Kesetiaan Tuhan Tidak Pernah Berubah

Oleh ROMO BAVO BENEDICTUS SAMOSIR, OCSO*

Apakah para rahib dan rubiah tidak bosan menjalani kehidupan di tempat yang sama, dengan orang yang sama dan dalam ritme acara harian yang sama setiap harinya sampai seumur hidup? Pertanyaan itu pernah ditanyakan kepada saya oleh seseorang, beberapa tahun yag lalu. Sebenarnya akan lebih tepat kalau ditanyakan, nilai apa yang mau dihidupi bagi para rahib atau rubiah dalam menjalani stabilitas dalam sebuah biara dan komunitas?

Ketika para rahib dan rubiah menjalani stabilitas kehidupan; lingkungan geografi  yang sama, lingkungan hidup dengan orang yang sama, kegiatan doa dan kerja dalam ritme harian yang sama, keutamaan yang mau dihidupi adalah tentang kesetiaan, ketekunan, ketabahan dan keteguhan hati. Semua nilai keutamaan itu sangat relevan dengan kehidupan di luar kehidupan monastik.

St. Bernardus pernah mengatakan tentang ketekunan; Kalau kamu bertekun, kesedihanmu akan berubah menjadi sukacita (Yohanes 16:20). Pada saat itu kehendakmu akan diperkuat dan keinginanmu akan diperbarui sehingga apa yang sebelumnya tampak sulit, dan tidak mungkin, akan kamu capai sekarang dengan sukacita dan semangat terbesar. (St. Bernardus Clairvaux).

Perjalanan hidup harian dalam kehidupan monastik tidak hanya memerlukan semangat tetapi sangat memerlukan ketekunan. Kita sadar bahwa tidak selalu mudah untuk tetap tekun dalam menjalani rutinitas harian. Meski tidak semangat untuk menjalankan doa harian bersama namun harus tetap melakukannya. Meski kurang semangat melakukan kerja harian namun harus ingat akan komitmen pelayanannya terhadap saudara atau saudarinya. Di sini para rahib atau rubiah dilatih untuk tidak mengikuti suasana hati yang di dalam diri manusia bisa berubah-ubah. Maka makna terdalam menjalani stabilitas kehidupan di biara monastik bukanlah hanya dalam arti fisik tempat saja tetapi untuk mencapai keteguhan hati dan tidak tergantung pada kondisi eksternal.

Stabilitas hidup monastik yang dijalani para rahib atau rubiah membantu untuk mengalami kehadiran Allah yang penuh kasih dalam setiap situasi, apapun situasinya. Di mana pun kita berada saat ini memang Tuhan yang telah menempatkan kita dan menginginkan kita berada. Kita tidak secara kebetulan berada dalam situasi saat ini,  tetapi kita ditempatkan di sini, dengan alasan tertentu, meskipun untuk mengetahuinya dengan jelas diperlukan proses. Stabilitas mengajarkan bahwa di mana pun kita ditempatkan saat ini selalu memiliki misi untuk Tuhan dan untuk sesama. Jadi, misteri stabilitas mengajarkan  para rahib dan rubiah untuk mengalami setiap situasi sebagai tempat di mana Tuhan mengizinkan kita berada pada saat ini. Dan Tuhan ingin agar kita bertumbuh setiap hari dalam pemahaman kita tentang Dia dan Firman-Nya sehingga kita tetap setia sampai akhir (Yohanes 8:31; 2 Petrus 1:2; 3:18; 1 Yohanes 2:24).

Sering terjadi kita menyalahkan keadaan atas ketidakbahagiaan dan kegelisahan kita, padahal masalah sebenarnya ada pada diri kita sendiri. Bahkan bisa terjadi kita melarikan dari situasi karena merasa tidak bahagia dengan situasi saat ini. Jalan keluarnya adalah, berhenti melarikan diri dan membuka hati kepada Tuhan dalam situasi aktual yang kita alami saat ini. Rerumputan tidak benar-benar lebih hijau di rumah tetangga; kerajaan surga tidak di suatu tempat yang sangat jauh; ia ada di sini dan saat ini, dan kita lebih mungkin menemukannya dengan tetap tinggal di biara kita, di keluarga kita, di pekerjaan kita saat ini, daripada lari ke tempat lain. Dari sini kita bisa mengetahui bahwa problem terbesar mengapa banyak terjadi perceraian dalam perkawinan, mengapa ada orang yang keluar masuk biara yang satu ke biara yang lain, mengapa ada orang di usia yang mencapai ke setengah abad tidak menemukan pekerjaan yang stabil tetapi masih mencari pekerjaan tetap adalah karena tidak ada keteguhan hati dan hidup mereka sangat tergantung pada kondisi di luar dirinya.

Seperti kehidupan di luar biara, dalam menjalani kehidupan monastik kadang ada hambatan dan kekecewaan yang bisa menyebabkan hilangnya semangat untuk melanjutkan perjalanan. Untuk itu diperlukan sebuah ketabahan untuk bisa terus melanjutkan sebuah komitmen yang sudah dijanjikan untuk dijalani. Kita harus selalu memohonkan ketabahan pada Tuhan setiap kali kita menemukan hambatan dan kesulitan dalam perjalanan hidup.

Yang menjadi masalah juga adalah ketika kita mengalami kesulitan hidup, kita tidak menyadari bahwa Allah dengan setia selalu menyertai kita. Padahal kesadaran kita bahwa Tuhan selalu menyertai kita akan memberi kita kekuatan untuk menjalani segala penderitaan atau tantangan hidup. Kita harus memiliki keyakinan bahwa apapun yang terjadi pada kehidupan kita, Tuhan akan selalu berjalan bersama kita.Kasih setia Tuhan itu tetap teguh selamanya dan tidak berubah atau menyimpang dalam hubungan-Nya dengan kita, bahkan ketidaksetiaan kita tidak mengubah kasih setia-Nya. Maka untuk bisa setia, kita harus mengakarkan diri kita  pada Tuhan.

Stabilitas hidup harian yang dijalani dalam kehidupan monastik memberikan stabilitas pada dunia yang terus berubah dalam budaya, sikap, sosial dan politik.  Sayup-sayup terdengar dari kejauhan suara orang-orang yang menjalani kehidupan monastik menyanyikan kidung dengan irama menenangkan jiwa di tengah nyanyian dunia yang penuh hingar bingar, menyanyikan kidung cinta yang bermakna abadi di tengah nyanyian kegalauan cinta karena sebuah pengkhianatan. Mereka selalu menyanyikan kidung kesetiaan Tuhan yang sejak dulu tidak pernah berubah menyertai umat-Nya, untuk menawarkan keselamatan bagi umat-Nya. Kasih setia Tuhan dari selama-lamanya sampai selama-lamanya atas orang-orang yang takut akan Dia.” (Mazmur 103:17). Dan karena Tuhan setia maka para rahib dan rubiah dimampukan setia dalam mengikuti panggilan-Nya.

*Penulis adalah Rahib-Imam. Mellifont Abbey- Collon, Drogheda, Co. Louth.  Irlandia.

 

 

Bagikan:

Recommended For You

About the Author: redinspirasi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *