Peristiwa iman yang kita kenang pada malam Natal selalu membawa kekaguman dan keindahan tentang spiritualitas kesederhanaan İlahi dalam Gua Natal. Dalam buku tentang Natal, Paus Fransiskus menulis sebagai berikut. “Kegembiraan pemandangan Gua Natal mendorong saya untuk menggali lebih dalam misteri Kristiani yang suka bersembunyi di dalam hal-hal yang sangat kecil. Memang benar, Inkarnasi Putra Allah dalam Yesus Kristus tetap menjadi inti dari wahyu Allah, meskipun kita sering lupa bahwa penyingkapannya begitu tidak mencolok, sampai-sampai luput dari perhatian. Faktanya, kekecilan dan kesederhanaan adalah cara untuk berjumpa dengan Tuhan” (Paus Fransiskus, 27/9/2023).
Selanjutnya, untuk menegaskan misteri iman ini, Paus Fransiskus mengutip tulisan dalam bahasa Latin yang terpasang pada batu nisan makam Santo Ignatius dari Loyola. Pada batu nisan tersebut tertulis, “Non coerceri a maximo, sed contineri a minimo, divinum est!” Dalam bahasa Indonesia, ungkapan itu dapat diterjemahkan sebagai berikut: Tidak dibatasi oleh yang terbesar, namun terkandung dalam yang terkecil, inilah yang ilahi. Atas ungkapan tersebut, Paus Fransiskus menjelaskan, bahwa seseorang tidak perlu takut terhadap hal-hal besar. Sebaliknya, seseorang harus maju dan memperhitungkan hal-hal kecil dalam kehidupannya. Di sanalah Allah hadir dan berkarya dalam hidup kita.
Dalam kaitannya dengan misteri Gua Natal, Paus Fransiskus menjelaskan. “Inilah sebabnya mengapa menjaga semangat Gua Natal menjadi sebuah pembenaman yang sehat dalam hadirat Tuhan yang diwujudkan dalam hal-hal kecil, terkadang sepele dan berulang-ulang, sehari-hari. Mengetahui bagaimana, untuk memahami dan memilih jalan Tuhan, meninggalkan apa yang menggoda namun menuntun ke jalan yang buruk adalah tugas yang kita hadapi. Dalam hal ini, daya pengamatan adalah anugerah yang luar biasa, dan kita tidak boleh lelah memintanya dalam doa” (Ibidem).
Dalam Gua Natal kita bisa belajar dari para gembala di palungan. Merekalah yang menyambut kejutan Tuhan dan hidup dalam kekaguman atas perjumpaan mereka dengan Putra Allah yang menjelma menjadi manusia dan memujanya. Dalam kekecilan mereka mengenali wajah Allah yang beserta kita.
Paus Fransiskus mengingatkan. “Secara manusiawi, kita semua cenderung mencari kebesaran, namun merupakan anugerah jika kita mengetahui cara menemukannya: mengetahui cara menemukan kebesaran dalam kekecilan yang sangat dikasihi Tuhan” (Ibidem).
Paus Fransiskus mengajak kita menyadari “bahwa pada malam Natal ada dua tanda yang membimbing kita dalam mengenali Yesus. Salah satunya adalah langit yang penuh bintang. Ada banyak sekali bintang-bintang itu, jumlahnya tak terhingga, namun di antara mereka semua ada sebuah bintang istimewa yang menonjol, bintang yang mendorong para Majus meninggalkan rumah mereka dan memulai sebuah perjalanan, sebuah perjalanan yang akan membawa mereka ke tempat yang tidak mereka ketahui” (Ibidem).
Berdasarkan data ini, Paus Fransiskus menjelaskan. “Hal yang sama juga terjadi dalam hidup kita: pada saat tertentu ada “bintang” istimewa yang mengundang kita untuk mengambil keputusan, menentukan pilihan, dan memulai perjalanan. Kita harus dengan tegas memohon kepada Tuhan untuk menunjukkan kepada kita bintang yang membawa kita kepada sesuatu yang lebih dari kebiasaan kita, karena bintang itu akan menuntun kita untuk merenungkan Yesus, anak yang lahir di Betlehem dan yang menginginkan kebahagiaan kita seutuhnya” (Ibidem).
Pada malam Natal, yang dikuduskan oleh kelahiran Juruselamat, kita menemukan tanda kuat lainnya: betapa kecilnya Tuhan. Para malaikat menunjukkan kepada para gembala tentang bayi yang lahir di palungan. Bukan tanda kekuasaan, kemandirian, atau kebanggaan. Tuhan yang kekal direduksi menjadi manusia yang tidak berdaya, lemah lembut, dan rendah hati. Tuhan merendahkan diri-Nya agar kita bisa berjalan bersamanya dan agar Dia bisa berdiri di samping kita, bukan di atas dan jauh dari kita.