Dimulai, Diproses dan Disempurnakan di Dalam Tuhan

Oleh BAVO BENEDICTUS SAMOSIR, OCSO*

 

Dia baru seminggu mengenal seorang teman, tapi rasanya sudah mengenal lama. Hal itu disebabkan karena sang teman selalu melemparkan candaan yang membuatnya tertawa dan dia menanggapi candaan tersebut dengan candaan juga. Biasanya awal pertemuan selalu ada batas yang disebut segan  atau sungkan. Namun dengan teman tersebut, batas itu seakan dirobohkan oleh candaan mereka. Candaan yang membuat mereka kini sejajar meskipun masih dalam koridor menghargai dan menghormati satu sama lain.

St. Agustinus pernah mengatakan; “Di dunia ini ada dua hal yang penting; kehidupan dan persahabatan. keduanya harus dihargai tinggi dan kita tidak boleh meremehkannya.” Persahabatan terjalin biasanya karena ada kesamaan karakter dan minat. Namun jika persahabatan kita hanya pada taraf itu saja maka sudah dipastikan bahwa itu bukanlah atau belum menjadi persahabatan rohani. Persahabatan rohani melampaui  kesamaan dalam minat dan karakter pribadi. Persahabatan rohani selalu membawa kita ke dalam relasi dengan Tuhan; tidak hanya berhenti pada taraf horizonal (sesama) tetapi juga ke arah vertikal (Tuhan). Inilah yang menjadi tujuan dari persahabatan rohani dan menjadi tanda sebuah persahabatan itu sehat.

Di zaman sekarang banyak orang menjalin sebuah relasi karena mereka saling mendapatkan keuntungan dalam hal apapun dari relasi tersebut. Jika tidak ada keuntungan yang didapat maka berakhirlah persahabatan tersebut. Sudah dapat dipastikan, ini bukan persahabatan rohani tetapi persahabatan duniawi. Situasi ini akan sangat jelas dalam dunia politik. Dalam dunia politik, jika kepentingan kedua belah pihak bisa terpenuhi dan sangat menguntungkan maka terjadi sebuah persahabatan, yakni persahabatan politik. Dan jika salah satu kepentingan tidak terpenuhi maka akan terjadi permusuhan politik. Persahabatan politik bisa menjadi permusuhan politik, demikian juga sebaliknya. Hal ini disebabkan karena dasarnya adalah kepentingan untuk tujuan pribadi atau kelompok dan sama sekali tidak ada nilai kesetiaan, pengorbanan dan nilai-nilai kebenaran dan kebaikan lainnya. Itulah sebabnya betapa pentingnya kita menjalin sebuah persahabatan tanpa ada sebuah kepentingan.

Sering terjadi persahabatan yang sudah berjalan dengan baik harus berakhir karena ternyata di saat sulit, sang sahabat tidak mau hadir. Kesulitan adalah bagian dari kehidupan di dunia ini. Dapat terjadi bahwa seorang sahabat mengalami keputusasaan bahkan tanpa harapan. Dalam situasi ini, kita sebagai sahabat hadir untuk memberi semangat agar ia terus melangkah penuh harapan. Sahabat rohani selalu ada bagi sahabat, baik saat bersukacita, namun juga selalu ada pada saat duka untuk memberi semangat dan dukungan, baik melalui doa dan juga dalam tindakan. “Seorang sahabat menaruh kasih setiap waktu dan menjadi seorang saudara dalam kesukaran (Amsal 17:17). Sahabat sejati berkomitmen satu sama lain dalam suka maupun duka. Saat sahabat bahagia, kita ikut berbahagia bersamanya, dan saat ia bersedih, kita ikut merasakan kesedihannya. Sahabat setia bagaikan tempat perlindungan yang aman. Siapa yang mendapatkannya, menemukan suatu harta. Sahabat yang setia tidak ternilai harganya dan tidak ada yang dapat dibandingkan dengannya. (Putra Sirak 6:14-15)

Persahabatan rohani berakar di dalam Kristus dan bertujuan untuk bertumbuh di dalam Kristus. Itulah sebabnya perjalanan dalam sebuah  persahabatan harus dalam kebersamaan bersama Kristus. Perjalanan bersama Kristus memberi kekuatan, semangat dan rahmat iman akan kebangkitan Kristus. Hal ini dialami oleh kedua rasul yang sedang dalam perjalanan ke Emaus (Lukas 24:13-35). Sebagai murid Yesus, kita belajar meneladan apa yang dilakukan Yesus untuk menjadi seorang sahabat yang mengasihi; “tidak ada kasih yang lebih besar daripada kasih yang memberikan nyawaNya bagi sahabat-sahabatNya” (Yohanes 15:13). Kita semua adalah sahabat-sahabat Yesus. Persahabatan kita dengan Yesus harus menjadi fondasi persahabatan kita dengan sesama sehingga persahabatan itu menjadi berkat bagi banyak orang, bukan hanya bagi  yang berada dalam persahabatan itu.

Mungkin kita merasa bahwa persahabatan rohani itu sangat ideal untuk dicapai. Rasanya tidak mungkin memiliki persahabatan rohani yang demikian sempurna. Persahabatan tersebut hanya ada di langit, bahkan langit ketujuh, bukan di bumi ini. Berkaitan dengan itu, St. Alredus dari Rievaulx, seorang rahib pengikut St. Benediktus mengatakan bahwa “persahabatan rohani dimulai di dalam Tuhan, berlanjut di dalam Tuhan dan disempurnakan di dalam Tuhan.” Jadi bisa kita katakan persahabatan rohani itu selalu berproses bukan sekali jadi dan tidak berkembang. Kita tidak perlu kuawatir jika kita belum sempurna menjadi seorang sahabat karena di dalam bantuan rahmat Tuhan, diri kita sedang dan terus disempurnakan dalam membangun persahabatan seiring berjalannya waktu.

Dia menyadari perkenalan selama seminggu belum bisa disebut  persahabatan rohani karena belum melewati perjalanan musim tergelap dalam kehidupan, namun masih dalam perjalanan cuaca cerah dengan langit yang biru. Persahabatan masih dalam taraf semua baik-baik saja, belum ada koreksi persaudaraan untuk mendukung dan memperbaiki agar berkembang. “Besi menajamkan besi, orang menajamkan orang lain (Amsal 27:17). Persahabatan mereka masih perlu diuji dengan berjalan bersama melalui jalan sulit menuju kehidupan (Matius 7:14)

Tetapi yang pasti ia menyadari bahwa pertemuan mereka selama seminggu telah memunculkan keceriaan anak-anak dari kedalaman dirinya, yang selama ini sering dibayangi sikap keseriusan orang dewasa di dalam dirinya. Bukankah keceriaan anak-anak dan keseriusan orang dewasa harus ada seimbang di dalam diri manusia?

 *Penulis adalah Rahib dan Imam – Mount St. Yoseph Abbey –Roscrea Co. Tipperary- Irlandia

Bagikan:

Recommended For You

About the Author: redinspirasi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *