Relasi antara anak dan orang tua kadang complicated. RD Andy Gunardi menyampaikan hal tersebut dalam Rekoleksi untuk Keluarga Kerja Sama KWI dan Komunitas Worldwide Marriage Encounter, 8 Januari 2022 lalu.
“Orang tua dengan latar belakangnya, dengan pengalaman serta pendidikan yang mereka alami di masa lampau, lalu berhadapan dengan kita yang ada di dunia atau di zaman yang berbeda dari zaman orang tua. Misalkan dulu, nggak ada handphone, misalkan. Tapi sekarang, anak zaman ini semua menggunakan teknologi dan mengubah juga cara pikir dan cara pandang,” kata Moderator Marriage Encounter (ME) Distrik I Jakarta itu.
Namun, menurutnya, hal itu tidak hanya terjadi pada masa sekarang ini. Kalau melihat dari generasi ke generasi , ternyata yang dialami pada masa kini juga dialami pada masa lampau dalam konteks yang berbeda. Menurutnya, hal itu pun terjadi pada Keluarga Kudus dari Nazaret. Yesus menghadapi tantangan-tantangan dari orang tua (Yusuf-Maria) dengan perbedaan generasi, cara pandang dan cara pikir yang berbeda.
Yesus kecil sudah diajarkan oleh orang tuanya mengenal Allah Bapa yang menciptakan alam semesta. Yesus pun memiliki relasi yang mendalam dengan Allah dan Ia biasa menyebut-Nya, Bapa.
Suatu ketika Maria, Yusuf dan Yesus yang berumur 12 tahun pergi ke Yerusalem untuk merayakan Paskah. Setelah itu, orang tua Yesus bersama keluarga-keluarga lainnya secara berombongan pulang. Melihat Yesus tidak ada di rombongan, Yusuf dan Maria pun pergi kembali ke Yerusalem untuk mencari Yesus. Sesudah 3 hari, mereka akhirnya menemukan Yesus di bait Allah bersama para guru agama. “Nak, mengapakah Engkau berbuat demikian terhadap kami? Lihat, bapak-Mu dan aku dengan cemas mencari Engkau.” Jawab-Nya kepada mereka, “Mengapa kamu mencari Aku? Tidakkah kamu tahu bahwa Aku harus berada di dalam rumah Bapa-Ku?” Tetapi mereka tidak mengerti apa yang dikatakan-Nya kepada mereka. Lalu Ia pulang bersama-sama mereka ke Nazaret; dan tetap hidup dalam asuhan mereka. Ibu-Nya pun menyimpan semua hal itu di dalam hatinya. (Luk 2:41-51).
Menurut Romo Andy, fenomena itu pun bisa terjadi saat ini. Orang tua mungkin melihat aneh pada anaknya. “Anak-anak juga mungkin merasa ya bahwa kok orang tua begini ya? Mungkin ada orang tua yang protektif, ada apa, tapi kan statusnya bahwa seorang anak itu harus diperhatikan dengan sebaik-baiknya,” katanya.
Bisa juga terjadi, menurut Romo Andy, mengenai iman pada saat ini. Orang tua meminta anaknya berdoa, tetapi orang tua sendiri tidak berdoa. “Misalkan kok minta kita berdoa tapi orang tuanya kok nggak berdoa, misalnya. Bukankah seharusnya pergi ke gereja ya, bukankah seharusnya kalau misa online itu harusnya pakai pakaian yang rapi. Mungkin juga bisa menjadi pertanyaan bagi kita,” katanya.
Sementara kalau melihat Yusuf yang adalah tukang kayu, menurut Romo Andy, tentu dia mempunyai kesibukan sendiri. “Dan mungkin juga kita punya orang tua yang sibuk ya. Nah, bagaimana kita menghadapi permasalahan-permasalahan atau situasi-situasi yang kita jalankan pada masa ini,” katanya.
Romo Andy pun melihat Yesus yang mendapat penolakan dari generasi di atasnya. Hal itu ketika di sinagoga, Yesus mengungkapkan Diri-Nya diutus untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang.” (Lukas 4:18-19). Karena orang-orang melihat Dia hanyalah Anak Maria dan Yusuf, mereka pun menolak-Nya.
Kalau ditempatkan dalam konteks anak, Romo Andy melihat hal yang sama. Misalnya ada seorang anak yang punya cita-cita tapi ditolak oleh orang tuanya atau orang-orang yang ada di sekitar kita. “Kita tidak bisa mendapatkan dukungan dari orang-orang yang dekat, orang-orang yang kenal dengan kita dan menganggap bahwa kita itu anak kecil, orang yang ya udahlah ikutan aja orang tua,” katanya.
Romo Andy pun menyampaikan Carlo Martini yang mengatakan bahwa Yesus adalah pewarta yang gagal, karena apa yang diajarkan itu pada akhirnya berbalik. Mereka yang mendapat pewartaan justru menghujat dan membunuh Yesus. “Jadi apa yang Dia katakan, apa yang Dia renungkan ternyata nggak diterima dengan mudah, atau bahkan Dia mengalami penolakan,” kata Romo Andy.
Dalam keluarga, menurut Romo Andy, bisa jadi kita mengalami ya pengalaman yang serupa, kita tidak dimengerti terutama oleh keluarga kita juga oleh lingkungan di sekitar kita berada.
Romo Andy pun menambahkan, Yesus tidak mencari pundi-pundi. Banyak orang berpandangan kalau orang sukses itu mempunyai kekayaan, punya istri yang cantik kalau dia laki-laki. “Tapi Yesus malah pergi-Nya itu mewartakan Kerajaan Allah, uang-Nya itu juga nggak Dia pegang, ada bendahara sendiri, Yudas Iskariot yang dikatakan sebagai bendahara,” katanya.
Menurut Romo Andy, Yesus populer, tapi justru meninggalkan popularitasnya itu untuk kemudian pergi ke tempat-tempat lain yang belum dijumpai. “Maka, dalam permenungan ini, kita melihat bahwa apa yang dilakukan oleh Tuhan Yesus bagi Dia nggak cari popularitas. Yesus juga nggak cari kekuasaan gitu ya. Pada saat itu kan Yesus mau diangkat sebagai raja, ya. Mereka mau meminta Yesus tinggal di situ dan diangkat sebagai Rajanya mereka gitu. Tapi Yesus malah pergi, malah kemudian cari tempat-tempat yang lain yang belum dikunjungi oleh-Nya. Maka, popularitas nggak, kekuasaan juga nggak, lalu kenikmatan juga nggak. Yesus pergi dari satu tempat ke tempat yang lain,” katanya.
Tak hanya itu, Dia bahkan makan bersama dengan orang-orang pendosa. Itu menjatuhkan popularitasnya. Ketika pendosa itu bertobat seperti Zakeus, Yesus pun tidak mendapatkan apa-apa, tetapi orang yang pernah ditindas Zakeus-lah yang mendapatkan 4 kali lipat.
Yesus tidak mencari kenikmatan, namun Ia hanya ingin menyelamatkan. Maka, sambung Romo Andy, sebagai seorang anak, hidup kita pertama-tama bukan untuk menjadi populer, berkuasa, ataupun untuk memburu kenikmatan. “Tapi hidup kita adalah untuk dibaktikan, untuk diberikan kepada orang lain. Nah, mungkin juga pertentangan-pertentangan yang kita hadapi di dalam keluarga ataupun masyarakat itu pertentangan-pertentangan antara keinginan atau keegoisan kita dan dengan ajakan untuk membagi atau berbagi kepada orang lain,” katanya.
Meskipun demikian, hal itu menurutnya menjadi suatu tantangan dalam kehidupan ini. Dalam kehidupan Keluarga Kudus Nazaret, Maria selalu mengikuti Yesus ke manapun Ia pergi. Tentu, ia melihat Anaknya yang luar biasa itu bernubuat dan melakukan banyak mukjizat. “Seperti ibu-ibu juga ya, pengin tahu nih anak sih ke mana aja, apalagi ini satu-satunya dan berkat Allah itu begitu luar biasa dalam keluarga mereka dan juga nubuat-nubuat yang sudah diberikan pada saat Yesus lahir,” kata Romo Andy. Meskipun demikian, Maria hanya menyimpan segala sesuatu itu di dalam hatinya.
Demikian pula ketika Yesus tergantung di kayu salib, Ia justru mengatakan kepada murid-murid-Nya, bahwa Maria adalah juga ibu mereka. Bunda Maria tidak lagi ekslusif menjadi ibu-Nya saja, namun juga menjadi ibu bagi orang lain. Dalam Marriage Encounter (ME), lanjutnya, kita juga melihat ibu kita atau ayah kita itu sibuk melayani di dalam Gereja.
“Kerapkali kita, saya mau ibu saya untuk ibu saya sendiri gitu. Tapi Yesus nggak, Yesus memberikan ibunya ini sebagai ibu juga bagi orang-orang lain. Mungkin kita pernah marah kepada orangtua kita yaitu bahwa kenapa sih sibuk melulu. Ada dong untuk saya. Nah, mungkin menjadi permenungan bagi kita juga, apakah kita egois ekslusif? Tentunya orang tua perlu ya memberikan perhatian kepada anaknya. Itu suatu kepastian. Namun, kita juga membuka diri kalau ada orang tua kita yang sibuk membantu dan melayani orang lain. Caranya adalah ikutilah, bahwa ini adalah ibu tapi bukan hanya untuk ibu kita sendiri, tapi ibu kita untuk orang lain juga,” imbuhnya.
Maka, lanjutnya, kegembiraan atau kebahagiaan tersebut bukan hanya milik kita di dalam keluarga tapi perlu juga untuk dibagikan. “Yesus sendiri bukan untuk memperkaya, membanggakan keluarga-Nya, tapi Dia memberikan segala sesuatu itu untuk orang lain. Dan dikatakan bahkan dalam Kitab Yohanes itu. Dia berkata kepada ibu-Nya, “Ibu, inilah anakmu!” Bahwa Yesus hadir bukan hanya untuk Diri-Nya, tetapi untuk menyelamatkan orang lain,” ungkap Romo Andy.
Menurut Romo Andy, sebagai seorang anak ada suatu misi dalam hidup kita. Pertama, misi untuk orang tua. Kedua, meyakini iman kita itu secara luar biasa kepada Tuhan Yesus. “Dan itulah yang menjadi kebanggaan bagi orang tua kalau kita bisa memberikan diri kita bagi sesama atau orang-orang yang membutuhkan,” katanya.
Sesuai Sepuluh Perintah Allah yang mengatur hubungan manusia dengan Allah dan manusia dengan sesama manusia, kita pun diajak untuk menghormati orang tua. “Bahwa orang tua adalah anugerah yang diberikan oleh Tuhan kepada kita yang pantas dan selayaknya kita hormati dia walaupun mereka itu tidak sempurna. Tapi mereka adalah orang-orang yang diberikan Allah kepada kita. Nah, ini bagaimana kita bisa hormat kepada orang tua itu. Hormat kita kepada orang tua berarti juga hormat kita kepada Tuhan yang memberikan walaupun mereka tidak sempurna. Tapi itulah yang diberikan Allah dalam ketidaksempurnaan. Namun di balik itu, cinta mereka yang tulus sungguh-sungguh hadir bagi kita,” katanya.
Romo Andy menegaskan, dengan kita mengasihi orang tua kita, maka kita juga mengasihi Allah. “Kita juga tahu ya bahwa warisan iman ini, yang diberikan itu kebanyakan dari kita adalah dari orang tua. Walaupun orang tua berangkat dari agama lain atau kemudian kita akhirnya memilih untuk menjadi Katolik. Kendati demikan pun, kita belajar mengenai Tuhan itu lewat orang tua, karena di dalam semua agama, itu ada Tuhan. Tuhan kita itu universal. Tuhan itu ada dalam semua agama. Ketika kita diajarkan mengenai kebaikan dan kebenaran, maka, itu adalah Tuhan yang menyampaikan dan mengajarkannya kepada kita, kendati iman kita berbeda,” katanya.
Menurutnya, melalui orang tua, kita bisa merasakan Tuhan yang sungguh hidup dan nyata. Kita bisa mengalami Allah sebagai Bapa yang mahakasih melalui orang tua yang penuh kasih. Hal itu juga dialami ketika kita diberi kado oleh orang tua, ketika kita ditemani tidur di kamar, ketika kita kecil. Ketika bayi kita dirawat orang tua. “Orang tua menyapa kita, melayani kita, di situlah kita merasakan Allah Bapa yang mahakasih. Maka, Allah sendiri dikenal, yaitu melalui orang yang pertama kali hadir di dalam hidup kita,” ungkapnya.
Dengan demikian, menurutnya, peran kita sebagai seorang anak tidak bisa dilepaskan dari peran atau kehadiran orang tua kita di tengah kehidupan kita.
Romo Andy menandaskan, tidak ada keluarga yang sempurna. “Ada begitu banyak hal, tantangan, dan challange selama kita hidup di dunia ini. Namun, selain keluarga yang ada, kita juga meyakini adanya Allah Bapa yang hadir dan hidup di tengah-tengah kita,” katanya. Allah Bapa, sambungnya, mengubah segala sesuatu yang tidak sempurna menjadi lebih sempurna.
“Dan kita diajak dan diundang untuk hidup di dalam iman dan kepercayaan, yaitu kita hidup bukan hanya untuk memperkaya atau menikmati kehidupan di dunia ini, melainkan kita diajak untuk keluar, terbuka kepada orang-orang lain, untuk mengasihi orang-orang lain,” tegasnya.
Tantangan hidup kita, lanjutnya, seperti tiga godaan yang dialami oleh Yesus, yaitu kekuasaan, harta, dan kenikmatan. “Itu juga menjadi tantangan bagi kita. Sampai akhirnya kita bisa berbagi, kita bisa memahami misteri peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam hidup kita. Mungkin waktu kita kecil, kita nggak tau apa yang terjadi daripada orang tua kita. Tetapi ketika kita sudah dewasa, kita mulai menyadari dan memahami, apa yang sebenarnya terjadi, sehingga kita diajak untuk mencintai orang tua kita, menghormati mereka, kendati mereka itu ada ketidaksempurnaan. Namun di balik semuanya itu, kita bersyukur, karena melalui orang tua Tuhan hadir di tengah-tengah kita,” katanya.