Dalam Kej 23: 1-4. 19 dan seterusnya dikisahkan: “Sara hidup 127 tahun lamanya; itulah umur Sara. Kemudian matilah dia di Kiryat-Arba, yaitu Hebron, di tanah Kanaan, lalu Abraham datang meratapi dan menangisinya. Sesudah itu Abraham bangkit dan meninggalkan isterinya yang mati itu, lalu berkata kepada bani Het: “Aku ini orang asing dan pendatang di antara kamu; berikanlah kiranya kuburan milik kepadaku di tanah kamu ini, supaya kiranya aku dapat mengantarkan dan menguburkan isteriku yang mati itu.”
Sesudah itu Abraham menguburkan Sara, isterinya, di dalam gua ladang Makhpela itu, di sebelah timur Mamre, yaitu Hebron di tanah Kanaan. Adapun Abraham telah tua dan lanjut umurnya, serta diberkati TUHAN dalam segala hal.
Berkatalah Abraham kepada hambanya yang paling tua dalam rumahnya, yang menjadi kuasa atas segala kepunyaannya: “Baiklah letakkan tanganmu di bawah pangkal pahaku, supaya aku mengambil sumpahmu demi TUHAN, Allah yang empunya langit dan yang empunya bumi, bahwa engkau tidak akan mengambil untuk anakku seorang isteri dari antara perempuan Kanaan yang di antaranya aku diam. Tetapi engkau harus pergi ke negeriku dan kepada sanak saudaraku untuk mengambil seorang isteri bagi Ishak, anakku.”
Lalu berkatalah hambanya itu: “Mungkin perempuan itu tidak suka mengikuti aku ke negeri ini; haruskah aku membawa anakmu itu kembali ke negeri dari mana tuanku keluar?” Abraham berkata: “Awas, jangan kaubawa anakku itu kembali ke sana.
TUHAN, Allah yang empunya langit, yang telah memanggil aku dari rumah ayahku serta dari negeri sanak saudaraku, dan yang telah berfirman kepadaku, serta yang bersumpah kepadaku, demikian: kepada keturunanmulah akan Kuberikan negeri ini — Dialah juga akan mengutus malaikat-Nya berjalan di depanmu, sehingga engkau dapat mengambil seorang isteri dari sana untuk anakku.
Jika perempuan itu tidak mau mengikuti engkau, lepaslah engkau dari sumpahmu kepadaku ini; hanya saja, janganlah anakku itu kaubawa kembali ke sana.”
Adapun Ishak telah datang dari arah sumur Lahai-Roi; ia tinggal di Tanah Negeb. Menjelang senja Ishak sedang keluar untuk berjalan-jalan di padang. Ia melayangkan pandangannya. Dilihatnyalah ada unta-unta datang. Ribka juga melayangkan pandangannya dan ketika dilihatnya Ishak, turunlah ia dari untanya. Katanya kepada hamba itu: “Siapakah laki-laki itu yang berjalan di padang ke arah kita?” Jawab hamba itu: “Dialah tuanku itu.”
Lalu Ribka mengambil telekungnya dan bertelekunglah ia. Kemudian hamba itu menceritakan kepada Ishak segala yang dilakukannya. Lalu Ishak membawa Ribka ke dalam kemah Sara, ibunya, dan mengambil dia menjadi isterinya. Ishak mencintainya dan demikian ia dihiburkan setelah ibunya meninggal.
Matius dalam injilnya (Mat 9: 9-13) mewartakan: “Pada suatu ketika, Yesus melihat seorang yang bernama Matius duduk di rumah cukai, lalu Ia berkata kepadanya: “Ikutlah Aku.” Maka berdirilah Matius lalu mengikut Dia.
Kemudian ketika Yesus makan di rumah Matius, datanglah banyak pemungut cukai dan orang berdosa dan makan bersama-sama dengan Dia dan murid-murid-Nya. Pada waktu orang Farisi melihat hal itu, berkatalah mereka kepada murid-murid Yesus: “Mengapa gurumu makan bersama-sama dengan pemungut cukai dan orang berdosa?”
Yesus mendengarnya dan berkata: “Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit. Jadi pergilah dan pelajarilah arti firman ini: Yang Kukehendaki ialah belas kasihan dan bukan persembahan, karena Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa.”
Hikmah yang dapat kita petik:
Satu, hamba yang diutus Abraham untuk mencarikan istri bagi Ishak, mendengarkan perintah tuannya dan menjalankan tugasnya dengan setia. Dia berhasil meminang dan membawa Ribka untuk diperistri Ishak.
Hamba itu benar-benar menjadi orang kepercayaan tuannya dan dipercaya oleh orangtua dan keluarga Ribka. Kesetiaan, integritas, kejujuran dan ketulusan hamba itu, memancar keluar dan dirasakan oleh mereka yang dijumpainya. Semoga hidup kita memancarkan aura kasih yang berasal dari kedalaman hati dan pribadi kita.
Dua, Yesus makan bersama dengan orang-orang berdosa (= orang-orang yang disingkirkan/ditolak masyarakat).
Hati, pikiran dan tindakan Allah memang amat sering tidak sejalan (= berlawanan) dengan pikiran dan kehendak manusia. Allah mau bahwa kaum pendosa mendapatkan dan menikmati keselamatan. Sedangkan manusia menghendaki mereka dihukum.
Mereka yang menghendaki orang yang berdosa itu bertobat dan mendapat keselamatan, adalah orang yang menghidupi dan menyalurkan kasih Allah. Amin.
Mgr Nico Adi MSC