Merawat Bumi dengan Eco Enzyme

Dengan antusias para peserta mengikuti pelatihan membuat Eco Enzyme. Mereka menyiapkan bahan organik yang sudah disiapkan dari rumah lalu mencampurnya dengan molase dan air di dalam sebuah botol berukuran 1,5 liter. Itulah gambaran pelatihan membuat Eco Enzyme yang diselenggarakan Tim Kerja Keutuhan Ciptaan dan Lingkungan Hidup Paroki Santa Theresia Bongsari di aula SD Kanisius Kurmosari, 26 Juni 2022 lalu.

Dalam sambutannya mewakili pastor Paroki Bongsari, Romo Agustinus Mintara, SJ mengatakan, kebersihan, kelestarian lingkungan hidup adalah bagian integral, bagian utuh dari iman. “Artinya, iman kita laksanakan salah satunya dengan cara memelihara lingkungan hidup kita,” ungkapnya. Ia pun menceritakan Kongregasi Serikat Jesus yang juga memperhatikan persoalan merawat bumi atau lingkungan. “Serikat Jesus, sebuah kelompok di dalam Gereja, itu juga sedang memiliki concern. Ada 4 pilar, yang pertama, tentang kerohanian. Yang kedua, tentang kaum miskin. Yang ketiga, tentang orang muda. Tapi yang keempat ini, yaitu merawat bumi rumah kita bersama. Saya kira ini sangat konkret,” katanya.

Praktik membuat Eco Enzyme

Romo Mintara berharap, pelatihan tersebut bisa menjadi salah satu wujud konkret cara beriman pada Tuhan. “Semoga dengan usaha kita ini kita sungguh bisa mengimani Tuhan secara konkret dengan cara memelihara, merawat ciptaan-Nya, memelihara lingkungan kita,” katanya.

Seorang pegiat Laudato Si’ Indonesia, Ave Christian yang hadir pagi itu berharap, belajar membuat Eco Enzyme sebaiknya bisa dilanjutkan dalam kehidupan sehari-hari dengan melibatkan semakin banyak orang. “Belajar Eco Enzyme diharapkan berkelanjutan, dibawa ke rumah, dipelajari, diajarkan kepada sanak keluarganya, sehingga satu orang melakukan satu hal kecil di Eco Enzyme, tapi kalau 10 ribu orang melakukan hal kecil efeknya luar biasa, dibandingkan satu orang melakukan 10 ribu aksi,” katanya dalam acara bertema “Merawat Bumi dengan Eco Enzyme” itu.

Narasumber pertama, Suster Nurwaningsih  SDP menyampaikan, alam semesta diciptakan baik adanya. “Semua diciptakan untuk manusia. Ini suatu hal yang perlu sungguh-sungguh kita resapkan. Tidak hanya tahu, tapi betul-betul kita alami dan kita rasakan bagaimana Tuhan menciptakan ini. Semua diciptakan itu baik adanya untuk kita,” kata Kepala SMP Kebon Dalem itu. Namun, ia melanjutkan, saat ini bumi menjerit karena ulah manusia. Maka, manusia mesti berbalik untuk merawat bumi.

Narasumber kedua, Ketua Eco Enzyme Nusantara Kota Semarang Rinanita Hardjadinata mengatakan, untuk membuat Eco Enzyme, pembuat harus memperhatikan takarannya. Takarannya adalah 1 molase: 3 bahan organik (sayuran atau kulit buah): 10 air. Bahan organik yang dipakai dalam keadaan segar atau tidak busuk. Semua bahan tersebut disimpan dalam wadah tertutup selama 90 hari atau 3 bulan.

Narasumber ketiga, Suster Agatha Titi Prawati BKK mengatakan, banyak cara untuk mengolah sampah organik. Salah satunya adalah dengan membuat Eco Enzyme. Menurut Suster Titi, Eco Enzyme bisa menjadi sarana membangun persaudaraan.

“Eco Enzyme merupakan media yang bagus untuk bisa menjalin hubungan baik dengan semua orang,” katanya. Menurutnya, Eco Enzym tidak punya agama, tidak punya suku, tidak punya daerah tetapi bisa menyatukan banyak orang untuk bergerak merawat bumi.

Praktik membuat Eco Enzyme

Eco Enzyme, menurutnya, dibuat dengan sangat sederhana namun mempunyai kegunaan yang sangat banyak. Dengan membuat Eco Enzyme, seseorang tidak menyia-nyiakan sampah organik. Dengan demikian, ia justru membantu mengurangi timbulan sampah di TPA. “Banyak sekali sampah organik dibuang ke TPA tadi menyebabkan adanya gas metana. Kalau gas metananya terlalu banyak akhirnya yang terjadi adalah pemanasan bumi,” katanya.

Eco Enzyme, menurutnya,  juga dapat dipakai untuk proses dekomposisi dalam membuat kompos.

Selain itu, Eco Enzyme, lanjutnya, bisa digunakan dalam kehidupan sehari-hari baik untuk kesehatan, pembersihan air, udara dan tanah, bahkan pertanian.

“Manfaat sehari-hari, Eco Enzyme itu bisa dipakai untuk membersihkan lantai secara alami,” kata Suster Titi yang biasa memakai Eco Enzyme di biaranya.

Suster Titi juga biasa memakai Eco Enzyme untuk membersihkan alat rumah tangga. Selain itu, Eco Enzyme, menurutnya, bisa dipakai sebagai pelembut pakaian, bahkan bisa dipakai untuk sabun. “Kalau kita punya Eco Enzyme, satu ember air kasih 3 tutup dari botol lalu dilarutkan untuk merendam baju. Dan biasanya kalau dulu saya pakai pelembut, pakai semprotan wangi, tapi sekarang tidak. Pakai Eco Enzyme itu walaupun (baju) 3 hari direndam tidak akan bau apek,” katanya.

Suster Titi pun menegaskan, kalau setiap rumah tangga bisa mengolah sampah, sampah akan menjadi berkat. “Sisa-sisa sampah itu diolah menjadi lebih berguna di dalam kehidupan kita sehari-hari,” tandasnya dalam pelatihan yang diikuti mulai dari anak-anak hingga dewasa itu.

 

 

 

 

 

Bagikan:

Recommended For You

About the Author: redinspirasi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *