban konflik di Aceh dan Ambon melalui Jesuit Reffuge Service (JRS). “Semuanya merupakan konsekuensi mengikuti Kristus yang rela memanggul salib di bumi Indonesia. Terus terang saja mengenali Yesus sering terasa lebih mudah dalam situasi-situasi krisis seperti itu,” katanya.
Romo Beni pun menuturkan, memanggul salib tidak selalu berarti menderita secara fisik. Ada beberapa Jesuit yang setia bekerja dalam sepi. Hidup mengabdi ilmu pengetahuan seperti Romo Zoetmulder, SJ dan Romo Ignatius Kuntara Wiryamartana, SJ. Keduanya menekuni naskah-naskah Jawa kuna hingga akhir hidup mereka. “Bruder Kirjo Utomo setia menemani anak-anak dari keluarga kurang mampu di Yogya untuk berlatih menukang dan belajar hidup mandiri. Belum lagi, para dosen dan guru di perguruan tinggi dan sekolah-sekolah kita yang sehari-hari bergumul dengan borang akreditasi, laporan keuangan, anggaran belanja,” katanya.
Para Jesuit juga berkarya dan melayani bidang formasi di seminari-seminari, pendidikan tinggi, pendidikan kejuruan atau vokasi, sekolah, rumah retret dan pusat spiritualitas bahkan paroki.
Usai menyampaikan selamat atas 50 tahun Provinsi Indonesia Serikat Jesus, Vikaris Jenderal Keuskupan Agung Semarang, Romo Y.R. Eddy Purwanto, Pr dalam sambutannya mengapresiasi karya kerasulan para Jesuit.
“Kehadiran dan karya imam-imam, bruder dan para frater Serikat Jesus di Keuskupan Agung Semarang sungguh signifikan dan akan tetap relevan bagi seluruh umat sampai kapan pun. Maka, harapan kami, semoga para imam, bruder, frater serikat Jesus yang berkarya di paroki-paroki maupun di lembaga-lembaga karya serikat dan juga lembaga karya Keuskupan Agung Semarang semakin menyatu dalam arah dan gerak Gereja Keuskupan Agung Semarang dalam bingkai RIKAS dan ARDAS serta pelbagai kebijakan pastoral yang ditetapkan oleh Uskup Agung Semarang selaku pimpinan Gereja partikular,” katanya.
Acara perayaan tersebut juga diisi dengan peluncuran buku ‘Berjalan Bersama Ignasius’ dan aplikasi Inigo yang bisa diunduh dan dipasang di gawai berbasis android maupun ios. “Aplikasi ini dibangun karena latihan rohani dan diskresi Santo Ignasius yang sangat kaya, ternyata belum sangat dekat di antara Saudara-saudari awam sekalian. Kami ingin mengajak semua orang untuk memandang dunia ini dalam paradigma Ignasian yang diharapkan dapat membantu menyelesaikan berbagai permasalahan yang sedang kita hadapi. Maka, aplikasi ini diharapkan pertama-tama menjadi salah satu sarana formasi latihan rohani Santo Ignasius Loyola agar Anda dapat memandang dunia ini dalam kacamata Ignasian yang sangat positf dan membangun,” ujar Romo Effendi Kusuma Sunur, SJ, ketua Tim Provindo Digital System.
Melalui aplikasi Inigo tersebut, pemakai bisa mengakses kabar terkini karya-karya para Jesuit di Provinsi Indonesia dan bisa membangun jaringan persahabatan di antara sahabat-sahabat Ignasian maupun para Jesuit.