Kepemimpinan Barnabas

Barnabas mempunyai peranan yang sangat penting dalam sejarah Gereja termasuk dalam memberi peran yang besar bagi Paulus ketika mewartakan Injil. Demikian intisari yang disampaikan Bapak Ignatius Kardinal Suharyo dalam webinar “Kepemimpinan Barnabas” yang diselenggarakan Yayasan Bhumiksara, 25 Februari 2023 lalu.

“Mengapa dan bagaimana Barnabas itu selalu menjadi inspirasi bagi saya pribadi di dalam hal kepemimpinan. Ada dua alasan. Yang pertama, Barnabas ini adalah pribadi yang “tidak dikenal”, tidak banyak dikenal di dalam lingkungan Gereja,” katanya. Barnabas tidak terlalu dikenal jika dibandingka rasul-rasul yang lain seperti Petrus, Paulus ataupun Yohanes.

Padahal, dan ini alasan yang kedua, menurut Kardinal Suharyo, seandainya tidak ada Barnabas, kita tidak akan pernah punya Paulus. Paulus, menurutnya, itu diselamatkan dalam arti yang seluas-luasnya oleh Barnabas.  Bahkan, lanjut Kardinal, kalau tidak ada Barnabas, mungkin kita tidak akan pernah mendengar pewartaan Injil sampai ke Keuskupan Agung Jakarta. “Karena apa? Karena yang menentukan itu semua adalah orang yang namanya Barnabas ini. Sejarah menunjukkan ini. Sejarah. Jadi tidak bisa diapa-apakan, kecuali diterima,” katanya.

Pada awal sejarah Gereja abad pertama, menurutnya, ada tiga pusat Gereja. Yang pertama adalah Yerusalem, dipimpin oleh Yakobus, saudara Tuhan. Yang kedua adalah Efesus, yang dipimpin oleh Yohanes Rasul atau Yohanes Pengarang Injil. Dan yang ketiga adalah Gereja Antiokia, yang dipimpin oleh Barnabas.

“Satu-satunya sumber di dalam Kitab Suci mengenai Barnabas adalah Kisah Para Rasul. Tidak pernah disebut di dalam Injil. Satu dua kali namanya hanya disebut di dalam Surat-surat Paulus. Tetapi sebagian besar potret Barnabas dapat kita buat, wajah Barnabas dapat kita buat berdasarkan beberapa kutipan dalam Kisah Para Rasul,” kata Kardinal Suharyo.

Mengenai potret kepemimpinan Barnabas, ada dua kutipan pokok yang disampaikan Kardinal.  Yang pertama adalah Kisah Para Rasul 4:36-37, “Demikianlah pula dengan Yusuf, yang oleh Rasul-rasul disebut Barnabas, artinya anak penghiburan, seorang Lewi dari Siprus, ia menjual ladang, miliknya, lalu membawa uangnya itu dan meletakkannya di depan kaki rasul-rasul.  Kedua, Kisah Para Rasul 11:23-24, “Setelah Barnabas datang dan melihat kasih karunia Allah, bersukacitalah dia. Ia menasihati mereka, supaya mereka semua tetap setia kepada Tuhan, karena Barnabas adalah orang baik, penuh dengan Roh Kudus dan iman.”

Dalam kesempatan itu, berdasar kutipan itu, Kardinal menjelaskan predikat-predikat Barnabas. Pertama, Sebagai seorang dari keluarga Lewi, dia mempunyai tugas di dalam ibadah yang peranannya sangat sederhana. “Kalau ada kurban di Kenisah, para Lewi inilah yang mengatur dan kemudian memastikan bahwa hewan itu disembelih dengan cara yang baik. Sederhana sekali. Dan selanjutnya, di Kenisah atau di tempat-tempat ibadah, dia melayani perjamuan, karena sesudah hewan dikorbankan, sebagian untuk Tuhan, sebagian untuk para imam, sebagian paling besar untuk jamuan umat yang hadir di dalam Kenisah. Jadi kesimpulan saya, sederhana di balik kata atau sebutan dia seorang Lewi, Barnabas itu sudah  biasa dengan pelayanan-pelayanan yang sederhana. Bukan pelayanan yang dijalankan oleh seorang pemimpin, tetapi oleh seorang pembantu. Pelayanan sederhana. Itu orang Lewi,” katanya.

Yang kedua, Barnabas  berasal dari Siprus. “Orang Yahudi yang tinggal di Siprus. Itu artinya orang Yahudi yang tinggal tidak di dalam lingkungan Yahudi, lingkungan Yahudi yang kuat. “Saya membayangkan pandangannya itu luas karena pergaulannya luas. Tidak hanya dengan orang-orang sesama Yahudi, tetapi dengan dunia yang lebih luas, orang Siprus. Saya yakin, bahwa lingkungan hidupnya di Siprus ikut membentuk pribadinya. Pribadi yang terbuka. Ada dunia lain selain Palestina, selain bangsa Yahudi. Saya yakin bahwa keterbukaan akibat pergaulan yang natural itu akan  sangat penting nanti kalau dia pada waktunya akan menjadi pemimpin Gereja di Antiokia. Terbuka,” kata Kardinal.

Yang ketiga, nama Barnabas yang asli adalah Yusuf yang berarti ‘semoga Tuhan menolong’. Namun, dia dikenal dengan nama Barnabas yang artinya anak penghiburan. Nama Barnabas, bagi Kardinal Suharyo, mengandung arti tersendiri. “Dia itu adalah orang yang selalu berpikir positif, kata-kata dan tindakannya meneguhkan, encouraging, istilahnya itu, encouraging. Meneguhkan membuat orang berbesar hati. Jadi, betapa dahsyat di balik nama dan panggilan itu watak-watak yang ada, yang mesti ada di dalam diri kelak kalau dia menjadi seorang pemimpin pada waktunya nanti,” katanya.

Yang keempat, ia menjual ladangnya, meletakkan uangnya di depan kaki para rasul.  “Dia menjual ladangnya, rupanya bukan ladang di Palestina yang tidak ada harganya itu yang dijual. Palestina itu hanya batu ada tanahnya. Bukan tanah ada batunya. Tetapi miliknya yang ada di Siprus yang dijual. Dan tidak ada yang menyuruh,” katanya.

Bagi Kardinal, tindakan Barnabas yang menjual tanahnya menunjukkan bahwa, bagi dia, harta benda itu bukan milik. “Milik itu adalah hal-hal yang harus dilindungi. Kalau perlu dipagari dengan pagar besi yang bergembok supaya bisa dipertahankan. Bagi Barnabas harta itu adalah anugerah. Anugerah itu pada hakikatnya adalah harus dibagikan. Kalau milik itu dipertahankan. Kalau saya memandang harta benda sebagai anugerah itu siap untuk dibagikan,” kata Kardinal.

Setelah menjual ladangnya, Barnabas pun membawa uang hasil penjualan ladangnya itu ke depan kaki para rasul. “Artinya apa itu? Artinya, Barnabas sebagai anggota jemaat biasa yang sudah biasa melakukan hal-hal sederhana, mengakui wewenang rasul-rasul di Yerusalem. Kelihatannya tidak ada kaitannya dengan kepemimpinan. Tetapi saya melihatnya sebagai suatu keutamaan yang mesti dimiliki oleh seorang pemimpin. Mengakui wewenang orang lain, yang sungguh-sungguh punya wewenang seperti itu,” kata Kardinal.

Yang kelima, Barnabas berperan dalam kepemimpinan Gereja awal. Saulus sebelum berjumpa dengan Kristus adalah penganiaya pengikut Kristus. Ketika dia dalam perjalanan ke Damaskus dengan membawa surat tugas membawa pengikut-pengikut Kristus dari Damaskus atau Damsyik, dibawa ke Yerusalem untuk diadili, dia berjumpa dengan Tuhan. Lalu, dia berubah kemudian melanjutkan perjalanan ke Damaskus. Di sana di luar dugaan orang-orang Yahudi, Saulus yang datang untuk membawa murid-murid Kristus ke Yerusalem untuk diadili, ke Damaskus malah mewartakan Kristus. Itu membuat orang-orang Yahudi di Damsyik marah, lalu Paulus mau dibunuh. Karena di Damsyik mau dibunuh, maka Paulus pergi ke Yerusalem mencari aman. Setibanya di Yerusalem, Saulus mencoba menggabungkan diri dengan murid-murid pengikut Kristus, tetapi semuanya takut kepadanya karena mereka tidak dapat percaya bahwa ia juga seorang murid.

Namun, situasi berubah ketika Barnabas menerima dia yang terekam dalam Kisah Para Rasul 9:27, “Tetapi Barnabas menerima dia dan membawanya kepada rasul-rasul dan menceriterakan kepada mereka, bagaimana Saulus melihat Tuhan di tengah jalan dan bahwa Tuhan berbicara dengan dia dan bagaimana keberaniannya mengajar di Damsyik dalam nama Yesus.”. “Ini seorang pemimpin pada waktunya harus mengambil posisi yang berbeda dibandingkan dengan pendapat umum kalau suara hatinya mengatakan itu,” kata Kardinal. Menurutnya, kalau Barnabas bisa menceriterakan hal ikhwal Saulus kepara rasul-rasul, itu pasti sebelumnya dia mendengarkan Saulus.

Menurut Kardinal Suharyo, Barnabas mengambil posisi berbeda dengan pendapat orang banyak bukan asal berbeda, tetapi karena dia sudah mendengarkan bukan hanya dengan prasangka-prasangka Saulus ini jahat, dia penganiaya, dan sebagainya. “Dia mendengarkan. Dan sesudah mendengarkan itu, dia bawa apa yang dikatakan oleh Saulus kepada rasul-rasul. Dan akhirnya Saulus diterima. Ini adalah saat yang sangat menentukan di dalam hidup Paulus. Dan Barnabas yang menyelamatkan Paulus,” katanya. Kalau tidak ada Barnabas, kita tidak punya Paulus dan pewartaan Injil entah berhenti di mana, lanjut Kardinal.

Barnabas diutus menjadi pemimpin Gereja di Antiokia

Semula, Barnabas adalah anggota jemaat biasa. Gereja di Yerusalem mengalami penganiayaan. Karena penganiayaan itu (Kisah Para Rasul 8:1-3), murid-murid Tuhan yang ada di Yerusalem lari dengan sendirinya. Menurut Kardinal, kalau tidak ada penganiayaan, murid-murid Tuhan hanya akan tinggal di Yerusalem, tidak ke mana-mana. Karena penganiyaan itu, sebagian lari ke Samaria. Samaria berada di bagian utara Palestina.

“Samaria berkembang karena murid-murid Yesus yang lari ke Samaria itu tidak lari ngacir, tetapi mereka mewartakan Injil di Samaria. Samaria berkembang, lalu ada ‘supervisi’ dari Gereja pusat di Yerusalem,” katanya.  Itu diceriterakan dalam Kisah Para Rasul 8:14, “Ketika rasul-rasul di Yerusalem mendengar bahwa tanah Samaria telah menerima firman Allah, mereka mengutus Petrus dan Yohanes ke situ.”

Dalam Kisah Para Rasul 11, sebagian murid Kritus yang lari ke Antiokia juga mewartakan injil. “Sebagian yang lari dari Yerusalem itu ada yang larinya sampai ke Antiokia. Mulai dengan orang-orang yang lari hanya mewartakan Injil kepada orang-orang Yahudi di situ, tetapi kemudian, kelompok lain,” kata Kardinal. Hal itu ada dalam Kisah Para Rasul 11:20, “Akan tetapi di antara mereka ada beberapa orang Siprus dan orang Kirene yang tiba di Antiokia dan berkata-kata juga kepada orang-orang Yunani dan memberitakan Injil bahwa Yesus adalah Tuhan.”

Setelah Samaria berkembang dan “disupervisi” dari Yerusalem, Antiokia pun berkembang juga “disupervisi”dari Yerusalem. Namun, yang diutus ke Antiokia bukan rasul-rasul dari 12 rasul. Namun Barnabas. “Maka sampailah kabar tentang mereka kepada jemaat di Yerusalem, lalu jemaat itu mengutus Barnabas ke Antiokia,” (Kis 11:22).

Tentang yang diutus adalah Barnabas, bukan dari 12 rasul itu, Kardinal Suharyo memberikan tafsiran.

“Tafsirannya sederhana. Antiokia adalah kota internasional, bukan kota Yahudi. Samaria adalah wilayah Palestina. Penduduknya semua Yahudi. Sementara Antiokia adalah pusat kebudayaan Helenis, kebudayaan Yunani. Siapa yang paling cocok diutus untuk menjadi supervisor dan nanti memimpin Gereja Antiokia? Ternyata Barnabas dengan wawasannya yang luas, dengan pandangan-pandangannya mengenai macam-macam hal, yang saya kira perlu dimiliki oleh seorang pemimpin di zaman apapun juga. Yang jelas dalam kasus ini, adalah wawasan yang luas, pergaulan yang terbuka, dan pandangan yang terbuka terhadap hal-hal yang baru di dalam sejarah,” kata Kardinal.

 Apa yang dilakukan oleh Barnabas di Antiokia itu?

