Aloys Budi Purnomo Pr
Tanggal 22 Juni 2022, pukul 07.26 WIB KA Ciremai meluncur menuju Bandung dari Semarang. Saya salah satu penumpangnya di antara banyak penumpang lainnya yang sudah lebih dahulu berada di dalam gerbong oleh sebab mereka naik dari Stasiun Tawang. Sementara saya sendiri naik dari Stasiun Poncol.
Sambil menunggu kereta datang di Stasiun Poncol, saya menikmati rempah-rempah (jinten, kapulaga, madu hutan, jahe, dll). Seseorang berwajah ramah bergabung di area tersebut, tersenyum, dan menyapa saya, “Pak Pendeta ya?”
“Saya pastor Katolik” jawab saya. Dia menyapa dan menduga saya “Pak Pendeta” karena melihat saya mengenakan baju kolar.
“Oh, saya kira Pak Pendeta, karena bapak memakai baju tersebut… Kebetulan saya seorang Kristen. Dari HKBP,” jelas Bapak tersebut. Beliau bermarga Sitompul. Pak Pendetanya Pakpahan.
Kami pun ngobrol ngalor ngidul ngetan bali ngulon. Omong punya omong, Bapak tersebut hendak ke Surabaya. Beliau bekerja di salah sebuah hotel di Surabaya.
“Saya Sitompul, tapi sudah produk Jawa. Orangtua saya lama di Jawa. Saya lahir di Jawa.”
“Marbasa Toba do?” tanya saya, dijawab “Sautik-sautik!” Ternyata dia hanya berbahasa Toba sedikit-sedikit seperti disampaikannya sebagai jawaban.
“Kok Pastor bisa bahasa Toba?”
“Ya, sautik-sautik. Saya pernah tugas di Sinaksak. Songonima sautik-sautik Marbasa Toba. Tapi saya juga HKBP loh…”
“Lah, kok bisa?”
“Iya, HKBP, singkatan Hatiku Padamu Bagaimana Pendapatmu?”
Pak Sitompul tertawa. Saya menkmati rempah. Beliau menyedot batang rokok putihnya.
Pembicaraan ngalor ngidul ngetan bali ngulon sampai pada soal tugas pelayanan. Saat saya menyebut bahwa saya sementara ini bertugas di Unika Soegijapranata, beliau nyambung bahwa adiknya alumni Unika Soegijapranata juga. Fakultas Psikologi. Sementara dia sendiri lulusan tetangga Unika Soegijapranata (hehehe).
Omong-omong tentang kerukunan, dia bilang. “Saya punya kesan, kita orang Kristen di Indonesia lebih mudah bergaul dengan kawan-kawan NU, ya.” Saya bilang, “Ya, seharusnya bisa bergaul dengan semua. Memang dengan Kawan-kawan NU lebih sering.”
Satu kereta api tiba dari Tawang dan berhenti. “Ini KA-nya Pastor?” “Bukan. Itu Kamandaka. Saya naik Ciremai.” “Berapa ke Bandung Pastor?”
“Tiga ratus!”
“Wah mahal ya. Saya ke Surabaya murah. Cuma delapan puluh.”
Beberapa saat kemudian Ciremai datang. “Nah ini Ciremai. Terima kasih. Tuhan Yesus memberkati. Salam sehat selalu. Selamat jalan ke Surabaya nanti ya!”
KA yang dinaiki Pak Sitompul baru akan meluncur pukul 08.00 WIB. Sementara KA saya meluncur ke Bandung pukul 07.26 WIB.
Salam Peradaban Kasih Ekologis.
Salam INSPIRASI, Lentera yang Membebaskan.