Oleh BAVO BENEDICTUS SAMOSIR, OCSO*
Jari jemarinya menari-nari di atas keyboard. Sementara matanya menatap ke layar monitor dan sesekali ke sebuah buku. Waktu terus berlalu, jari jemarinya terus menari-nari seakan tiada lelah. Mata minusnya yang terus bertambah terus memandang dua fokus; monitor dan buku. Bagi saya dan juga para rahib lainnya, ia menjadi teladan dalam menggunakan waktu. Ketika waktu bekerja ia akan memfokuskan dirinya untuk bekerja. Ketika waktu untuk menikmati hidangan makan bersama dengan para saudara, ia sudah pasti sungguh menikmati waktu santap hidangan yang menyegarkan tubuh fisik. Ketika waktu istirahat, ia akan membiarkan tubuhnya tergeletak di pembaringan untuk mendapatkan kesegaran kembali setelah kelelahan harian. Ketika waktu doa bersama, dia selalu hadir menyanyikan kidung mazmur untuk mengisi relung hati dan meneguhkan perjalanan hidupnya.
Ia selalu hadir dalam waktu saat ini dan menjalani waktunya sesuai dengan aturan dalam komunitas. Ia sungguh menyadari bahwa waktu itu seperti dedaunan yang berguguran yang tidak pernah akan kembali lagi ke pohonnya, demikian pula halnya waktu tidak dapat kembali lagi, ia terus berjalan ke depan. Untuk itulah waktu yang ia terima dari-Nya, ia gunakan sebaik mungkin untuk hal-hal yang berguna bagi Tuhan, bagi sesama dan bagi diri sendiri. Mengatur waktu dengan baik bukan berarti kita tidak bisa rileks dan menikmati waktu senggang. Kita perlu mengatur waktu agar hidup lebih mudah untuk dijalani.
Kita semua diberi waktu yang sama oleh Tuhan dalam sehari, yakni sama dengan waktu yang dibutuhkan bumi untuk berputar satu kali pada porosnya. Namun, setiap orang berbeda dalam menggunakan waktu. Ada orang menggunakan waktunya untuk pelayanan dengan mengunjungi sesama yang sedang sakit, memberikan waktu untuk mendengarkan seseorang yang sedang menghadapi persoalan hidup, dan lain-lain. Ada orang yang menggunaakan waktunya lebih banyak untuk bekerja. Ada orang menggunakan waktunya lebih banyak untuk bersenang-senang karena hidup yang dibatasi waktu ini harus dinikmati. Bagaimana kita menggunakan waktu-waktu kita saat ini supaya mempunyai dampak bagi waktu di masa depan? Apa yang kita lakukan pada waktu kini mengarahkan kita pada waktu ke depan, sekalipun waktu di masa depan masih tersembunyi bagi kita.
Ketika kita menjalani kehidupan dengan penuh kesedihan, tantangan dan kebosanan, waktu terasa seperti melambat bahkan terasa berhenti sama sekali. Kita ingin waktu segera cepat berlalu, bahkan ingin kembali ke masa lalu karena tidak ingin menghadapi waktu saat ini. Sebaliknya, ketika kita menjalani kehidupan dengan bahagia dan semua berjalan dengan menyenangkan dan lancar tanpa tantangan, waktu terasa cepat, seakan menit, jam, hari, bahkan minggu dan bulan terasa cepat berlalu. Kita ingin agar waktu tidak cepat berlalu. Kita tidak dapat mengubah waktu, memutarnya kembali, menghapusnya, atau memperpanjangnya. Itulah sebabnya kita perlu menjalani kehidupan dalam waktu ini dengan penuh syukur. Rasa syukur itu muncul ketika kita percaya bahwa semua peristiwa hidup yang terjadi dalam kehidupan kita yang terbatas oleh waktu ini, baik suka dan duka adalah demi kebaikan kita dan yang lebih penting, Tuhan selalu hadir bersama kita. Kita bukanlah penguasa waktu dan peristiwa tetapi Dia yang tak terbatas oleh waktu. “Akulah Alfa dan Omega, firman Tuhan Allah, yang ada, yang sudah ada, dan yang akan datang, Yang Mahakuasa” (Wahyu 1:8).
Yesus hidup sesuai waktu Tuhan: Dia berserah diri sepenuhnya pada rencana Tuhan dalam hidup-Nya. Dalam injil Yohanes 2:4, Yesus tidak mengizinkan Bunda Maria, ibu-Nya untuk menentukan kapan Dia harus mengubah air menjadi anggur, namun Dia melakukannya sesuai petunjuk Bapa. Sebaliknya, dalam menjalani kehidupan, kita cenderung menolak waktu. Kita mencoba melangkahi waktu agar keinginan kita cepat tercapai. Kita hidup di masyarakat yang serba cepat sehingga kita cenderung ingin segera bertindak sesuai dengan waktu kita, bukan waktu Tuhan. Kita lupa waktu Tuhan tidak sama dengan waktu kita. Oleh karena itu, kita hendaknya menghargai nilai dan proses dalam setiap momen waktu. Waktu adalah milik Tuhan. Melalui waktu, Dia membentuk kita di dalam pengalaman yang berproses dalam waktu. Tuhan telah menetapkan waktu untuk berbagai peristiwa kehidupan baik suka maupun duka. Selain itu, untuk hidup sesuai waktu Tuhan, kita mengutamakan melakukan kehendak Tuhan.daripada kehendak sendiri
Dalam kitab Mazmur dikatakan; “Ajarilah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana” (Maz 90:12). Pemazmur menyatakan bahwa kita semua harus menghitung hari-hari kita artinya mengevaluasi penggunaan dan pengelolaan waktu kita; bagaimana kita menghabiskan waktu kita dalam keseharian. Waktu yang kita gunakan diharapkan memberikan sebuah kebijaksanaan. Tuhan telah mempercayakan kita dua puluh empat jam setiap hari. Masalah yang kita hadapi dalam masyarakat saat ini bukanlah jumlah waktu yang Tuhan berikan kepada kita, namun bagaimana kita menggunakan waktu yang Dia berikan kepada kita. Pada akhirnya kita dipanggil untuk memberikan pertanggungjawaban kepada Allah atas waktu yang telah kita terima dari Allah. Waktu yang terbuang sia-sia tidak akan pernah kembali lagi, meskipun itu hanya sedetik. Untuk itu kita perlu selalu melihat bagaimana kita menggunakan waktu kita dalam kehidupan ini. Waktu yang disia-siakan pada akhirnya menyia-nyiakan anugerah kehidupan.
Waktunya yang terbatas telah berakhir. Waktu yang terbatas itu adalah milik Tuhan yang tak terbatas. Kini ia telah mengakhiri kehidupan di dalam batas waktu. Dalam keterbatasan diri dan waktunya ia telah menggunakan waktu itu untuk kemuliaan-Nya di dalam komunitas kerahiban. Ia menghayati bahwa setiap momen dalam waktu yang sangat berharga. Setiap pencobaan yang ia hadapi dalam waktu telah ia jalani dengan ikhlas karena ia melihat melalui waktu yang terbatas ini ia melihat ada waktu yang tanpa batas di depan sana. Sebuah dunia yang tanpa batas waktu.
*Penulis adalah Rahib dan Imam – Mount St. Yoseph Abbey –Roscrea Co. Tipperary- Irlandia