Judul lengkap tulisan ini mestinya “Merdeka dari Kesedihan di Masa Covid-19”. Ini sekaligus harapan dan doa permohonan, apa pun agama dan kepercayaan kita, terlebih dan terutama sebagai orang Kristen Katolik. Doa permohonan ini sungguh nyata, bagi kita yang waras!
Faktanya, ada orang-orang yang di luar kewarasan akal sehat, menolak mengakui bahwa pandemi akibat virus Covid-19 ini sungguh nyata. Buruknya, ketidakwarasan itu diprovokasikan dengan berbagai argumen politik, bahkan politik agama. Ini parah!
Mereka menumpulkan nurani dari kepekaan atas kesedihan yang menimpa jutaan orang di seluruh dunia. Tak terbayangkan, andaikan mereka sendiri yang mengalami sebagai seorang istri yang ketika suaminya meninggal karena terpapar virus korona, ia tak bisa memberikan penghormatan terakhir di sisi jenazah orang yang dikasihinya. Bahkan sejak perawatan di rumah sakit, covid membuatnya tidak bisa datang menjenguk suaminya. Siapakah yang dapat tahan dengan keadaan itu. Bahkan, saat kematian suaminya, ia tak bisa menghadiri pemakamannya. Keluarga pun tak bisa berkumpul demi menjaga prokes.
Fakta ini dianggap berlebihan? Bagaimana mungkin? Tapi lihatlah, fakta, satu keluarga, suami, istri, anak, meninggal dalam waktu yang berurutan dalam hitungan hari, bahkan jam! Masih mau menyangkal betapa ganasnya virus korona? Waraslah dan jangan pernah merasa diri paling benar di atas realitas kesedihan jutaan orang yang bergumul melawan virus ini!
Atau dengarlah kisah seorang suami ini. Istriku mati tanpa aku. Kami adalah pasangan hidup dan, meskipun dia bukan orang yang mudah. Pandemi membuatnya berbeda, entah bagaimana lebih lembut sementara juga lebih ketakutan. Di rumah perawatan jangka panjang, saya memikirkan betapa pentingnya saya mengunjunginya. Tetapi saya tidak dapat mengunjunginya karena Covid, dan video yang mereka kirim menunjukkan bahwa dia menurun dengan cepat. Itu hanya menghancurkan hatiku.
Dampak Covid-19 dalam banyak hal jauh lebih buruk dari yang diperkirakan. Langsung dan tidak langsung, pada semua bidang kehidupan, bahkan pastoral Gereja pun terdampak. Dampak ini akan berlanjut lama setelah gelombang infeksi, pemulihan, dan sesudah tindakan kesehatan masyarakat sebagian besar mereda.
Sosiolog dan dokter medis Yale, Nicolas Christakis baru-baru ini menulis, pandemi juga merupakan fenomena sosiologis, didorong oleh keyakinan dan tindakan manusia, dan pandemi juga berakhir secara sosial, ketika ketakutan, kecemasan, dan gangguan sosial ekonomi telah menurun atau muncul begitu saja. Diterima sebagai fakta kehidupan yang normal (Bullivant, 2021:vi).
Dalam pengalaman Gereja Katolik, kita tidak mungkin tahu persis seperti apa “kenormalan baru” itu dalam hal praktik sakramental, aktivitas komunitas, tingkat pergi Misa, pengakuan dosa, panggilan, atau karya amal – yang semuanya akan memiliki efek lanjutan. untuk perencanaan pastoral – untuk beberapa tahun ke depan.
Yang pasti, bagaimanapun, adalah bahwa Gereja tidak boleh hanya melihat dirinya sebagai penerima pasif status quo apa pun yang pada akhirnya akan muncul. Sebaliknya, kita harus, saat ini, melihat diri kita berada dalam urusan pandemi untuk menjadikan titik berangkat pastoral kita. “Kenormalan baru” pastoral dan penginjilan Gereja, setidaknya sebagian, akan menjadi apa yang kita buat darinya. Pemanfaatan media sosial akan sangat penting di masa depan.
Sekarang bukan waktu yang normal. Segala sesuatunya sudah berubah gegara korona. Maka, sekarang adalah kesempatannya. Jika “normal lama” tidak berfungsi, dan belum berjalan selama bertahun-tahun, anggap ini sebagai kesempatan untuk mempertimbangkan kembali bagaimana keadaannya (Bullivant, 2021:vii).
Sudah waktunya untuk menjawab undangan Paus Fransiskus, yang dikeluarkan dalam seruan apostoliknya tahun 2013, Evangelii Gaudium, agar kita semua “berani dan kreatif dalam tugas memikirkan kembali tujuan, struktur, gaya, dan metode pewartaan Injil di komunitas kita masing-masing.”
Semoga kita pun sungguh bisa merdeka dari kesedihan Covid-19 ini dan lahir baru sebagai putri-putra Bapa yang semakin peduli sesama dan alam semesta!
Salam Peradaban Kasih Ekologis!
Salam INSPIRASI, Lentera yang Membebaskan.
Aloys Budi Purnomo Pr