
Syukur kepada Allah atas Sakramen Imamat yang dianugerahkan Tuhan kepada Gereja-Nya.
Gereja Katolik Roma secara khusus memahami, mengimani, menerima, dan menghargai Sakramen Imamat secara istimewa. Hal itu karena salah satu sifat Gereja Katolik adalah apostolik. Dengan sifat apostolik ini, Gereja Katolik menampakkan ciri-ciri rasuli (lih Ef 2:20).
Gereja Katolik dibangun di atas para Rasul sebagai landasannya dengan Petrus sebagai kepala dewan para rasul seperti yang Yesus sendiri kehendaki (bdk Mat 16:18-22;Yoh 21:15; Kis 2:14). Tuhan Yesus Kristus adalah Sang Batu Penjurunya.
Sakramen Imamat adalah konsekuensi dari Gereja yang bersifat dan berciri apostolik. Sifat dan ciri apostolik erat terkait dengan suksesi apostolik. Itu berarti, kedudukan para rasul dan Petrus sebagai kepala dewan para rasul diteruskan para penggantinya, sehingga kelangsungan Gereja terus dan tetap terjamin sesuai kehendak Yesus sendiri saat mendirikan Gereja-Nya (bdk Mat 28:20).
Dalam Gereja Katolik, suksesi apostolik sejak Gereja perdana bisa kita lihat misalnya pada penggantian Yudas Iskariot oleh Matias (Kis 1). Selanjutnya, dalam Gereja Perdana terjadi praktik pengangkatan beberapa pelayan dalam jemaat yang dilakukan dengan penumpangan tangan (bdk Kis 6:6; 1Ttim 5:22). Dalam semuanya itu mereka berfungsi untuk menggantikan dan meneruskan kedudukan para rasul (bdk Kis 14:23).
Hingga hari ini, praktik suksesi apostolik dipertahankan dan dilanjutkan oleh Gereja Katolik (Roma) dan Gereja Ortodoks. Dalam suksesio tersebut kita percaya bahwa meskipun alkitab tidak secara tegas menyatakan tentang suksesi Apostolik, tetapi alkitab memberikan gambaran tentang hal itu. Demikian juga Tradisi Suci menegaskan hal yang sama.
Gereja Katolik yang mempertahankan suksesi apostolik, memiliki ciri-ciri antara lain memiliki kesatuan dalam hal iman, ajaran, tata ibadat, dan hirarki. Maka tradisi dan suksesio apostolik menjadi ciri dasar komunitas Gereja di mana pun berada, sehingga Gereja Katolik sekarang sama seperti Gereja para rasul. Di sanalah Gereja bertekun dalam pengajaran para rasul (lih Kis 2:42) dan tidak mengajarkan kemauannya sendiri.
Dari situlah lahir Sakramen Imamat. Suksesi apostolik erat terkait dengan sakramen Imamat. Dengan adanya Sakramen Imamat maka dimungkinkan adanya suksesi apostolik. Dengan menerima sakramen Imamat dari mereka yang memiliki suksesi apostolik yang sah (Uskup) maka penerimanya akan turut ambil bagian dalam Imamat Kristus sebagai Imam. Karena hal inilah Gereja Katolik percaya bahwa Tahbisan Suci itu benar-benar merupakan suatu Sakramen dalam tiga matra Tahbisa Uskup, Tahbisan Imam, dan Tahbisan Diakon.
Sakramen Tahbisan Imamat diberikan kepada mereka yang telah dipersiapkan secara khusus oleh Uskup, yakni mereka yang telah mendapat tahbisan diakon (lih. Kis 14:23; Kis 20:17,28; 1Kor 12:28). Maka jelaslah bahwa sakramen imamat memiliki dasar Kitab Suci yang sangat kuat.
Saya pun bersyukur bahwa setiap tanggal 8 Juli, boleh mengenang saat kami ditahbiskan sebagai Imam oleh Bapa Julius Kardinal Darmaatmadja. Tak terasa di tahun 2024, kami merayakan HUT Imamat kami yang ke-28.
Salam Peradaban Kasih Ekologis. Berkah Dalem. Salam INSPIRASI, Lentera yang Membebaskan.
Aloys Budi Purnomo Pr