Oleh BAPAK JULIUS KARDINAL DARMAATMADJA, SJ
Panggilan untuk beriman
Kesadaran bahwa Allah-lah yang telah menciptakan kita hidup di bumi dengan segala isinya yang indah ini, mendorong hati kita untuk bersyukur dan mengagumi kasih Allah kepada kita karena telah menyediakan segala kebutuhan kita secara melimpah untuk hidup dan berkembang. Kecuali bersyukur dan mengagumi keagungan dan kebaikan Allah, yang tiada lain adalah ungkapan kasih Allah, kita terdorong untuk mengasihi Allah juga, dan ingin menepati segala kehendak-Nya. Selanjutnya kita syukuri, karena Allah ingin berelasi dengan kita untuk menyelamatkan kita dari kuasa dosa. Ini dilaksanakan lewat Allah Putra yang menjadi manusia: Yesus, yang sengsara dan wafat di salib untuk menebus dosa kita. Itulah yang namanya beriman. Beriman adalah menanggapi kasih Allah yang telah lebih dulu berbuat baik bagi kita. Kita memang telah diciptakan sebagai citra Allah, sehingga diberi kemampuan untuk memahami dan akhirnya membalas kasih Allah atau beriman itu. St. Yohanes Paulus II menulis: “Roh memberikan kepada umat manusia ‘terang dan kekuatan untuk menanggapi panggilannya yang teramat luhur’; melalui Roh, ‘umat manusia bisa memandang dan menikmati misteri rencana ilahi dengan iman’; sesungguhnya ‘kita harus percaya bahwa Roh Kudus memberikan kemungkinan kepada setiap orang untuk ikut ambil bagian dalam misteri Paskah, atas suatu cara yang diketahui Allah’ (bdk. GS 26, diikutip dari RM 28). Ada macam-macam cara beriman, sesuai dengan beragamnya agama dan kepercayaan di dunia. Di luar iman Katolik, pengertian dan isi iman juga bermacam-macam ragamnya.
Beriman Katolik
a. Pokok iman Katolik adalah mengenai Yesus, Allah Putra yang menjelma menjadi manusia, dikandung oleh Bunda Maria karena kuasa Roh Kudus. Setelah dewasa Yesus mengajar dan membuat banyak mukjizat; tetapi akhirnya sengsara dan wafat di salib untuk menebus dosa manusia. Tetapi pada hari ketiga bangkit dari alam maut, lalu naik ke surga dan duduk di sisi kanan Bapa. Ini semua Ia lakukan supaya kita para pengikut-Nya yang mengimani-Nya sebagai Juru Selamat dan dibaptis, akhir hidupnya akan ikut mulia di surga. Injil Yohanes merumuskan demikian: “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.” (Yoh 3:16). Ajaran resmi Gereja merumuskan demikian: “Percaya (beriman) akan Yesus Kristus dan akan Dia yang mengutus-Nya demi keselamatan kita adalah perlu supaya mendapat keselamatan. Karena tanpa iman, tidak mungkin orang berkenan kepada Allah (Ibr 11:6) dan sampai kepada persekutuan anak-anak-Nya, maka tidak pernah seorang pun dibenarkan tanpa Dia, dan seorang pun tidak akan menerima kehidupan kekal, kalau ia tidak bertahan sampai akhir (Mat 10:22; 24:13) dalam iman.” (lihat Konsili Vatikan I, DS 3012). Ini iman yang pokok. Lengkapnya tentu menyangkut semua yang kita doakan dalam doa Aku Percaya. Kalau perlu untuk keselamatan kita, maka sekali iman itu kita miliki akan kita bawa sampai mati. Maka juga layak pembinaannya demikian pula: sampai mati. Yang dibaptis masih bayi juga imannya dibawa sampai mati. Demikian pula yang dibaptis setelah dewasa.
b. Iman Katolik bercirikan persekutuan dan kebersamaan dengan orang beriman lainnya. Iman Katolik kita telah dimulai sejak Pentakosta, saat Allah Bapa dan Putera mengutus Roh Kudus untuk mendirikan Gereja-Nya berdasarkan pada para rasul, sehingga Roh Kudus menaungi para rasul yang kemudian mulai mewartakan iman mereka. Dari hasil pewartaan iman tersebut terbentuklah Gereja Perdana. Sejak Pentakosta itu Gereja berkembang dan menyejarah, sampai juga di Nusantara hingga sekarang. Iman sampai pada kita, sudah melalui jalan panjang, melibatkan jutaan orang dalam perjalanan sejarah. Kalau kita beriman Katolik sejak dibaptis ketika masih bayi, iman kita tumbuh juga dalam keluarga dan berkat keluarga yang beriman. Makin lama jaringan iman makin luas, menyangkut iman umat Katolik selingkungan, sewilayah atau separoki.
