Hati Lembut terhadap Alam Semesta

Aloys Budi Purnomo Pr

Bulan Mei dan Juni merupakan bulan penting bagiku dalam konteks hati yang lembut. Mengapa? Bulan Mei merupakan bulan Maria, yang ditandai oleh kelembutan hati seorang Ibu, yakni Ibu Maria tentu saja. Sedangkan bulan Juni juga ditandai kelembutan hati, yang tidak lain adalah Hati Kudus Yesus sendiri, Putra Allah yang Mahatinggi yang menjadi manusia melalui rahim Ibu Maria. Tak heran, kelembutan Hati Maria pun terpancar dalam kelembutan Hati Kudus Yesus. Keduanya secara timbal balik pasti saling memengaruhi sebagai Ibu dan Putra dengan kelembutan Hati yang suci dan jiwa yang murni melaksanakan kehendak Allah Bapa, dalam kuasa Roh Kudus.

Namun, bulan Mei dan Juni juga penting dalam kelembutan hati sejak tahun 2015. Mengapa? Karena pada bulan itu, Paus Fransiskus menghadirkan Ensiklik Laudato Si’ yang ditandai kelembutan hati terhadap alam semesta. Tanggal 24 Mei 2015, Paus Fransiskus menandatangani Ensiklik Laudato Si’, sebuah ensiklik yang berisi tentang perawatan Bumi sebagai rumah bersama. Bumi harus dirawat sebab, Bumi sedang ditimpa krisis ekologi yang dahsyat. Itulah alasan Paus Fransiskus menulis dan menandatangani Ensiklik Laudato Si’.

Ensiklik Laudato Si’ yang ditandatangi tanggal 24 Mei 2015 itu diterbitkan untuk publik (dilaunching) pada tanggal 18 Juni 2015. Sejak diterbitkannya untuk publik itulah, Ensiklik Laudato Si’dapat diakses oleh siapa saja, terutama yang menggunakan Bahasa Inggris, Italia, Perancis, Jerman, Belanda, Latin, Spanyol, Portugis, bahkan Bahasa Arab. Penerbitan atau publikasi pertama-tama dilakukan secara online, untuk memudahkan siapa saja agar bisa mengakses dokumen yang berisi ajaran resmi seorang Paus Fransiskus dengan fokus perawatan Bumi, rumah bersama.

Dalam Ensiklik Laudato Sipun terdapat kelembutan hati Bunda Maria dan Yesus Kristus yang diwartakan oleh Paus Fransiskus dalam rangka perawatan Bumi, rumah bersama. Seperti apakah gerangan? Mari kita cermati dalam Ensiklik Laudato Si’. Kita cermati dari sisi Yesus terlebih dahulu, baru kemudian dari sisi Ibu Maria, seperti diajarkan Paus Fransiskus.

Pada Sub-sub judul VII Ensiklik Laudato Si’, Paus memberi judul “Tatapan Yesus”. Pada artikel 96 dituliskan, “Yesus mengangkat kembali iman alkitabiah akan Allah Sang Pencipta, sambil menekankan suatu kebenaran mendasar: Allah adalah Bapa (lihat Matius 11:25). Dalam percakapan dengan murid-murid-Nya, Yesus mengundang mereka untuk mengenali hubungan kebapaan yang dimiliki Allah dengan semua makhluk. Ia mengingatkan mereka, dengan kelembutan yang menyentuh hati, bagaimana setiap makhluk adalah penting di mata Allah: “Bukankah burung pipit dijual lima ekor dua duit? Sungguhpun demikian tidak seekor pun dari padanya yang dilupakan Allah” (Lukas 12: 6).“Pandanglah burung-burung di langit, yang tidak menabur dan tidak menuai dan tidak mengumpulkan bekal dalam lumbung, namun diberi makan oleh Bapamu yang di surga” (Matius 6: 26).” Dalam artikel tersebut sudah langsung muncul kata “kelembutan yang menyentuh hati”. Kelembutan itu tidak lain adalah kelembutan Hati Yesus terhadap seluruh ciptaan, karena semua diciptakan oleh Allah, Bapa Sang Pencipta.

Selanjutnya, Paus Fransiskus menulis, “Tuhan dapat mengundang yang lain untuk memperhatikan keindahan yang ada di dunia, karena Ia sendiri terus-menerus berhubungan dengan alam dan memberinya perhatian yang penuh kasih sayang dan rasa takjub” (LS 97). Bahwa Yesus mengundang kita menghargai ciptaan itu pasti dan merupakan konsekuensi bahwa “Segala sesuatu diciptakan melalui Dia dan untuk Dia” (Kolose 1: 16).” Karenanya, “dari awal mula dunia, tetapi secara khusus sejak inkarnasi, misteri Kristus bekerja secara tersembunyi dalam seluruh realitas alam tanpa meniadakan otonominya.” (LS 99). Bahkan, Perjanjian Baru tidak hanya berbicara tentang Yesus di bumi dan hubungan-Nya yang konkret dan penuh kasih dengan dunia. (LS 100).

Dengan dasar itu, Paus Fransiskus menyerukan agar manusia menghayati pertobatan ekologis. “Jadi, apa yang mereka semua butuhkan adalah pertobatan ekologis, yang berarti membiarkan seluruh buah perjumpaan mereka dengan Yesus Kristus berkembang dalam hubungan mereka dengan dunia di sekitar mereka. Menghayati panggilan untuk melindungi karya Allah adalah bagian penting dari kehidupan yang saleh, dan bukan sesuatu yang opsional atau aspek sekunder dalam pengalaman kristiani” (LS 217). Yesus “telah menunjukkan kepada kita suatu cara untuk mengatasi kecemasan tak sehat yang menjadikan kita dangkal, agresif, dan konsumtif tanpa kendali” (LS 226). Karenanya, “pelestarian alam adalah bagian dari suatu gaya hidup yang mencakup kemampuan untuk hidup bersama dan dalam persekutuan. Yesus mengingatkan kita bahwa kita memiliki Allah sebagai Bapa kita bersama, dan bahwa hal ini membuat kita bersaudara. Kasih persaudaraan hanya mungkin bila tanpa pamrih, dan bukanlah balas jasa atas apa yang telah dilakukan orang lain atau diharapkan akan dilakukan olehnya” (LS 228).

Itu yang terkait dengan Yesus. Bagaimana dengan Ibu Maria? Paus Fransiskus mengajarkan tentang hal ini dalam Ensiklik Laudato Si’ artikel 241. Saya kutipkan paragraf tersebut seutuhnya. “Maria, Bunda yang telah merawat Yesus, sekarang merawat dunia yang terluka ini dengan kasih sayang dan rasa sakit seorang ibu. Sama seperti hatinya yang tertusuk telah meratapi kematian Yesus, sekarang dia berduka cita atas penderitaan orang-orang miskin yang disalibkan dan makhluk-makhluk dari dunia ini yang dihancurkan oleh kekuasaan manusia. Sepenuhnya telah berubah rupa, dia hidup dengan Yesus, dan semua makhluk menyanyikan keelokannya. Dia adalah “perempuan berselubungkan matahari, dengan bulan di bawah kakinya dan sebuah mahkota dari dua belas bintang di atas kepalanya.” (Wahyu 12: 1). Terangkat ke surga, dia adalah Ibu dan Ratu seluruh ciptaan. Dalam tubuh kemuliaannya, bersama dengan Kristus yang bangkit, sebagian dari ciptaan telah mencapai kepenuhan keindahannya. Ia tidak hanya menyimpan dalam hatinya seluruh kehidupan Yesus yang ia asuh dengan setia (bdk Lukas 2: 19, 51), tetapi sekarang pun ia memahami makna segala sesuatu. Oleh karena itu, kita dapat meminta dia untuk membantu kita memandang dunia ini dengan mata yang lebih bijaksana.”

Nah, begitulah, bulan Mei dan Juni merupakan momen penting untuk mengolah kelembutan hati demi perawatan alam semesta, perawatan Bumi, rumah kita bersama. Sejak tahun 2015, saya menghayati Mei dan Juni tak hanya sebagai bulan Maria dan bulan Hati Kudus Yesus, melainkan menjadi bulan kelembutan hati untuk perawatan Bumi, rumah bersama, dengan kelembutan hati Ibu Maria dan Hati Kudus Yesus. Semoga para Sahabat INSPIRASI pun dapat memetik pengalaman rohani yang sama dengan komitmen merawat Bumi, rumah kita bersama.

Salam INSPIRASI, Lentera yang Membebaskan.

Salam Peradaban Kasih Ekologis.

Bagikan:

Recommended For You

About the Author: redinspirasi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *