
Ia pun membacakan doa prefasi tersebut. “Sepanjang sejarah Engkau mencurahkan kasih sayang yang besar kepada bangsa kami. Berkat jasa begitu banyak pahlawan, Engkau menumbuhkan kesadaran kami sebagai bangsa. (Itulah kebangkitan nasional, terang Kardinal). Kami bersyukur kepada-Mu atas bahasa yang mempersatukan. (Itulah Sumpah Pemuda dan Pancasila yang 18 Agustus itu menjadi dasar kemerdekaan, terang Kardinal). Jadi, perjalanan sejarah bangsa kita oleh Gereja Katolik di Indonesia diyakini sebagai pembebasan “dari tanah Mesir menuju Tanah Terjanji”,” ungkapnya.
Dengan sejarah dan inspirasi iman tersebut, Kardinal yakin, semangat cinta tanah air harus menjadi watak lembaga pendidikan Katolik.
Kepedulian
Watak bangsa yang kedua yang mesti dihidupi di pendidikan Katolik adalah kepedulian. Kardinal Suharyo pun berkisah, tahun 2020, ia membaca satu artikel di harian Kompas yang memuat hasil penelitian 2 lembaga internasional. “Penelitian pertama menyelidiki 146 negara. Penelitian yang itu isinya adalah mengenai kerelaan memberi ‘world giving index’. Saya terkagum-kagum dan terkejut karena menurut lembaga penelitian itu, Indonesia ada di nomor satu kerelaan berbagi,” katanya.
Kardinal pun melanjutkan, lembaga kedua meneliti 167 negara tentang modal sosial. “Hasilnya apa? Indonesia ada pada nomor 6. Lumayan dari 167 negara. Dari situ, saya mengambil kesimpulan, salah satu watak bangsa kita, meskipun sehari-hari kita mendengarkan korupsi, ini ditahan, itu ditahan, tetapi watak dasar yang kalau tidak dirawat akan luntur dan hilang adalah watak kepedulian itu,” katanya.
Watak kepedulian tersebut, menurut Kardinal, dicari dari inspirasi iman. Menurutnya, iman Katolik menyatakan bahwa Allah adalah Allah yang hati-Nya selalu tergerak oleh belas kasih. “Tergerak hati-Nya itu artinya peduli,” katanya.
Ia pun menyampaikan tentang Bapa yang murah hati, yang mau menerima kembali anaknya yang hilang.
“Allah yang hati-Nya selalu tergerak oleh belas kasihan menjadi nyata di dalam Diri Yesus, yang kalau melihat sesuatu yang tidak sesuai dengan cita-cita Kerajaan Allah, hati-Nya tergerak oleh belas kasihan. Dan itulah hati yang tergerak oleh belas kasihan sekarang ini, ditugaskan kepada Gereja, kepada kita semua untuk mewujudkannya. Dalam hal apa? Dalam mewujudkan yang namanya Ajaran Sosial Gereja,” tegas Kardinal.
Sedangkan Ajaran Sosial Gereja itu sendiri, menurutnya, bisa diringkas menjadi 5 nilai pokok: martabat manusia yang harus dihormati, kebaikan bersama yang harus diperjuangkan, solidaritas yang harus dikobarkan supaya kebaikan bersama itu menjadi kenyataan, memberi perhatian lebih pada yang kurang beruntung, dan merawat alam ciptaan.
Kardinal menegaskan kembali supaya cinta tanah air dan kepedulian menjadi cakrawala dalam menyelenggarakan pendidikan Katolik. “Dan di dalam cakrawala itu setiap visi dan misi pendidikan lembaga-lembaga pendidikan yang berbeda-beda itu ditempatkan. Arahnya ke sana, supaya lembaga pendidikan Katolik di Indonesia sungguh dapat mewujudkan semangat menjadi jalan menuju terbentuknya semangat ‘100 persen Katolik, 100 persen Indonesia’,” katanya.