Oleh BAPAK JULIUS KARDINAL DARMAATMADJA, SJ
Roh Kudus membimbing sejarah kita
Bulan Juni tanggal 1 kita memperingati lahirnya Pancasila. Kita syukuri karena Pancasila mengandung nilai-nilai luhur budaya dalam hidup bersama sebagai bangsa dan negara. Antara lain, umpama, kita memiliki kebiasaan gotong royong. Dalam peristiwa keluarga tampak kepedulian bersama saat ada keluarga yang melahirkan anaknya, menyunatkan atau menikahkan anaknya. Sumbangan yang berupa apapun dan uang juga mengalir dari tetangga dan kerabatnya. Yang bertingkat nasional kita melihat lahirnya Budi Utomo tahun 1908 yang mengungkap kesadaran bahwa kita sebangsa. Kemudian lahir pula Sumpah Pemuda tahun 1928 yang mengungkap kesadaran bahwa kita satu tanah air, satu bahasa dan satu bangsa yaitu Indonesia. Meskipun sangat disadari bahwa kita sebenarnya terdiri dari berbagai ras, suku, budaya lokal dan agama, kita merasa satu saudara setanah air. Kita terdiri dari keberagaman. Bhineka Tunggal Ika. Akhirnya ketika merdeka tahun 1945, lahirlah ideologi bangsa dan negara yang tertuang dalam Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945.
Pancasila jejak bimbingan Roh Kudus
Pancasila adalah intisari dari budaya Nusantara, yang kita imani tak lepas dari bimbingan Roh Kudus sendiri. Ajaran Gereja mengungkap bahwa Roh Kudus memiliki pengaruh dalam cita-cita luhur suatu masyarakat dan bangsa. “Roh Allah yang dengan penyelenggaraan-Nya yang mengagumkan, mengarahkan peredaran zaman dan membarui muka bumi, hadir di tengah perkembangan itu.” (GS 26). Paus Santo Yohanes Paulus II berdasar ajaran tersebut merumuskan lebih lanjut: “Kegiatan dan kehadiran Roh (Allah) itu tidak hanya mempengaruhi orang per orang, melainkan juga mempengaruhi masyarakat dan sejarah, bangsa-bangsa, kebudayaan-kebudayaan dan agama-agama. Sesungguhnya, Roh itu berada di asal-muasal cita-cita dan usaha-usaha luhur yang bermanfaat bagi umat manusia dalam perjalanannya sepanjang sejarah.” (RM 28).
Nilai-nilai luhur yang terungkap dalam perilaku orang perorangan maupun bersama-sama, merupakan jejak-jejak peran Roh Kudus. Termasuk nilai-nilai luhur budaya dan Pancasila untuk bangsa Indonesia. Beriman Katolik, justru berelasi kasih kepada Tritunggal Mahakudus, kepada Yesus Juruselamat kita dan Roh Kudus, yang karya-Nya tidak hanya tampak dalam Gereja-Nya, melainkan juga di luar Gereja Kaatolik. Kita syukuri bahwa bimbingan Roh Kudus terhadap perkembangan sejarah bangsa Indonesia telah dibakukan menjadi ideologi bangsa Indonesia.
Gereja Katolik menerima nilai luhur Pancasila, karena sesuai iman Katolik
Gereja kita juga telah melihat bahwa nilai-nilai Pancasila sesuai iman kita. PNUKI 1984 menegaskannya. Dihadiri oleh uskup dan wakil umat dari 34 keuskupan, para peserta merumuskan kesepakatan-kesepakatan. Antara lain yang penting berbunyi demikian: “Pancasila mengandung nilai-nilai kemanusiaan yang luhur yang juga dijunjung tinggi dalam Ajaran-ajaran Gereja. Oleh karena itu Gereja menerima Pancasila bukan karena pertimbangan-pertimbangan taktis, melainkan karena nilai-nilai luhur Pancasila itu sendiri. Kita ikut memperkaya pemahaman, penghayatan dan pengamalan Pancasila. Dan dengan demikian ikut sungguh-sungguh membangun masyarakat Pancasila. Pengamalan di dalam kehidupan warga yang Katolik dapat dihayati sebagai suatu bentuk perwujudan iman kristiani dalam konteks masyarakat Indonesia” (Kesepakatan PNUKI 1984 no 43). Gereja Katolik tak ragu-ragu mengakui bahwa Pancasila adalah pedoman dasar bagi perilaku kita sebagai warga bangsa dan negara Indonesia. Dalam nilai-nilai kemanusiaan yang luhur itu, mereka yang dari pelbagai agama dan kepercayaan dapat dipersatukan geraknya dalam ikut serta membangun bangsa dan negara berazaskan Pancasila.
Selengkapnya ada di edisi cetak Majalah INSPIRASI, Lentera yang Membebaskan no. 202 Juni Tahun XVII 2021. Hubungi +6285101923459