Membumikan Laudato Si’ Melalui Kurikulum Sekolah

Ketua Majelis Nasional Pendidikan Katolik Konferensi Waligereja Indonesia (MNPK KWI), Romo Vinsesius Darmin Mbula, OFM dalam Webinar Laudato Si’ Action Plan (LSAP), 6 Juni 2022, menyampaikan apresiasinya kepada sekolah-sekolah yang mulai memberi perhatian pada planet bumi sebagai rumah bersama.

“Dari seluruh rangkaian kegiatan-kegiatan kita, mulai dari TK, sekarang SD, SMP-SMA, saya menarik satu garis, bahwa kita semua punya harapan yang sama, punya hati yang sama, punya gerakan yang sama, untuk menyelamatkan planet bumi sebagai rumah kita bersama,” katanya dalam acara bertema “Aksi Edukatif Laudato Si’ Berbagi Praktik Baik Jenjang SD” itu.

Dari berbagai masukan yang diperolehnya, imam kelahiran Benteng Jawa itu menangkap bahwa sekolah-sekolah dan pemangku kepentingannya dengan melibatkan orang tua, guru, yayasan telah sejalan berpandangan bahwa bumi harus diselamatkan.

Menurutnya, di Indonesia terdapat kurang lebih 5600 sekolah Katolik yang tersebar mulai dari ibu kota hingga ke pinggiran. “Betapa strategis dan amat menentukan gerakan membumikan Laudato Si’ ini kalau sekolah-sekolah ini sungguh-sungguh menjadi garda terdepan untuk menyelamatkan ibu bumi ini,” tandasnya.

Pengetahuan yang saling terkoneksi

Menghadapi situasi ke depan, menurut Romo Darmin, amat penting kalau sekolah-sekolah mempromosikan nilai-nilai , pengetahuan dan ketrampilan terkait dengan merawat bumi. “Bukan saja bagaimana kita cara mengajar, tetapi yang paling penting juga adalah  kontennya, isinya. Kalau kita membaca Laudato Si’, dari nomor 1-246, nampak sekali Paus Fransiskus mengajak kita ‘tolonglah’ untuk melihat secara teliti konten-konten ilmu pengetahuan sekarang, paradigma baru konten pengetahuan,” katanya.

Romo Darmin prihatin dengan pengetahuan saat ini yang masih terfragmentasi. “Sampai saat ini, kita melihat bahwa pengetahuan itu dilihat secara tersendiri-sendiri, terfragmentasi, hampir tidak ada hubungan satu sama lain, saling menghancurkan,” kata Romo Darmin.

Mestinya, lanjut Romo Darmin, antar pengetahuan itu saling terkoneksi. “Maka, Laudato Si’ mengajak kita untuk melihat paradigma baru apa artinya pengetahuan. Pengetahuan itu mengajak kita untuk melihat bahwa semuanya terkoneksi. Semuanya terhubung. Tidak ada satu pun yang tidak baik. Semuanya baik. Pengetahuan mengajak kita untuk menempatkannya pada tempat sehingga segala sesuatu itu terasa harmonis dan penuh damai. Maka, tugas pengetahuan adalah menempatkannya, menempatkan kembali sesuai dengan tempatnya. Itulah yang dimaksudkan dengan bahwa sekolah-sekolah, terutama sekolah formal, mulai dari TK, SD, SMP, SMA tentu saja perguruan tinggi, yaitu untuk melihat keterhubungan, konektivitas ini,” katanya.

Romo Darmin juga menekankan tentang pewarisan nilai-nilai ekologis pada anak didik dengan inspirasi Laudato Si’. “Begitu banyak nilai-nilai yang harus diwariskan. Tetapi Laudato Si’ memberikan pedoman, patokan, nilai nilai apa saja. Nilai yang pertama dan utama adalah nilai intrinsik semua makhluk hidup. Bahwa makhluk hidup itu mempunyai nilai di dalam dirinya sendiri. Tidak ada yang tidak bernilai. Dan dalam kaitan dengan itulah maka manusia ditugaskan untuk melihat bahwa segala sesuatu itu bernilai dalam relasinya dengan Tuhan. Nah, ini nilai yang harus betul-betul menjadi kesadaran kita,” ungkapnya.

Maka, menurutnya, dari nilai-nilai itu muncul pendidikan terintegrasi. Beberapa sekolah, sambungnya, telah mencoba menerapkan hal tersebut, misalnya dengan merumuskan kembali profil pelajar di sekolah Katolik.

Ia pun memberi contoh salah satu sekolah yang merumuskan profil pelajarnya dengan cara membentuk tim kurikulum 2021. Hal itu dimulai dari guru, yayasan, dan orang tua untuk membaca dokumen Laudato Si’. “Selama sebulan kami hari studi membaca Dokumen Laudato Si’. Dari situ kami menemukan apa yang harus kami lakukan. Maka, dirumuskan visi, profil, logo, kemudian apa yang mau dilakukan. Nah, kemudian membentuk tim kurikulum 2021, yaitu untuk membuat kurikulumnya. Karena dengan kurikulum yang formal itu, disebut kurikulum Laudato Si’, tentu saja modifikasi dari kurikulum nasional kita yaitu supaya betul-betul isi kurikulum ini membumikan Laudato Si’,” katanya. Persiapan selanjutnya adalah membuat konten pembelajaran yang kemudian disusul dengan modul dan buku-buku serta pelatihan untuk para gurunya.

Romo Darmin melihat banyak hal yang telah dilakukan untuk  merawat bumi dengan melibatkan anak-anak, namun ia melihat adanya kelemahan pada sisi perawatan tindak lanjut. “Memang banyak hal yang sudah dilakukan seperti Eco Enzyme, mengelola sampah, menanam lahan kosong, tetapi satu kelemahan kita adalah perawatan. Maka, dokumen Laudato Si’ mempunyai prinsip begini: menyiram benih, merawat tumbuhnya tanaman itu. Jadi harus ada benih yang disiram entah itu benih tanaman ataupun benih nilai-nilai. Tapi itu harus dirawat, bertumbuh, berkembang,” katanya.

Maka, lanjutnya, guru yang diinspirasikan dari Laudato Si’ ibaratnya seorang petani yang merawat pertumbuhan dan perkembangan anak-anak. “Sebagai contoh, dalam kurikulum kami yang kami modifikasi, dalam kurikulum SD dijelaskan salah satunya adalah panca indera. Dalam kurikulum tradisional, pancaindera itu hanya dilihat untuk melihat tanaman dan lain sebagainya. Tetapi kami meracikinya,menyusun kurikulum bagaimana pancaindera itu mengagumi. Kekaguman. Dan bagaimana pancaindera itu dirawat, disehatkan,” katanya. Dari hal itu mata sehat karena melihat tanaman yang indah dan beraneka ragam.

“Maka, sejak dini anak-anak diajak untuk melihat keterhubungan itu. Pancaindera, tubuh kita, rumah kita, keluarga kita, kemudian dikaitkan dengan peduli lingkungan sekitar,” katanya.

Romo Darmin juga menceritakan sejak tahun 2017, ia bergabung dalam Forum Sekolah-sekolah Frasiskan untuk membumikan Laudato Si’. “Sekolah kami sekitar 650 di seluruh Indonesia di bawah spiritualitas Fransiskan. Tentu saja, ini menjadi tanggungjawab khusus bagi Fransiskan-Fransiskanes yang menjadikan Laudato Si’ menjadi pedoman. Tentu saja ini bukan pekerjaan yang mudah seperti membalikkan telapak tangan, tetapi tidak ada yang mustahil bagi orang yang berkehendak baik,” katanya.

Ia pun menekankan, pendidikan dan kurikulum yang akan didesain untuk membumikan Laudato Si’ harus mengajak orang untuk melihat bahwa semua baik adanya, terkoneksi, tidak ada yang tidak baik. “Pengetahuan, nilai-nilai, ketrampilan itulah yang merajut bahwa planet ini adalah bumi rumah kita bersama,” ungkapnya.

 

Bagikan:

Recommended For You

About the Author: redinspirasi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *