HARI RAYA PENTEKOSTA
19 Mei 2024
Bacaan I : Kis 2: 1-11
Bacaan II : Gal 5: 16-25
Bacaan Injil : Yoh 15: 26-27; 16: 12-15
Roh Allah menjadikan kita baru
Lima puluh hari setelah paskah. Itulah Pentekosta. Sepanjang limapuluh hari kita merayakan hari terbesar dalam kekristenan, yaitu Paskah, pesta penebusan Yesus Kristus. Maka Pentekosta juga bisa disebut puncak Paskah. Diceritakan bahwa ketika Pentekosta, banyak orang dari berbagai daerah dan negeri berkumpul. Roh Kudus dicurahkan atas para murid dan umat yang hadir. Mereka diubah oleh Roh Kudus.
Tiba-tiba saja muncul kesadaran baru akan panggilan dan arah hidup. Mereka bukan lagi murid yang pasif mendengarkan Guru dan menjalani hidup. Mereka kini menjadi rasul yang diutus untuk mewartakan Injil ke seluruh dunia. Dan para warga yang berkumpul pun berkobar-kobar mengimani dan mewartakan Kristus.
Dalam arti Roh Allah yang mengubah hidup, kita pun pastilah pernah mengalami momen itu sepanjang hidup kita masing-masing. Dari gelap menjadi terang; dari loyo menjadi berkobar; dari mati menjadi hidup kembali; dari putus asa menjadi antusias. Dalam satu dua aspek kehidupan, sangat mungkin kita masing-masing pernah mengalaminya. Saya mengalami beberapa kali dalam beberapa aspek kehidupan saya pribadi. Tentang hidup panggilan menjadi imam, saya pernah mengalami ‘kesadaran baru’. Dan itu saya hayati sebagai pentekosta personal. Pentekosta itu tidak selalu berkaitan dengan momen upacara formal semisal tahbisan imamat, atau hari ke lima puluh setelah paskah. Tetapi lebih karena ‘indah pada waktunya’, waktu Tuhan bukan waktu kita. Dalam salah satu sesi pengolahan hidup panggilan, saya ‘tiba-tiba’ mengalami kobaran api imamat. Imamat menjadi terang benderang dan mengobarkan hati untuk mengabdi. Dan itu memberi sukacita besar, dan antusiasme persembahan diri yang berkobar-kobar. Coba ingat, momen apakah yang telah mengubah Anda?
Sebuah titik balik yang disebut Pentekosta. Para murid Yesus frustrasi dan kecewa ketika ternyata Guru yang mereka ikuti, kalah tanpa perlawanan, dan bahkan mati secara hina. Mereka malu pada orang Yahudi lain, mereka berkemas-kemas untuk pulang memupus mimpi dan menjadi manusia biasa lagi. Beberapa menyatakan untuk kembali menjadi nelayan. Namun sementara mereka merancang hari untuk ‘bubar jalan’, berkumpul di suatu ruang dan berdoa bersama Maria Bunda Yesus, tiba-tiba mereka mengalami pencerahan karena Roh Kudus yang dicurahkan. Mereka memahami secara baru tentang peristiwa Yesus. Berpangkal dari kesadaran itu, mereka sekarang bukan hanya menjadi murid, melainkan rasul. Rasul itu adalah pewarta Injil. Secara berkobar-kobar, mereka keliling dari kota ke kota untuk memberi kesaksian Injil. “… Kita mendengar mereka berkata-kata dalam bahasa kita sendiri tentang perbuatan-perbuatan besar yang dilakukan Allah” (Kis 2: 11). Dengan bahasa dan logika yang mudah dicerna, jadilah diri Anda rasul untuk sesama.
Romo F.X. Agus Suryana Gunadi, Pr