Kardinal pun menjelaskan tentang apa yang terjadi di Antiokia ketika Barnabas tiba di Antiokia berdasar Kisah Para Rasul 11:22-30. Yang pertama, setelah Barnabas datang dan melihat kasih karunia Allah, bersukacitalah ia. Ia menasihati mereka, supaya mereka semua tetap setia kepada Tuhan. (Kisah 11: 23).

“Apa yang saya lihat di balik kalimat ini mengenai watak Barnabas. Ada orang yang kalau belum memberi catatan atau mengkritik atau mencela itu belum puas. Barnabas nggak seperti itu. Sebagai seorang yang selalu melihat dengan kacamata tertentu, ketika melihat situasi Antiokia yang sangat berbeda dengan situasi Yerusalem, dia tidak gugup, tidak diceritakan di situ, dia tidak cemas, dia tidak mengritik, tetapi dikatakan begini, “Ia melihat kasih karunia Allah dan bersukacitalah dia.” Apa maksudnya itu? Bagi saya, yang menarik di balik kata-kata itu adalah pandangan iman dari Barnabas itu, Allah itu karyanya tidak bisa dibatasi,” katanya.

Menurutnya, Barnabas mempunyai pandangan lain yang sudah ada sejak awal sebelum dia diutus ke Antiokia. “Dia selalu melihat apapun yang ada di depannya sebagai buah dari kasih karunia Tuhan. Atau dengan bahasa yang biasa, ia melihat setiap keadaan itu sebagai suatu kesempatan. Di balik peristiwa, di balik yang kelihatan ada yang tidak kelihatan. Ia dapat melihat lebih jauh daripada yang kelihatan,” ungkap Kardinal.

Yang kedua, Barnabas menasihati dan menjadi teladan mereka supaya tetap setia kepada Tuhan. “Menasihati itu gampang. Tetapi menjadi teladan itu tidak gampang. Kalau Barnabas bisa menasihati orang-orang Antiokia supaya tetap setia kepada Tuhan, itu bukan hanya nasihat kosong dengan kata-kata yang saleh, tapi dia sendiri tampil sebagai orang yang setia kepada Tuhan dan itu tadi setia kepada Tuhan artinya melihat bahwa di balik apapun yang tampak, Tuhan sedang bertanya. Jadi, kepemimpinan dengan teladan,” tegas Kardinal.

Ketiga, Barnabas tidak tampil sendirian, tetapi melibatkan Paulus. Menurut Kardinal, karena jemaat berkembang dia pasti tidak merasa mampu untuk menangani sendiri Gereja di Antiokia itu. “Ini juga watak seorang pemimpin yang tidak mau tampil sendirian, mau hebat sendirian. Itu juga salah satu watak pemimpin yang saya kira sangat penting. Tidak mau berkuasa sendirian,” katanya.

Kisah para Rasul 11:25, “Lalu pergilah Barnabas ke Tarsus untuk mencari Saulus. Dan setelah bertemu dengan dia, dia membawanya ke Antiokia”. Sebagai seorang pemimpin, Barnabas membangun tim. Bahkan selanjutnya, Saulus ini ditempatkan di dalam jajaran pemimpin. Pada waktu itu dalam jemaat di Antiokhia ada beberapa nabi dan pengajar, yaitu: Barnabas dan Simeon yang disebut Niger, dan Lukius orang Kirene, dan Menahem yang diasuh bersama dengan raja wilayah Herodes, dan Saulus (Kisah Para Rasul 13:1). “Bukan main beraninya,” kata Kardinal.

Dari Saulus yang kehilangan kepercayaan diri di Tarsus, dikuatkan, diambil oleh Barnabas, langsung diangkat menjadi salah seorang pemimpin Gereja di Antiokia.

Yang keempat, di Antiokialah murid-murid itu untuk pertama kalinya disebut Kristen (Kis 11:26), bukan di Yerusalem, dan bukan di Efesus. Namun di Antiokia yang dipimpin oleh Barnabas. Sebelumnya murid-murid Yesus sebelumnya adalah penganut Yahudi sekte Jalan Tuhan.

“Penganut agama Yahudi sekte Jalan Tuhan untuk pertama kali sekali lagi dalam kepemimpinan Barnabas identitas itu berubah secara revolusioner. Bukan lagi penganut agama Yahudi sekte Jalan Tuhan, tetapi mereka adalah orang-orang Kristen. Kristen dari kata Kristus itu adalah sasaran iman. Kalau kita menyebut diri orang-orang Kristiani, itu artinya karena kita percaya kepada Kristus,” kata Kardinal.

Pertanyaan lanjutannya adalah mengapa murid-murid Yesus di Antiokia disebut Kristen atau  penganut Kristus?  “Tafsiran saya, boleh tidak setuju kita bisa diskusi, karena orang-orang Antiokia itu melihat di dalam diri Barnabas seorang yang beriman penuh kepada Kristus. Maka, namanya disebut orang baik, penuh dengan Roh Kudus dan iman. Itu cap Barnabas. Dengan cap itu, orang-orang Antiokia melihat, katakanlah penampakan, penjelmaan Yesus di dalam diri Barnabas itu. Maka seperti halnya Barnabas adalah pengikut-pengikut Kristus, orang yang beriman kepada Kristus utuh. Demikian juga orang-orang yang lain seharusnya seperti itu,” katanya.

Dalam Kisah Para Rasul 11: 27-30 dikisahkan, ada seorang nabi, datang dari Yerusalem ke Antiokia dan mengatakan, bahwa akan ada kelaparan di seluruh dunia. “Seluruh dunia itu artinya yang paling pokok adalah Yerusalem, asal usul nabi Agabus itu. Apa yang dilakukan oleh Gereja Antiokia ketika mendengar berita seperti itu? Dikatakan pada ayat 29, lalu, murid-murid memutuskan untuk mengumpulkan suatu sumbangan sesuai dengan kemampuan mereka masing-masing dan mengirimkannya kepada saudara-saudara yang diam di Yudea. Hal itu mereka lakukan juga dan mereka mengirimkannya kepada penatua-penatua dengan perantaraan Barnabas dan Saulus. Lihat watak Barnabas yang sudah kita lihat ketika dia menjual ladangnya dan disumbangkan untuk kebaikan bersama muncul lagi di sini. Atas prakarsa Barnabas, jemaat di Antiokia berbagi. Ia selalu berpikir untuk kebaikan bersama. Murah hati,” kata Kardinal.

Pada kelanjutannya, rekruitmen pemimpin baru pun dilakukan. “Barnabas dan Saulus kembali dari Yerusalem, setelah mereka menyelesaikan tugas pelayanan mereka. Mereka membawa Yohanes, yang disebut juga Markus” (Kis 12:25). “Jadi, ada rekruitmen pemimpin baru yang diharapkan menjadi pemimpin. Diambil dari Yerusalem, dibawa ke Antiokia, namanya Yohanes Markus. Inilah Markus pengarang Injil. Nantinya akan sangat berperan di dalam hidup Gereja. Itu Gereja di Antiokia,” kata Kardinal.

 Antiokia Pusat Misi

Dalam Kisah Para Rasul Bab 13:2, “Pada suatu hari ketika mereka beribadah kepada Tuhan dan berpuasa, berkatalah Roh Kudus: “Khususkanlah Barnabas dan Saulus bagi-Ku untuk tugas yang telah Kutentukan bagi mereka.” “Ini bahasa Kitab Suci. Roh Kudus mengatakan kepada jemaat supaya Barnabas dan Saulus dikhususkan untuk tugas. Kalaua bahasa kita, bahasa yang biasa, jemaat di Antiokia di bawah pimpinan Barnabas mengadakan penegasan bersama. Jadi, membuat analisa situasi, membacanya dari kacamata iman, lalu mengambil keputusan. Barnabas adalah orang yang penuh dengan Roh Kudus. Penegasan iman. Keputusannya adalah untuk mulai bermisi. Nah, inilah saat yang sangat menentukan dalam sejarah Gereja sampai sekarang. Karena apa? Karena dari Antiokia ini misi berawal. Dan nanti sesudah kepemimpinan diserahkan kepada Paulus, Paulus akan meneruskan misi ini sampai ke Roma, pusat dunia pada waktu itu. Dan ketika sesuatu sampai ke Roma, itu akan sampai ke mana-mana. Karena Roma adalah pusat dunia. Syukur ada keputusan Gereja Antiokia yang dipimpin oleh Barnabas ini. Seandainya tidak, kita tidak tahu apa yang terjadi. Sejarah pasti akan berjalan tidak seperti sekarang ini. Keputusan dari seorang Barnabas yang sangat menentukan, tetapi, seringkali tidak diketahui. Bahkan nanti sesudah keputusan ini, mereka akan berkeliling ke daerah Asia,” kata Kardinal.

 

 

Bagikan:

Recommended For You

About the Author: redinspirasi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *