Pendidikan adalah Pekerjaan Bersama

Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi RI, Iwan Syahril menyampaikan, Ki Hadjar Dewantara mencari cara untuk menghadirkan kesadaran, terutama kepada generasi muda untuk memperjuangkan harkat dan martabat mereka sebagai bangsa yang merdeka lahir dan batin.

“Beliau memikirkan dan ingin mewujudkan sebuah sistem pendidikan yang setara, semua manusia sederajat, tidak ada diskriminasi, dan sama-sama bisa mengakses pengetahuan, menghadirkan generasi yang merdeka untuk mendorong kesadaran kita bersama sebagai sebuah bangsa dan juga kesadaran kemanusiaan dunia,” katanya dalam Simposium Pendidikan Indonesia “Kontekstualisasi Pandangan Ki Hadjar Dewantara di Era Digital”, 2 Juli 2022.

Ia bersyukur, 100 tahun yang lalu, Bapak Pendidikan, Ki Hadjar Dewantara telah memberikan inspirasi pendidikan melalui Taman Siswa yang didirikannya. Taman Siswa itu untuk mengaktualisasikan pemikiran-pemikirannya yang menekankan pentingnya pendidikan untuk menguatkan rasa kebangsaan kepada para muridnya sehingga mereka bisa mencintai bangsa dan tanah air untuk berjuang bersama-sama memperoleh kemerdekaan dan mewujudkan kemanusiaan. “Melalui proses pembelajaran di Taman Siswa, kita bisa belajar dari pandangan-pandangan dari Bapak Pendidikan kita tersebut tentang bagaimana pendidikan merupakan upaya untuk memajukan bangsa secara keseluruhan, secara setara tadi. Semua itu haruslah dilandasi dengan nilai-nilai kemerdekaan yang mutlak dan asasi,” kata Syahril.

Menurut Syahril, Ki Hadjar Dewantara berpandangan  bahwa pendidikan adalah sebuah upaya untuk memajukan dan menumbuhkan budi pekerti. “Budi pekerti adalah konsep yang sangat sentral dari pemikiran Ki Hadjar Dewantara di mana ada sebuah totalitas atau keseimbangan. Jadi bagaimana kita melihat tumbuh kembangnya anak-anak kita dalam proses pendidikan dan mereka juga menjadi tumbuh kembang menjadi sesuai dengan kodratnya masing-masing. Bahwa penting sekali untuk menyeimbangkan antara lahir dan batin, antara budi dan pekerti. Budi itu adalah gabungan dari cipta, rasa dan karsa, yaitu untuk menajamkan pikiran, menghaluskan perasaan, dan menguatkan kemauan, serta pekerti adalah bagian untuk menyehatkan jasmani atau tenaga atau fisik,” ujarnya.

Menurutnya, keseimbangan lahir dan batin atau budi dan pekerti itulah yang pada akhirya membentuk sebuah proses pendidikan yang berjalan dengan seimbang sesuai dengan kodrat anak, kodrat alam dan kodrat zamannya, dan membawa murid untuk mencapai kebahagiaan yang sejati.

Keseimbangan lahir dan batin tersebut, menurutnya, juga melahirkan manusia-manusia yang  bijaksana dalam memaknai perkembangan dunia yang terus berubah. “Karena salah satu esensi dari pemikiran Ki Dewantara adalah perubahan, adalah sesuatu yang akan selalu terjadi dan harus selalu kita sikapi dengan kebijaksanaan,” lanjutnya.

Semangat Ki Hadjar Dewantara dalam mentransformasi pendidikan mewujudkan sebuah ekosistem pendidikan yang setara, seimbang, dan merdeka. “Kita tahu bahwa saat ini tidak saja tentang disrupsi dari teknologi digital tapi juga disrupsi karena pandemi Covid-19. Pandemi ini merupakan sebuah kondisi yang sangat luar biasa yang mendisrupsi lebih jauh lagi berbagai aspek kehidupan kita. Dan dalam pendidikan, kita tahu kita telah mengalami learning lost,” katanya. Hal itu terlihat, menurutnya, dari kompetensi literasi dan numerasi yang masih rendah.

“Memang dari awal masa pandemi, misalnya, kita melakukan berbagai upaya. Salah satu mungkin yang ingin saya sampaikan di sini berkait dengan penggunaan Kurikulum 2013 pada waktu di awal pandemi, kita menghimbau pada sekolah untuk melakukan penyederhanaan. Ketika mungkin penyederhanaannya sulit dilakukan secara mandiri maka, ada kurikulum darurat yaitu menyederhanakan Kurikulum 2013 sehingga bapak-ibu guru di sekolah bisa lebih fokus pada hal-hal yang esensial, yang bermakna, khususnya dalam memaknai konteks pandemi untuk menguatkan kompetensi yang paling dasar, dalam hal ini literasi, numerasi, dan karakter,” imbuhnya.

Awal tahun 2022, lanjutnya, Kurikulum Merdeka diluncurkan yang sebelumnya pada tahun 2021 di sekolah-sekolah penggerak sudah mulai diterapkan. Kurikulum Merdeka didukung salah satunya dengan platform Merdeka Mengajar. Fokus dari Kurikulum Merdeka, menurutnya, adalah  pemulihan pendidikan. “Kita ingin melakukan sebuah terobosan, inovasi, sebuah bentuk kurikulum yang dapat lebih sederhana, yang dapat lebih fleksibel dan lebih relevan untuk tantangan pendidikan kita ke depan,” katanya

Menurutnya, filosofi dari Kurikulum Merdeka dan platform Merdeka Mengajar adalah filosofi yang sangat berpihak kepada murid. Artinya apapun yang dilakukan dalam dunia pendidikan harus berfokus kepada murid.

“Menomorsatukan murid dalam setiap keputusan. Dan juga dalam hal ini untuk kurikulum proses pembelajaran kita mulai dari kondisi murid dan kemudian kita lakukan berbagai macam upaya inovasi atau strategi untuk bisa membantu mereka tumbuh kembang sesuai dengan kodratnya masing-masing,” katanya.

Untuk menjelaskan hal itu, Syahril pun memakai ilustrasi dari Ki Hadjar yang mengumpamakan guru sebagai petani, sedangkan murid atau anak-anak sebagai bibit. “Kalau guru itu ibarat petani dan anak-anak itu ibarat bibit yang dititipkan oleh Sang Pencipta, maka jika bibitnya itu berupa padi, tumbuhkan dia sebagai padi, dan jadikan dia padi yang baik. Jika bibitnya itu adalah bibit kopi, maka tumbuhkanlah dia sebagai kopi dan jadikanlah dia kopi yang terbaik. Jangan bibitnya itu kopi, dipaksa tumbuh menjadi padi atau bibitnya kopi dikembangkan dengan cara menumbuhkan padi,” katanya.

Analogi tersebut, bagi Syahril, sangat sederhana tetapi juga sangat bermakna. “Luar biasa sekali dan membantu kita untuk menyadarkan bahwa yang terpenting adalah bagaimana kita melayani murid-murid kita dengan sebaik-baiknya,” ungkapnya.

Menurutnya, platform Merdeka Mengajar yang diluncurkan bersama-sama dengan Kurikulum Merdeka tersebut adalah bagian dari upaya pemerintah untuk bisa membuat guru-guru dari berbagai sekolah bisa belajar dengan lebih baik lagi.

“Platform ini adalah sebuah bentuk terobosan dalam bidang teknologi. Kita memanfaatkan teknologi digital sesuai dengan kondisi zaman yang saat ini membutuhkan itu. Tapi platform ini lebih upayanya tidak menggantikan guru. Platform ini justru ingin menguatkan guru dan kepala sekolah dan pengawas sekolah dan ekosistem pendidikan secara keseluruhan untuk bisa melayani murid dengan lebih baik lagi,” ungkap Syahril.

Bagi Syahril, guru tidak akan  bisa digantikan oleh mesin atau teknologi. “Tapi teknologi itu bisa membantu guru untuk bisa melayani murid dengan lebih baik. Nah di sini platform ini kita rancang untuk menguatkan bagaimana misalnya guru bisa untuk mengajar dengan lebih baik. Jadi di situ ada 3 fitur: mengajar, belajar, dan berkarya,” imbuhnya.

Dalam platform itu, menurutnya, para guru bisa mengakses perangkat ajar (bahan ajar, modul), membuat asesmen murid, membuat pelatihan mandiri, melakukan pengumpulan bukti karya, dan menjalin diskusi dalam komunitas sesama guru untuk menerapkan Kurikulum Merdeka. Kerja sama saling belajar sesama guru dari berbagai daerah dinilai sangat penting.

“Kita percaya bahwa guru-guru itu sebagaimana profesional yang lain para praktisi, itu paling efektif belajar dari sesama guru, sesama praktisi, sehingga mereka bisa menggali dan juga lebih relevan,” katanya. Hal itu mengingat realitas guru di lapangan berbeda-beda.

“Karena itu platform Merdeka Mengajar juga memberikan fitur yang sangat penting untuk kita tumbuh kembang bersama di mana guru-guru bisa saling sharing, saling berbagi dan memberikan inspirasi atau ide-ide kepada guru-guru lain bagaimana menerapkan Kurikulum Merdeka di sekolah atau di kelasnya masing-masing,” imbuhnya.

Syahril berharap, platform Merdeka Mengajar dapat membantu para guru untuk dapat menjadi pendidik yang lebih baik, teman belajar bagi murid-muridnya dan juga bagi guru-guru sesama guru untuk saling berinteraksi, saling berbagi referensi, bergotong royong untuk mengembangkan praktik mengajar yang berpusat kepada murid. Isi platform tersebut diharapkan terus diperkaya oleh para guru.

“Mari kita terus satukan langkah untuk sama-sama berupaya menanggulangi kompleksitas tantangan zaman kita pada saat ini, zaman yang semakin disruptif,” katanya. Terlebih setelah pandemi Covid-19 ini, menurutnya, permasalahan hanya bisa diselesaikan dengan kerja sama dalam konteks ekosistem pendidikan di Indonesia.

“Kita berikan hal yang terbaik, pendidikan yang terbaik kepada para murid kita dan berbagai macam bentuk inovasi kita saling bagi, kita saling wujudkan sesuai dengan konteks di mana kita berada,” katanya. Dengan teknologi tersebut, menurutnya, para guru dari Sabang sampai Merauke bisa saling berbagi pengalaman dan saling belajar kepada guru yang lain .

“Kita sebenarnya cukup optimis dengan guru-guru  di Indonesia dalam menggunakan teknologi digital,” katanya.

Menurutnya, guru-guru di Indonesia cukup proaktif dan cukup tangguh. “Resiliensinya cukup tinggi, dan membuka harapan kita bahwa penggunaan teknologi digital untuk melakukan disrupsi perkembangan yang lebih baik untuk peningkatan kualitas layanan kepada murid-murid kita, karena kita terus meningkatkan kompetensi dan saling berbagi, bergotong royong. Ini adalah sebuah keniscayaan,” katanya.

Syahril menegaskan, pekerjaan untuk menyelesaikan persoalan pendidikan adalah pekerjaan kita bersama. “Karena kita semua pada hakikatnya ingin mewujudkan yang terbaik untuk bangsa kita. dalam hal ini saya pun sangat memahami bahwa dan menyadari tidak akan mungkin kita bisa berjalan sendiri-sendiri, kita perlu untuk saling membantu, saling mendukung dan bekerja sama,” tegasnya.

Bagikan:

Recommended For You

About the Author: redinspirasi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *