Penderitaan dan Kematian Dia

Oleh BAVO BENEDICTUS SAMOSIR, OCSO*

 

Penderitaan Dia

Di hari Jumat, Dia menerima hukuman mati. Hukuman yang paling merendahkan yakni disalibkan. Hukuman yang diperuntukkan bagi para budak yang memberontak, meskipun Dia bukan seorang budak pemberontak. Dia adalah keturunan Daud, tokoh paling terkemuka. Dia dituduh sebagai penentang hukum dan penghujat Allah yang berpura-pura menjadi mesianis. Dia sesungguhnya seorang pribadi yang selalu melakukan kebaikan kepada semua orang. Namun, Dia menerima hukuman itu, meski semua tuduhan tanpa alasan yang jelas. Tuduhan yang bersumber dari kebencian dan kejahatan hati manusia. Tidak ada seorang pun yang mau membela Dia. Sebaliknya, para pemuka agama yang berkuasa, yang penuh kebencian dan manuver politik menginginkan Dia segera dieksekusi. Dia seorang yang tidak bersalah akan disalibkan. Kejahatan manusia membuat Dia menderita.

Dalam kehidupan di masyarakat, juga bisa terjadi orang yang baik harus menderita karena tuduhan atau fitnah dari orang lain. Fitnah bersumber dari kejahatan dan iri hati sesamanya, meskipun sesuatu yang baik telah ia coba lakukan.

Seorang penguasa mengadili Dia. Sesungguhnya sang penguasa mengetahui bahwa Dia tidak memilki kesalahan apapun untuk dihukum. Namun karena dirinya berjiwa pengecut, sang penguasa tidak membebaskan Dia, melainkan menyerahkan kepada penghakiman kelompok elit busuk yang membenci Dia dan kepada orang banyak yang sudah terhasut. Sang penguasa berkompromi dengan kejahatan agar dirinya tidak kehilangan jabatan dalam karier politik. Mereka memilih orang yang bersalah untuk dibebaskan daripada Dia yang tidak bersalah. Dia hanya berdiri dalam diam. Sebuah ketidakadilan terbesar dalam sejarah kehidupan manusia telah menimpa Dia.

Di samping kejahatan manusia, ada hal lain yang membuat Dia harus menjalani sengsara yakni kesetiaan yang tak tergoyahkan pada misi dan pelayanan kepada umat manusia. Dia berkomitmen dengan misi yang Dia terima dari Bapa, meski kalvari menjadi konsekuensi yang tak terelakkan. Dia menunjukkan bahwa penderitaan yang Dia tanggung sebagai bagian dari misi yang Dia terima dari Bapa. Itulah misteri sengsara Dia.

Salib yang Dia tanggung menyatakan bahwa Dia bersolidaritas dengan penderitaan manusia yang ada di bumi ini. Ada untuk orang lain adalah keberadaan Dia. Itulah yang membuat Dia menjadi personifikasi cinta Allah bagi manusia. Di dalam Dia, pemberian diri Bapa kepada umat manusia menjadi nyata.

Sebelum Dia menerima hukuman di salib, perlakuan tidak manusiawi kepada Dia, sungguh mengerikan. Mereka meletakkan kain ungu di pundak Dia dan menekan mahkota duri di kepala, menutup mata dan menampar Dia. Mereka meludahi dan memukuli Dia. Cambuk yang bagian ujungnya menggunakan timah dan tulang dicambukkan ke tubuh Dia. Setiap cambukan ke tubuh Dia mengakibatkan darah keluar, bahkan kulit dan daging ikut tertarik di dalam tulang dan timah. Ada sekitar seratus luka yang ditimbulkan secara sistematis di hampir setiap bagian tubuh. Banyak luka membuat seluruh tubuh berdarah. Kehilangan begitu banyak darah membuat Dia melemah. Dia tetap bertahan dalam penderitaan itu. Sungguh mengerikan derita yang harus Dia tanggung, meski bukan kesalahan Dia. “Dia diperlakukan dengan kasar, namun Dia tunduk dan tidak membuka mulut. Dia terdiam seperti anak domba yang dibawa ke pembantaian.” (Yesaya 53:7). Dia digiring menuju kematian. Cinta yang memungkinkan Dia mampu menanggung siksaan seperti itu.

Sebagai penghinaan lebih lanjut, Dia dipaksa untuk membawa salib sampai di tempat Dia akan di salibkan. Memikul salib adalah penderitaan yang paling menyakitkan. Dia sangat lemah dan hampir tidak bisa berjalan. Dia tidak sanggup menahan beban salib di bahu, sehingga Dia jatuh di jalan bebatuan. Namun Dia tetap bangkit kembali.

Siapapun tidak bisa memahami dan menerima apa yang sedang terjadi pada Dia, termasuk para murid. Dia terpaksa menjalaninya dalam kesendirian. Dia sendirian, dalam ketaatan kepada Allah Bapa demi untuk keselamatan umat manusia. Ketaatan itu adalah satu-satunya jalan di mana janji keselamatan Allah dapat menjadi kenyataan. Dia mengalami misteri Allah dan kehendak-Nya yang tak terselami, namun Dia menerima dan menjalani misteri kegelapan iman itu.

Siapa pun yang bertindak seperti yang Dia lakukan harus siap untuk menerima konsekuensi seperti yang Dia alami. Sejak awal Dia menjalankan misi harus menghadapi ancaman kematian yang datang dari kaum yang merasa hebat dalam agama. Dia menerima konsekuensi itu. Kita pun harus menerima penderitaan jika itu datang kepada kita akibat dari usaha yang tak kenal lelah untuk berbuat baik. Menghilangkan penderitaan dari kekristenan adalah menghina Dia yang menerima mahkota duri. Di dalam Dia, penderitaan memiliki kekuatan untuk membawa manusia dari kebinasaan menuju keselamatan

Kematian Dia

Akhirnya Dia membawa salib hingga mencapai puncak Kalvari. Di sana para algojo menancapkan paku di kedua telapak tangan Dia. Dia merasakan sakit yang luar biasa. Dari kedua telapak tangan itu keluar darah. Sakit yang luar biasa kembali Dia rasakan ketika paku menancap di kedua kaki yang mereka tarik dengan paksa. Dari kedua kaki itu keluar darah. Dia mulai terengah-engah karena mulai susah untuk bernafas akibat sakit yang tak tertanggungkan. Dia sangat lemah. Penderitaan digantung di salib Dia alami selama tiga jam. Dia menjadi semakin lemah. Pada akhir jam ketiga, Dia telah kehabisan tenaga dan Dia wafat tanpa daya. Namun, di saat Dia menghembuskan nafas terakhir, Dia memberikan hidup kekal kepada kita.

Dalam iman, kematian Dia bukan hanya karena perbuatan keji dari manusia, tetapi merupakan tindakan penyelamatan Allah Bapa dan ketaatan sukarela dari Dia Sang Putera.

Dia yang disalibkan dalam kelemahan, tetapi hidup dalam kuasa Bapa. Dia yang direndahkan di salib, namun melalui penyaliban, kuasa Ilahi datang untuk menyelamatkan umat manusia. Dalam penderitaan yang luar biasa dan ketidakberdayaan, Dia bertindak untuk menyelamatkan umat manusia. Akhirnya, dalam kesepian dan kegelapan, Dia menyerahkan diri kepada Bapa. Kematian Dia adalah puncak dari seluruh cinta Dia kepada Bapa dan umat manusia. Kematian Dia menjadi sumber kehidupan bagi seluruh umat manusia.

Penderitaan dan kematian adalah bagian dalam perjalanan kita di dunia ini. Meskipun mungkin tidak menyenangkan, namun dalam diri Dia, hal itu merupakan tindakan cinta. Itulah misteri penderitaan dan kematian Dia. Kita membutuhkan banyak rahmat untuk memungkinkan kita mengerti maknanya dalam hidup kita. Melalui salib penderitaan dan kematian, Dia membuka gerbang surga bagi kita. Maka melalui salib penderitaan yang diterima dan dijalani dengan iklas, suatu hari kita akan dapat ikut dengan Dia memasuki surga melalui gerbang surgawi itu.

 *Penulis adalah Rahib dan Imam – Mellifont Abbey – Collon. Co. Louth- Ireland

Bagikan:

Recommended For You

About the Author: redinspirasi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *