Lembaga Pendidikan Katolik Adalah Pilar Gereja

Sampai sekarang

Bapak Uskup Agung Semaraang dalam surat gembala menanggapi peristiwa Hari Pendidikan Nasional tanggal 2 Mei 2022 juga menyebutkan bahwa, “sejak awal keberadaannya di bumi Nusantara, Gereja Katolik – khususnya Keuskupan Agung Semarang – memberi perhatian besar pada penyelenggaraan pendidikan formal melalui sekolah, baik sekolah dasar, sekolah menengah, maupun perguruan tinggi.” (op. cit.). Gereja di Indonesia sekarang telah mewarisi tidak hanya semangatnya. Melainkan juga mewarisi karya-karyanya. Maka Bapak Uskup Agung Semarang juga menyebutkan: “Maka tidak mengherankan kalau di wilayah Keuskupan Agung Semarang ini ada begitu banyak sekolah katolik, baik yang diselenggarakan oleh keuskupan, tarekat biarawan-biarawati, maupun awam.” (Ibid.) Di sini disebutkan tambahan bahwa kaum awam pun telah banyak yang mendirikan sekolah-sekolah Katolik. Tentu ini semua pantas disyukuri.

Sumbangan bagi perkembangan Gereja

Bagi Bapak Uskup Agung Semarang, memperingati Hari Pendidikan Nasional berarti menyegarkan kembali pentingnya peran karya pendidikan. “Bagi Gereja Katolik, pendidikan formal di sekolah mempunyai nilai dan peranan yang sangat menentukan dalam membentuk orang-orang yang beriman cerdas, tangguh, misioner, dan dialogis (CTMD).” (ibid.). Pendidikan  membentuk karakter, membentuk kepribadian yang matang, tangguh dan cerdas karena berpengetahuan, tetapi juga menghayati imannya secara mendalam, sadar akan perutusannya sebagai orang beriman Katolik, sadar bahwa hidup ini dalam kebersamaan dengan masyarakat luas yang berciri keberagaman dalam ras, suku, agama dan kepercayaannya, sehinga mampu berdialog dalam perbedaan itu. Syukurlah bahwa hidup kemasyarakatan kita di Indonesia berazaskan Pancasila, yang ber-Ketuhanan Yang Mahaesa, sehingga semua agama dan kepercayaan dihormati. Pancasila merupakan nilai pemersatu di antara umat beragama dan berkepercayaan. Tidak hanya sila pertama yang menyatukan. Nilai-nilai Pancasila yang lainnya merupakan nilai-nilai pemersatu, karena kita disadarkan bahwa kita adalah sesama ciptaan Tuhan, sama-sama manusia yang hidup bersama dalam tumpah darah yang satu yaitu hidup dalam kepulauan Indonesia. Dan kita bersama-sama sebagai warga bangsa dan negara, menggapai kesejahteraan umum yang adil dan merata. Inilah ruang bagi dialog kita. Nilai-nilai yang ditanamkan dalam karya persekolahan dan perguruan tinggi, tidak hanya sesuai dengan nilai-nilai luhur Pancasila, melainkan juga sekaligus sesuai dengan nilai-nilai iman Katolik. Karena Gereja Katolik telah menyatakan “Pancasila mengandung nilai-nilai kemanusiaan yang luhur. yang juga dijunjung tinggi dalam Ajaran-ajaran Gereja. Oleh karena itu Gereja menerima Pancasila … karena nilai-nilai luhur Pancasila itu sendiri. … Pengamalan (Pancasila) di dalam kehidupan warga yang Katolik dapat dihayati sebagai suatu bentuk perwujudan iman kristiani dalam konteks masyarakat Indonesia” (Kesepakatan PNUKI 1984 no 43).

Mengulangi pentingnya pendidikan Katolik bagi generasi muda kita. Bapak Uskup Agung Semarang mengajak kita untuk melihat  Pernyataan tentang Pendidikan Kristiani, yaitu Gravissimum Educationis Artikel 1, pendidikan, oleh Paus Paulus VI, 28 Oktober 1965. “Tujuan utama, yakni:

— Pertama: pembentukan manusia dewasa yang utuh dan seimbang. Untuk mencapai tujuan pendidikan ini sangat dibutuhkan pembentukan fisik, moral, spiritual, dan intelektual.

— Kedua: partisipasi atau keterlibatan aktif dalam kehidupan masyarakat. Tujuan pendidikan Katolik tidak sekadar mencetak orang-orang yang pandai secara intelektual, namun terlebih membentuk pribadi-pribadi yang mampu terlibat secara aktif dalam kehidupan sosial demi terwujudnya kebaikan atau kesejahteraan bersama.”

Beliau menegaskan: “Kalau kita mengacu pada dua tujuan utama tersebut, maka pendidikan kristiani baru dapat dikatakan berhasil kalau mampu menghasilkan manusia-manusia yang utuh dan seimbang dalam kepribadian, serta mau dan mampu melibatkan diri dalam mengupayakan kehidupan bersama yang semakin baik. Pribadi yang mampu membawakan nilai-nilai iman demi transformasi atau perubahan ke arah yang lebih baik dalam hidup bersama, tanpa hanyut dalam arus zaman. Ngèli tanpa kèli, itulah nasihat para sesepuh kita.”

Bagikan:

Recommended For You

About the Author: redinspirasi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *