Secara sosial politik hidup dalam kemerdekaan berarti hidup bebas dari belenggu penindasan, entah dari kekuasaan asing maupun dari kekuasaan sesama bangsa. Sejak 17 Agustus 1945, bangsa Indonesia telah merdeka dari belenggu penindasan penjajah atau disebut kolonialisme, entah kolonialisme Belanda maupun kolonialisme Jepang. Pertanyaannya, apakah kita sudah sepenuhnya hidup sebagai bangsa merdeka, terutama merdeka dari penindasan kekuasaan sesama bangsa?
Ungkapan terkenal yang disampaikan oleh Bung Karno pasca-kemerdekaan adalah “Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, tapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri.” Bung Karno mengingatkan kita bahwa melawan kolonialisme eksternal yang dilakukan bangsa asing itu jauh lebih mudah dibandingkan melawan kolonialisme internal yang dilakukan sesama bangsa sendiri.
Yang pertama lebih mudah sebab kolonialisme asing adalah musuh bersama! Sedangkan yang kedua lebih sulit sebab ibarat menghadapi musuh dalam selimut yang kerap kali tak tampak sebagai lawan namun dengan bengis bahkan sambil meringis sadis melakukan penindasan terutama terhadap kaum kecil, lemah, miskin, tersingkir, dan difabel (KLMTD). Pada aspek yang kedua ini, sesungguhnya, saat ini perjuangan melawan sesama anak bangsa sendiri masih menjadi perjuangan yang belum selesai.
Kolonialisme model ini begitu bengis sebab hadir dalam wajah diskriminatif dan eksploitatif yang kerap kali justru terabaikan oleh siapa pun yang mudah tergiur tebar pesona pencitraan sok nasionalis toleran, namun sebetulnya bengis oportunis. Sayangnya, kita mudah sekali terkelabuhi model pemimpin seperti ini dan bingkai melawan intoleransi agamis padahal yang bersangkutan sebenarnya amat intoleran secara ekologis!
Kita mudah terbuai dengan slogan melawan intoleransi keberagaman agama namun abai terhadap intoleransi ekologis yang ramah lingkungan dan peduli alam. Padahal, dalam setidaknya lima puluh tahun ke depan, ancaman di depan mata untuk generasi sekarang dan generasi mendatang adalah sikap rakus serakah eksploitatif terhadap Bumi, rumah bersama.
Penghayatan dan pengamalan wawasan kebangsaan kita kerapkali begitu sumir dan dangkal mudah dicekam ketakutan terhadap intoleransi atas nama agama ketimbang intoleransi yang jelas-jelas telah merusak lingkungan, pembangkangan terhadap keputusan hukum yang memenangkan rakyat dalam hal perjuangan menjaga keutuhan ciptaan dan kelestarian lingkungan!
Menjadi bangsa yang merdeka seharusnya membuat kita bertumbuh dewasa cerdas dan kian mewujudkan peradaban kasih ekologis. Itu terwujud manakala penghayatan kebangsaan kita memenuhi kriteria bela rasa antarsesama, setia kawan secara sosial kepada KLMTD, tidak dikuasai kerakusan, keserakahan, kekerasan, eksploitasi terhadap sesama dan alam semesta oleh siapa pun dan di mana pun terutama di antara sesama warga bangsa Indonesia.
Secara ekologis, kemerdekaan terwujud bahkan untuk generasi sekarang dan masa mendatang manakala kita memiliki pemimpin yang ramah dan peduli lingkungan agar bumi memenuhi rencana Tuhan Yang Maha Esa, Pencipta langit dan bumi, yakni perdamaian, keindahan dan keutuhan. Itulah kemerdekaan ekologis. Namun, meminjam keprihatinan Paus Fransiskus, ‘masalahnya adalah bahwa kita belum memiliki budaya yang diperlukan untuk menghadapi krisis ini. Kita harus membangun kepemimpinan yang mampu membuka jalan baru, berusaha menjawab kebutuhan generasi saat ini, dengan kepedulian untuk semua orang, dan tanpa merugikan generasi mendatang. Sangat perlu diciptakan sebuah kerangka hukum yang menetapkan batas-batas mutlak dan menjamin perlindungan ekosistem; jika tidak, bentuk-bentuk kekuasaan baru yang berdasarkan paradigma tekno-ekonomi akhirnya menghancurkan bukan hanya politik kita, melainkan juga kebebasan dan keadilan” (LS 53).
Pemimpin seperti itulah yang akan mampu memekarkan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia tanpa mengabaikan KLMTD, bahkan khususnya masyarakat adat yang selama ini hidup sebagai petani yang mencukupi kebutuhan pangan kita! Pemimpin yang memerdekakan adalah pemimpin yang mampu mewujudkan kemanusiaan yang adil dan beradab dan menjamin keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia!
Dirgahayu Indonesiaku!
Salam Peradaban Kasih Ekologis!
Salam INSPIRASI, Lentera yang Membebaskan!
Berkah Dalem!
Aloys Budi Purnomo Pr