Ketaatan sebagai seorang imam itu dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk. Tentu pertama-tama dan terutama, seorang imam wajib taat kepada Uskup setempat. Secara khusus, bagi seorang Imam Diosesan atau Rama Praja (baca: Romo Projo, untuk logat bahasa Jawa), Bapak Uskup adalah Pimpinan Utama. Apa pun yang disampaikan Bapak Uskup harus dan wajib ditaati dengan rendah hati, bahagia, dan penuh syukur. Itulah yang dijanjikan seorang Rama Praja saat ditahbiskan.
“Apakah Rama berjanji untuk taat kepada saya sebagai Uskup dan para pengganti saya?” Itulah kurang lebih yang ditanyakan Bapak Uskup kepada setiap imam saat Tahbisan Imamat. Sambil berlutut di hadapan Bapak Uskup, si imam menjawab, “Ya saya bersedia dan berjanji!”
Janji ketaatan itu secara konkret dihayati dalam dan melalui tugas perutusan. Ke mana pun diutus, seorang imam wajib taat. Fiat voluntas Tua. Terjadilah menurut kehendakMu. Sendika ing dhawuh Dalem!
Itulah pada prinsipnya tentang ketaatan. Timin mendapat pengalaman baru sejak diutus dalam konteks pendidikan. Sejak lulus S-3 Program Doktor Ilmu Lingkungan (PDIL), Timin menerima SK sebagai bagian dari PDIL Unika Soegijapranata (SCU) yang merupakan home based untuk karya pendidikan. Dengan status NIDK, Timin juga menerima SK dari Rektor SCU. Dalam konteks inilah Timin menghayati wujud ketaatan lainnya dengan mengikuti hal-hal yang terkait dengan tugas itu. Salah satunya saat Timin mengurus Jafa (Jabatan Fungsional Akademik), meski rumit. Syukurlah Tim Jafa LPSDM SCU sangat baik dan murah hati membantu Timin. Timin taat demi kemuliaan Tuhan. Termasuk saat Timin harus ikut satu proses kegiatan Clinic Usulan Jabatan Fungsional Dosen Angkatan III sebagai Lektor pada Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi Wilayah VI di Ruang Sidang Gedung H Universitas Veteran Sukoharjo (10/7). Semuanya itu dihayati sebagai wujud ketaatan Imamat. Semua demi kemuliaan Tuhan semata. (Timin)