“Iman bukanlah satu perbuatan terisolir. Tidak ada seorang pun dapat percaya (beriman) untuk dirinya sendiri sebagaimana juga tidak ada orang yang dapat hidup untuk dirinya sendiri. …Yang percaya, menerima kepercayaan dari orang lain; ia harus melanjutkannya kepada orang lain. Cinta kita kepada Yesus dan kepada sesama mendorong kita untuk berbicara kepada orang lain mengenai iman kita. Dengan demikian setiap orang yang percaya adalah anggota jalinan rantai besar orang-orang beriman. Saya tidak dapat percaya kalau saya tidak didukung oleh kepercayaan orang lain dan oleh kepercayaan saya, saya mendukung kepercayaan orang lain.” (KGK 166)
Kalau kita baptis dewasa, itu karena kita berkenalan dengan orang-orang Katolik, atau karena mendapat pelajaran agama di sekolah. Ketika menjadi katekumen, kecuali mendapat pelajaran agama dari katekis, kita juga dilibatkan dalam macam-macam kegiatan seperti koor, membersihkan kapel atau gereja, ikut dalam acara doa di lingkungan, pendalaman Kitab Suci, ikut acara APP dan lain-lain. Ini kesempatan mengembangkan iman sesuai masa liturgi seperti Adven, Natal, masa Prapaskah dan masa puasa. Juga pengembangan iman sesuai dengan tugas di tengah masyarakat. Ini akan menjadi kebiasaan hidup berimannya setelah dibaptis. Untuk yang mampu, pengembangan iman dapat dilakukan melalui usaha pribadi yang penting, karena dirinyalah yang tahu apa tantangan hidup dan pekerjaannya yang ingin dihayati dengan iman Katolik. Umpama dengan konsultasi pribadi dengan pastor, membaca buku yang diusulkan pastor, membaca Kitab Suci dan lain-lain.
c. Roh Kudus pembina iman yang utama.
Memang benar bahwa semua yang terlibat dalam usaha bina iman, seperti ibu bagi anak balitanya, para pelayan bina iman anak, para katekis dan guru agama, sangat dibutuhkan. Tetapi Roh Kuduslah yang sebenarnya menjadi pembina utama yang sangat menentukan bagi tumbuh dan berkembangnya iman. Tuhan Yesus pernah bersabda: “Masih banyak hal yang harus Kukatakan kepadamu, tetapi sekarang kamu belum dapat menanggungnya. Tetapi apabila Ia datang, yaitu Roh Kebenaran, Ia akan memimpin kamu ke dalam seluruh kebenaran; sebab Ia tidak akan berkata-kata dari diri-Nya sendiri, tetapi segala sesuatu yang didengar-Nya itulah yang akan dikatakan-Nya dan Ia akan memberitakan kepadamu hal-hal yang akan datang. (Yoh 16:12-13). Memang benar. Awalnya, pemahaman iman para rasul belum sepenuhnya benar ketika Yesus wafat, bangkit dan naik ke surga. Baru setelah Pentakosta, setelah dinaungi oleh Roh Kudus, terjadilah perubahan yang luar biasa. Para rasul mampu menjadi pewarta iman yang benar dan sekaligus memiliki semangat dan keberanian yang luar biasa. Roh Kudus juga membuka hati orang yang mendengarkan pewartaan para rasul, sehingga mereka juga mampu memahami dan mengimani yang mereka dengar, sehingga mereka minta dibaptis dalam nama Yesus. Dan setelah dibaptis hidup mereka menjadi baru. Mereka bersaudara, dan bersama-sama mendalami ajaran para Rasul, mendalami isi Kitab Suci dan merayakan ekaristi bersama. Apa yang mereka miliki mereka bagikan juga kepada mereka yang tidak punya apa-apa (bdk. Kis 2:1-47). Bagi semua orang yang dibaptis, karunia yang terbesar adalah Roh Kudus sendiri, yang membarui orang dari dalam. “Pembaptisan tidak hanya membersihkan dari semua dosa, tetapi serentak menjadikan orang yang dibaptis suatu ‘ciptaan baru’ (2 Kor 5:17), seorang ‘anak angkat Allah’, dia ‘mengambill bagian dalam kodrat Ilahi’ (2 Ptr 1:4), adalah anggota Kristus, ‘ahliwaris’ bersama Dia (Rom 8:17) dan kenisah Roh Kudus. (KGK 1265). Mengenai menjadi kenisah Roh Kudus, Gereja Katolik mengajarkan: “Di lubuk hati nuraninya, manusia menemukan hukum, yang tidak diterimanya dari dirinya sendiri, tetapi harus ditaatinya. Suara hati itu selalu menyerukan kepadanya untuk mencintai dan melaksanakan apa yang baik dan untuk menghindari apa yang jahat. Bilamana perlu suara hati itu menggemakan dalam lubuk hatinya: jauhkanlah ini, elakkanlah itu. Sebab dalam hatinya manusia menemukan hukum yang ditulis oleh Allah. Martabatnya ialah mematuhi hukum itu, … Hati nurani ialah inti manusia yang paling rahasia, sanggar sucinya; di situ ia seorang diri bersama Allah, yang sapaan-Nya menggema dalam hatinya.” (GS 16, bdk. KGK 1776-1777). Allah di sini Allah Roh Kudus, yang membimbing perilaku kita supaya baik, mengasihi Tuhan dan sesama. Beriman menjadikan orang hidupnya baik, bersaudara, jujur, adil. Mengasihi Allah dan sesama, sangat peduli terhadap yang miskin dan menderita, mengikuti sepak terjang Tuhan Yesus sendiri ketika Ia masih hidup di dunia dan mengajar.
d. Iman dihidupi oleh orang dari berbagai jenjang umur: mulai dari bayi, kanak-kanak, remaja, orang dewasa, sampai yang lanjut usia. Maka pembinaan iman diharapkan mulai dari usia dini sampai yang lanjut usia. Meski peran Roh Kudus sangat besar, namun dari pihak kita manusia juga diharapkan ikut serta dalam pembinaan iman. Roh Kudus juga membutuhkan peran kita sekarang, seperti dulu juga membutuhkan peran para rasul. Dengan demikian diandaikan bahwa pembinaan iman yang baik dan benar, perlu disesuaikan dengan keadaan yang berbeda-beda tersebut. Sebab pemahaman terhadap isi iman, pasti berbeda antara anak-anak dan yang dewasa. Lagipula pengalaman hidup juga berbeda. Ini tentu pekerjaan yang tidak mudah bagi orang tua, para pembina iman, guru agama, dan para imam. Pelaksanaan pembinaan iman dari usia dini sampai lanjut usia perlu direncanakan dengan baik dan berkoordinasi dengan paroki, sehingga tidak ada yang tumpang tindih. Sejak kita lahir sampai menjadi dewasa dan akhirnya lanjut usia, ada saat-saat penting yang perlu mendapat perhatian secara khusus dalam rangka membina iman:
Pertama, sejak usia dini, berarti sejak balita. Maka yang bertugas membinan iman anaknya adalah ayah dan ibu, atau kakak-kakaknya. Terutama ibu, yang selalu mendapat pertanyaan dari anaknya yang sedang tumbuh dan apapun ditanyakan kepadanya. Meski belum tahu apa-apa mengenai yang kita imani, dengan kecerdasan spiritual yang sudah kita miliki sejak lahir bersama dengan kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosional, dia dapat merasakan dan menangkap suasana beriman dari keluarga yang kerap berdoa bersama dan dari suasana iman umat paroki yang merayakan ekaristi di Gereja. Oleh keluarga, lebih-lebih ibu, kita telah dididik untuk bersikap hormat saat berdoa, saat di dalam Gereja, lebih-lebih saat konsekrasi. Ibu membisikkan, “Itu Tuhan Yesus yang menjadi roti. Dan nanti diterimakan kepada umat saat komuni. Tetapi kamu belum boleh menerima komuni.” Ini adalah pembinaan iman bagi putra-putrinya yang masih kecil. Keluargalah yang seharusnya membina iman putra-putrinya, yang nanti dapat diteruskan oleh para petugas bina iman dari paroki, dan kemudian dapat dilanjutkan dengan pelajaran agama di sekolah, dikelompok bina iman anak, dan lain-lainnya. Memang baik bahwa pembinaan iman terjadi sejak dini, disesuaikan dengan kemampuan nalar anak, dan nanti setelah komuni pertama dan makin dewasa, pemahaman mengenai isi iman semakin dilengkapi. Beriman adalah cara hidup baru sejak dibaptis, dan akan berkembang terus menuju masa remaja, kemudian masa dewasa dan akhirnya masa lanjut usia. Masing-masing periode tadi memang memiliki tantangan khusus bagi perkembangan hidup beriman. Maka perlu ada tanggapan khusus untuk setiap jenjang umur.
Kedua, saat mulai sadar adanya pilihan perbuatan yang baik dan tidak baik. Sangat tepat di sini anak mendapat tuntunan terus menerus dari orang tua. Persiapan menerima komuni pertama perlu ditekuni. Roti atau hosti yang diterima adalah Tuhan Yesus sendiri. Baik kalau menonton TV, setelah itu dikomentari, umpama mana perilaku sopan dan yang tidak sopan, baik atau melanggar etika. Perbuatan jahat yang sudah menyangkut dosa, juga sebaiknya disampaikan. Juga disampaikan perlunya sakramen pengampunan dosa.
Ketiga, saat mulai sadar mengenai peran seksualitas. Tidak hanya anak putri mendapat penjelasan tentang gejala datang bulan dalam rangka hidup perkawinan. Juga kepada anak laki-laki perlu diterangkan adanya kecenderungan seksual. Pentingnya memiliki keutamaan dapat menguasai dan mengendalikan diri terhadap nafsu-nafsu seksualnya. Nilai-nilai kemurnian hati dan badani hendaknya dijunjung tinggi. Maka dijelaskan tidak baiknya menonton situs-situs pornografi. Baik bahwa sejak saat itu pula mendapat penjelasan mengenai adanya beberapa panggilan hidup: yaitu membangun keluarga, menjadi imam atau biarawan-biarawati. Mereka diminta mengamati kecenderungan hati yang terdalam. Ada panggilan hidup kemana. Mereka supaya berdoa mohon bimbingan Roh Kudus.
Keempat, masa berkarya dan membangun keluarga. Pada masa ini, umat diajak menghayati dan membangun keluarga menjadi Gereja Mini. Menghayati tugas pekerjaan di tempat berkarya dengan iman, menghayati peran sebagai terang atau garam di tengah masyarakat, mulai terjun di bidang kesehatan, ekonomi, sosial, politik, keamanan. Itu semua dalam rangka mengasihi Allah dan melayani sesama, dalam rangka membangun bangsa dan negara.
Kelima, masa purna tugas, masa lanjut usia. Umat diajak memahami nilai dan menghayati hidup menjadi semakin tua. Semakin mundur dari macam-macam kesibukan, berarti semakin terbuka kesempatan semakin banyak memberi perhatian kepada Allah. Hidup dapat semakin ditata sesuai iman, rajin berdoa dan merayakan ekaristi, menuju ke jalan semakin akrab hubungannya dengan Tuhan Yesus. Baik kalau membaca Kitab Suci, yang mungkin sebelumnya jarang dibaca. Baik kalau bisa, mengikuti acara-acara paguyuban para lanjut usia yang ada.
Penutup
Demikianlah sepintas gambaran pembinaan iman bagi kita, karena iman memang perlu bagi keselamatan, dan karena kita dipanggil ke sana. Dipanggil untuk menghayati seluruh kegiatan hidup kita sejak lahir sampai lanjut usia selalu dalam terang dan bimbingan iman. Bagi mereka yang mampu, tidak usah menunggu adanya bimbingan dari paroki, melainkan aktif mencari jalan sendiri dengan bimbingan pastor paroki dan yang terutama dari bimbingan Roh Kudus.
Kalau kesehatan sudah mulai terganggu, mulai belajar menyatukan penderitaannya dengan penderitaan Yesus sendiri sehingga peristiwa sakit juga membawa berkat. Penderitaan kita sangat kecil kalau dibandingkan dengan penderitaan Yesus.
Yang penting kita menjaga hidup selalu bahagia karena tanpa beban dosa. Kalau ada dosa cepat kita haturkan dalam sakramen pengampunan dosa. Bahagia dan penuh syukur karena dikasihi Tritunggal Mahakudus, dikasihi Tuhan Yesus Juru Selamat kita dan Roh Kudus yang mendukung iman kita. Bahagia, penuh syukur dan penuh kasih kepada mereka yang ada di sekitar kita.