
Oleh BAPAK JULIUS KARDINAL DARMAATMADJA, SJ
Makna Natal
Judul karangan tersebut diatas, merupakan pesan Natal 2021, yang disampaikan kepada umat Kristiani oleh Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) dan Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) pada tanggal 9 Oktober 2021. Kita diharapkan agar dalam merayakan Pesta Natal nanti, kita ingat makna kelahiran Yesus, apa tujuan Allah Putra datang ke dunia 20 abad yang lalu. Yaitu untuk mengembalikan persaudaraan asali, antar manusia yang telah rusak karena dosa asal yang dibuat oleh Adam dan Hawa. Kita tahu bahwa setelah dosa masuk di dunia (bdk Kej 3:1-24), dosa membuat anak-anak Adam dan Hawa sendiri, tidak hidup dalam kasih persaudaraan. Justru Kain karena iri bahwa persembahan Abil adiknya diterima Tuhan, sedang persembahannya sendiri tidak diterima oleh Tuhan, Kain membunuh Abil adik kandungnya sendiri (bdk. Kej 4:1-16). Dosa telah menguasai Kain, sehingga rasa persaudaraannya hilang, yang ada adalah rasa permusuhan, persaingan, benci, sampai tega menghabisi hidup saudaranya. Selanjunya sampai sekarang di dunia, selalu ada pertikaian, persaingan yang menjurus ke permusuhan, tidak hanya antar pribadi, tetapi meluas menjadi antar kelompok, bahkan antar bangsa-bangsa. Kerakusannya untuk menggali kekayaan alam yang menjadi rumah bersama, membuat kerusakan lingkungan hidup, yang mengakibatkan panas bumi naik, terjadilah perubahan iklim, gelombang panas datang, atau bencana banjir dan tanah longsor.
Natal adalah ungkapah kasih Allah
Allah Bapa yang Mahakasih dan Maharahim serta Mahabijaksana, tidak dapat diam berpangku tangan menghadapi rusaknya kasih persaudaraan asali sesuai rencana penciptaan manusia. Karena manusia tidak mampu menyelesaikan masalahnya sendiri, Allah Bapa karena kasih-Nya kepada manusia berkenan mengutus Allah Putra ke dunia (bdk Yo 3: 16-17), dibantu peran Roh Kudus, agar sebagai Manusia, mewakili seluruh bangsa manusia, memberikan silih dosa kepada Bapa, mendamaikan kembali relasi kasih asali manusia dengan Allah dan relasi kasih persaudaraan dengan sesama manusia beserta lingkungan hidupnya.
Peran Roh Kudus sangat penting agar tugas perutusan Tuhan Yesus membangun kembali relasi kasih persaudaraan antar sesama manusia beserta lingkungan hidup mereka dapat berhasil baik. Allah Putra menjelma menjadi manusia dalam rahim Bunda Maria, juga karena kuasa Roh Kudus. Doa Malaikat Tuhan, merumuskan: “Maria diberi kabar Malaikat bahwa ia akan mengandung dari Roh Kudus”. Ini sumbernya dari Injil Lukas, mengutip sabda Malaikat kepada Bunda Maria: “Roh Kudus akan turun atasmu dan kuasa Allah Yang Mahatinggi akan menaungi engkau; sebab itu anak yang akan kaulahirkan itu akan disebut kudus, Anak Allah.” (Luk 1:35). Ketika Kanak-kanak Yesus lahir, para gembala diberi kabar oleh para Malaikat. Makna kelahiran Yesus diungkapkan oleh para Malaikat sambil memuji Tuhan: “Kemuliaan bagi Allah di tempat yang mahatinggi dan damai sejahtera di bumi di antara manusia yang berkenan kepada-Nya.” (Luk 2:14). Kelahiran Yesus merupakan kemuliaan bagi Allah, dan ungkapan kasih Allah Bapa. Dan Yesus, yang tidak lain adalah perwujudan kasih Bapa tersebut, membawa damai sejahtera di bumi di antara manusia yang berkenan kepada Allah. Istilah “berkenan kepadanya” adalah terjemahan Kitab Suci dalam bahasa Indonesia, yang merumuskan kaitannya dengan Allah. Yaitu bahwa damai sejahtera itu dikaruniakan bagi mereka yang berkenan kepada Allah. Tetapi terjemahan dalam bahasa Latin, menunjukkan bahwa yang dikaruniai damai sejahtera adalah orang-orang yang berkehendak baik, sehingga terjemahannya dalam bahasa Latin adalah “kemuliaan kepada Allah yang Mahatinggi, dan damai di bumi bagi manusia yang berkehendak baik. “Gloria in excelsis Deo, et in terra pax hominibus bonae voluntatis.” Bagi kita terjemahan dari bahasa Latin lebih jelas. Yaitu yang mendapat karunia kelahiran Yesus adalah “orang yang berkehendak baik, atau ‘hominibuss bonae voluntatis’”. Siapa orang yang berkehendak baik itu? Gereja merumuskan bahwa orang yang berkehendak baik adalah orang yang hatinya menjadi kancah rahmat Roh Kudus: “Ini bukan hanya berlaku bagi kaum beriman kristiani, melainkan bagi semua orang yang berkehendak baik, yang hatinya menjadi kancah kegiatan rahmat yang tidak kelihatan,” (GS 22).
Ketika Yesus lahir, orang yang berkehendak baik, dan diberi warta Natal adalah para gembala domba, dan para sarjana dari timur yang datang dengan tuntunan bintang di langit. Warta gembira Natal disampaikan kepada semua orang yang berkehendak baik, yaitu yang hatinya tulus mencari Allah, orang yang baik, jujur, adil, terbuka terhadap pimpinan Roh Kudus yang hadir dalam hati nuraninya. Kehadiran Roh Kudus dalam hati orang menggerakkan orang itu untuk hidup sesuai semangat hidup Tuhan Yesus Kristus, yang bernafaskan kasih persaudaraan, dan lain-lain. Dan karenanya membawa damai sejahtera. Contoh yang paling menonjol adalah peristiwa Pentakosta (bdk Kis 2:1-13). Roh Kudus yang menaungi para rasul, membuat mereka mampu mewartakan Tuhan Yesus Kristus dengan baik. Di sisi lain bagi para pendengar pewartaan tersebut, yaitu orang yang berkehendak baik, yang hatinya tulus dan hati serta budinya terbuka bagi pimpinan Roh Kudus lalu percaya, dan memberikan dirinya dibaptis. (bdk Kis 2:14-40). Memang kita semua dapat mengimani Yesus Kristus, itu karena bantuan rahmat Roh Kudus. St. Paulus menegaskan: “….. tidak ada seorang pun, yang dapat mengaku: “Yesus adalah Tuhan”, selain oleh Roh Kudus.” (1 Kor 12:3). Apa akibat mereka yang mengimani Yesus dan memberi dirinya dibaptis dalam nama-Nya? Mereka hidup dalam ikatan kasih persaudaraan. Tidak hanya bersama-sama berdoa, mendengarkan Sabda Kitab Suci dan merayakan Ekaristi dengan memecah-mecahkan roti. Bahkan mereka yang mempunyai harta lebih, membagikannya kepada mereka yang tidak punya. Dengan cara hidup dalam persaudaraan yang demikian itu, mereka disukai orang (bdk Kis 2:41-47). Bersama Roh Kudus, kasih Tuhan Yesus Kristus yang mereka terima dalam sakramen baptis berhasil menggerakkan orang dalam hidup yang bernafaskan kasih persaudaraan. Itulah sebabnya judul pesan Natal 2021 didasarkan pada teks Kitab Suci: 1 Petrus 1:22, yang bunyinya: “Karena kamu telah menyucikan dirimu oleh ketaatan kepada kebenaran, sehingga kamu dapat mengamalkan kasih persaudaraan yang tulus ikhlas, hendaklah kamu bersungguh-sungguh saling mengasihi dengan segenap hatimu.” Yang dimaksud dengan kata-kata: “karena kamu telah menyucikan dirimu oleh ketaatan kepada kebenaran” adalah “karena kamu telah dibaptis, yaitu menyerahkan diri dalam ketaatan iman akan kebenaran mengenai kasih Tuhan Yesus Kristus yang telah lahir ke dunia untuk menebus dosa manusia”. Inilah dasar kemampuan untuk dapat mengamalkan kasih persaudaraan yang tulus ikhlas. Dan umat Kristiani dianjurkan oleh St. Petrus agar bersungguh-sungguh saling mengasihi dengan segenap hati.
Usaha Yesus dalam menggerakkan persaudaraan
Seluruh kehidupan Yesus, yang menjadi ungkapan Kasih Allah Bapa, mempunyai tujuan menggerakkan agar manusia hidup dalam persaudaraan asali, sesuai diciptakannya.
Pertama, Yesus dengan inkarnasi memperbarui martabat manusia yang ternoda oleh dosa. Berarti memperbaiki dasarnya, yaitu martabat manusia itu sendiri. Dengan Natal atau dengan penjelmaan Allah Putra menjadi manusia yaitu Yesus, martabat manusia yang ternoda oleh dosa dipulihkan, bahkan diangkat setinggi-tinginya karena disatukan dengan kemanusiaan Yesus yang sempurna. Gereja mengajarkan: “Dialah (yaitu Yesus) ‘gambar Allah yang tidak kelihatan’ (Kol 1:15). Dia (Yesus) pulalah manusia sempurna, yang mengembalikan kepada anak-anak Adam citra ilahi, yang telah ternodai sejak dosa pertama. Karena dalam Dia kodrat manusia disambut, bukannya dienyahkan, maka dalam diri kita pun kodrat itu diangkat mencapai martabat yang amat luhur.” (GS 22). Dengan demikian dasarnya dipulihkan dan diperbarui, sehingga seluruh umat manusia pada dasarnya telah terarahkan kepada kasih Allah, dan manusia telah terarahkan untuk saling mengasihi sebagai saudara. Orang-orang yang hatinya baik, dan dengan tulus mencari kehendak Allah, terbuka bagi tuntunan Roh Kudus, orang-orang yang berkehendak baik ini, tahap demi tahap dibimbing oleh Roh Kudus menuju kesempurnaan. Ada yang kemudian sampai kepada iman Kristiani dan dibaptis, ada yang tanpa kesalahan tidak mampu sampai ke iman Kristiani, umpama karena telah menjadi warga umat beragama dan kepercayaan lain. Bagi mereka ini, Roh Kudus tetap berperan, dan berlaku ajaran St. Yohanes Paulus: “Kegiatan dan kehadiran Roh (Allah) itu tidak hanya mempengaruhi orang per orang melainkan juga mempengaruhi masyarakat dan sejarah, bangsa-bangsa, kebudayaan-kebudayaan dan agama-agama” (RM 28).
Kedua, Yesus mengajarkan prinsip-prinsip hidup beriman dan hidup yang benar dan baik berdasar kasih kepada Allah dan sesama, sambil memberi teladan berbuat baik kepada siapapun yang membutuhkan. Yang sakit apa pun disembuhkan, termasuk yang kerasukan setan. Ajaran yang paling pokok adalah kasih yang penuh pengorbanan dan pengampunan, seperti kasih Yesus. “Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu, demikian pula kamu harus saling mengasihi.” (Yo 13:34). Kemudian contoh “Orang Samaria yang murah hati” (Luk 10:25-37), dan yang mengasihi orang hina, miskin, lapar, dipenjara, itu mengasihi Yesus sendiri: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku.” (Mt 25:40). Sebaliknya, “… sesungguhnya segala sesuatu yang tidak kamu lakukan untuk salah seorang dari yang paling hina ini, kamu tidak melakukannya juga untuk Aku. Dan mereka ini akan masuk ke tempat siksaan yang kekal, tetapi orang benar ke dalam hidup yang kekal.” (Mt 25:45-46).
Ketiga, Yesus sengsara dan wafat di salib sebagai silih atas dosa manusia terhadap Allah. Maka Yesus memulihkan hubungan kasih kita dengan Allah atau mendamaikan kita dengan Allah. Dengan itu sekaligus mendamaikan hubungan manusia dengan sesamanya dan dengan lingkungan hidupnya.
Keempat, untuk menjamin agar manusia tetap berbakti kepada Allah dan dalam jalan keselamatannya, Yesus dan Roh Kudus berkenan hadir dalam kehidupan orang yang percaya kepada-Nya dan dibaptis. Sebelum sengsara-Nya, dalam perjamuan terakhir dengan murid-murid-Nya, Yesus berkenan membuat roti dan anggur menjadi Tubuh dan Darah-Nya yang keesokan harinya dikurbankan sebagai silih atas dosa-dosa manusia. Yesus berpesan agar setiap kali ini dilakukan untuk mengenangkan Dia (bdk Luk 22:14-23). Umat Katolik dengan merayakan Ekaristi, diperkenankan menyambut Tubuh dan Darah-Nya bagi kehidupan rohaninya. Itu yang namanya Sakramen Ekaristi. Kalau berdosa umat Katolik mendapat pengampunan-Nya dalam Sakramen Pengampunan dosa. Untuk membangun keluaga, ada sakramen perkawinan. Menjelang ajal diteguhkan dengan Sakramen Pengurapan orang sakit. Untuk dapat hadir selalu di tengah umat sebagai imam agung dan korban, Yesus berkenan memberikan sakramen imamat, bagi mereka yang terpanggil. Luar biasa cara-cara Yesus mau menyatu hidup dengan umat-Nya, untuk memberi kekuatan baru, ketabahan dan suka-cita. Ini Yesus lakukan agar Gereja-Nya memiliki militansi untuk menggerakkan terlaksananya persaudaraan di lingkungan Gereja, maupun di tengah masyarakat, karena Gereja diutus menjadi sakramen persaudaraan di tengah dunia.
Kristus berkarya lewat Gereja-Nya
Sebagai penutup baik kalau kita merenungkan bahwa Kristus dan Roh Kudus berkarya dalam Gereja-Nya, yaitu seluruh umat Allah, mulai dari paus, uskup, imam, diakon, para bruder, suster dan seluruh umat beriman. Maka Gereja menyebut dirinya sakramen, yaitu tanda dan sarana. Tanda dan sarana apa? Tanda dan sarana persatuan mesra dengan Allah dan kesatuan seluruh umat manusia. (bdk. LG 1). Tentunya persatuan dengan Allah dan kesatuan umat manusia yang dasarnya adalah kasih bakti kepada Allah dan kasih persaudaraan antar sesama manusia. Justru hal itulah yang menjadi tugas perutusan Kristus dan Gereja-Nya, yaitu menggerakkan persaudaraan dalam hidup di lingkungan Gereja sendiri maupun di dunia, di tengah masyarakat, karena Roh Kudus juga sudah berkarya di antara mereka. Gejalanya ialah di Indonesia ada semangat gotong-royong. Selama pandemi Covid-19 muncul solidaritas dengan segala bentuknya.
Para paus, wakil Kristus di dunia telah memberi contoh menggerakkan persaudaraan. Santo Paus Yohanes Paulus II telah memulai dengan acara doa bersama dari semua tokoh agama di Assisi pada 28 Oktober 1986. Paus Benedictus XVI, memeringati 25 tahunnya doa bersama tokoh agama tadi, menyelenggarakan acara yang sama di Assisi pada 28 Oktober 2011, dengan menambah wakil umat yang tak beriman. Wakil itu adalah orang komunis. Paus Fransiskus juga menggerakan persaudaraan dengan menyampaikan surat pastoralnya: Fratelli Tutti, semua orang adalah saudara. Tanggal 4 Oktober 2021 beliau mengumpulkan 40 tokoh agama dan kepercayaan, yang mewakili kurang lebih 75 persen warga dunia. Yang datang terdiri dari wakil Umat Kristiani, seperti Uskup Agung Canterbury Justin Welby (Anglikan), Patriarck Bartolomeus (Ortodoks), wakil-wakil dari Muslim, Yahudi, Hindu, Buddha, Tao, Zoroaster dan Jain. Persaudaran ini menyatakan keprihatinan terhadap perubahan iklim yang dibicarakan oleh G20 di Roma pada 30-31 Oktober 2021 dan konferensi tingkat tinggi PBB tentang pemanasan bumi COP 26 di Glasgow, Skotlandia pada tanggal 31 Oktober-12 November 2021.
Semua peristiwa itu kiranya mendorong kita sebagai warga Gereja yang dijiwai oleh Kristus dan Roh Kudus untuk membangun persaudaraan. Persaudaraan nasional dapat kita suburkan, ketika umat Katolik di akar rumput menjalin persaudaraan dengan tetangga dekat, dengan warga se-RT/RW, se-kelurahan atau se-kecamatan. Tentu kita akan menjumpai di dalamnya umat beragama yang berbeda-beda. Sangat penting kalau kita dapat mendorong mereka agar hidupnya makin baik, makin jujur dan adil dan makin bersaudara; hidupnya ditata sesuai hati nurani mereka dan mempertanggungjawabkan semua perilakunya kepada Allah yang diimani menurut agama dan kepecayaan mereka. Dengan demikian mereka semakin dituntun oleh Roh Kudus, yang diam dalam hati, karena mereka sungguh menjadi “orang yang berkehendak baik, yang hatinya menjadi kancah kegiatan rahmat yang tidak kelihatan.” (GS 22). Itu berarti bahwa usaha kita mempertemukan mereka dengan karya Roh Kudus, yang tentu membawa ke semangat kasih persaudaraan yang sejati. Dengan demikian kasih Kristus yang menggerakkan persaudaraan akan berbuah menjadi budaya persaudaraan atau budaya kasih. Selamat merayakan Hari Raya Natal 2021 dan Tahun Baru 2022.